Islam mengajarkan kita untuk terhubung dengan masa lalu melalui perintah atupun larangan yang tertera dalam Al Qur'an, seperti; sholat, puasa, atupun konsep hubungan sosial.Â
Islam adalah agama Allah SWT. Kita meyakini Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW. suatu Sebuah rangkaian keyakinan pada masa lalu.Â
Kita tidak bisa mengimani Rasulullah, bila kita tidak bisa mengimani nabi-nabi sebelumnya. Al Qur'an juga menyuguhkan banyak peristiwa di masa lalu.Â
Dengan kita mengimani, mengimplementasikan ajaran Al Qur'an dalam kehidupan sehari-hari, berarti kita juga telah terhubung dengan masa lalu.
Hari ini adalah masa di mana bisa menentukan hari esok kita. Seperti apa dan apa yang akan terjadi dengan kita. Apakah hari ini kita selalu bermalas-malasan? Hari ini, kita tidak bisa bermalas-malasan.Â
Kita harus rajin mengejar apa yang kita butuhkan untuk masa yang akan datang. Meski, kita hari ini sibuk dengan urusan duniawi, kita pun harus bisa menyiapkan kehidupan masa yang akan datang. Fastabiqul khairat atau berlomba--lomba dalam kebaikan.
Hari esok secara harfiah bisa berarti esok, minggu depan, bulan depan, tahun depan atau bahkan hari saat kita menjadi tua. Secara absolut, hari esok juga bisa berarti berarti kehidupan yang akan datang, setelah meninggal. Sehingga, kita harus mempersiapkan diri selagi usia masih hidup.
Inilah yang mendasari bahwa setiap orang akan memiliki keterkaitan pada masa lampau dan juga pada masa yang akan datang. Lalu, bagaimana dengan pemahaman dan meyakini masa yang akan datang atau kita sering menyebut akhirat?
Dalam Al Qur'an surat Al-Hasyr ayat 18, disebutkan bahwa "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan"
Alam setelah kehidupan ini, ADA. Namun, kita tidak boleh berharap bahwa alam akhirat seperti yang sekarang ini kita diami, berupa alam fisik. Lantas, bagaimana cara mengetahui bahwa akhirat itu ada? Hal ini tidak bisa kita selidiki secara ilmiah. Kita tahu akhirat, dari berita. Orang yang dapat berita itu ya, Nabi.Â
Keimanan menjadi dasarnya. Meskipun hari akhir itu di luar pemikiran, kita tetap harus mempercayainya. Pemahaman ini disebut supra rasional. Bila dianalogikan, seperti satuan.Â