Mohon tunggu...
Muhtolib
Muhtolib Mohon Tunggu... Freelancer - Seneng ngopi sambil bermacapat

Berbagi yukk

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Menyiasati Ancaman Golput di Pemilu 2024

22 Maret 2022   23:58 Diperbarui: 23 Maret 2022   18:15 2225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Golput kecelakaan, pemilih tidak menggunakan hak pilihnya karena sakit atau sebab lain diluar kehendaknya. Sedangkan Golput sadar adalah keinginan pemilih untuk tidak menggunakan hak suaranya sebagai bentuk protes aturan pemilu.

Pemilu 2019, bila melihat data KPU, partisipan pemilih naik 6% dibanding pemilu 2014, bahkan melampui target target nasional, yakni 81% dari 199.987.870 pemilih. 

Sementara pada pemilu 2014, partisipasi pemilih sebesar 75%. Artinya, ada penurunan jumlah golput di 2 tahun pemilu terakhir. Keberhasilan ini bisa menjadi indikator kepercayaan masyarakat pada lembaga penyelenggara pemilu, pemerintah, maupun partai politik.

Lalu, Bagaimana dengan pemilu 2024? Begitu banyak drama sebelum perhelatan pemilu digelar. Banyak fenomena dan kejadian yang selalu dikaitkan dengan kepentingan politik. 

Sebutan "kampret, kadrun, dan cebong" pun masih terus mengiang di telinga kita, padahal sebutan itu muncul di pemilu 2019. Isu penundaan pemilu juga santer didengar karena memang para elit politik sendiri yang menyuarakannya. 

Di samping isu-isu yang sangat berdampak pada masyarakat bisa, seperti kelangkaan dan mahalnya minyak goreng. Kenaikan sejumlah bahan makanan pokok. Apakah ini menjadi ancaman golput di pemilu 2024?

Lantas, bagaimana menyiasati golput di pemilu 2024? Hal yang patut kita persiapkan adalah memahami alasan individu untuk golput. Meski, kita bisa katakana bahwa golput hari ini dengan golput pada pemilu 1971 itu sudah berbeda. 

Dulu, bisa jadi karena alasan prinsipil. Tapi, sekarang golput bisa jadi karena mereka apatis terhadap pemilu. Mereka beranggapan bahwa ada atau tidaknya pemilu, kehidupan akan tetap seperti itu, tidak berpengaruh dengan dirinya.

Bagi pemilih yang apatis tentu sangat susah mengubah pola pikirnya sebelum mereka membuka diri untuk berdiskusi tentang golput. 

Namun, kita bisa meminimalisir golput ini dari kategori tadi, yaitu golput murni dan golput sadar. Langkah pertama adalah Partai politik harus selektif dalam memilih kadernya. 

Pemilihan orang/tokoh untuk menjadi wakil rakyat/presiden sesuai keinginan pemilih menjadi pemicu seseorang untuk mendatangi TPS. Kedua, aturan/regulasi pemilu yang sederhana bagi pemilih untuk datang ke TPS. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun