Satu orang memukul bagain utama di depan, satu orang sebagai asisten dengan palu (lupa apa istilahnya), pokoknya alat untuk mukul saja. Titik! Dua orang lagi memaikan kentongan di samping bedung, karena cukup besar, kentongan itu lebih mirip sampan untuk berlayar daripada sekedar untuk di pukul. Nah, jika masih banyak teman kami yang belum kebagian, biasanya mereka duduk di atas bedug sambil berkhayal menaiki gajah, sapi, kerbau atau dinosaurus yang berteriak. Tak lupa alunan bedug kami iringi dengan lantunan sholawat yang telah diajarkan.
Penggunaan bedug sebagai pertanda ramainya situasi Ramadhan tak hanya kami mainkan saat pagi atau sore saja. Bedug pula menjadi identitas bahwa Ramadhan hampir usai.  Farewell! Ciao... Ada perasaan campur aduk saat malam takbir ini.
Pertama perasaan sedih karena kami akan beraktifitas seperti biasa, tidak ada ngabuburit, tarawih jamaah dan bukber bareng keluarga. Dengan segenap hati, kami memohon kepada Ramadhan agar bisa dipertemukan dengannya di tahun berikutnya.
Kedua perasaan senang karena kami berhasil menjalani ibadah puasa dengan baik, ada berbagai hadiah dari orangtua kami sebagai THR: Baju baru dan tentu saja liburan, atau silaturahmi keluarga besar di berbagai daerah yang telah ditetapkan (Haolan).
Bedug kami bawa (tentu ini ukuran yang lebih kecil) di atas mobil mengelilingi kampung saat malam takbiran. Sambil bertakbir Allahu akbar...Allahu akbar...Allahu akbar walillahil ham.... Pada tiap jarak 5 meter mobil bak itu berhenti. Anak-anak yang di atas mobil, turun membawa serta plastik atau wadah, kemudian mengetuk pintu-pintu rumah tiap warga.
Sudah menjadi tradisi bahwa tiap rumah akan memberikan makanan. Ini macam tradisi Halloween saja. Jika Halloween anak-anak memakai kostum serba seram dan meminta permen kepada tiap rumah.Â
Kami memakai pakaian serba sederhana nan biasa, tak lupa sarung kami ikatkan di dada. Karena pakaian lebaran kami simpan dulu tuk dipakai esok hari mengikuti Shalat Idul Fitri.Â
Dan makanan yang kami terima bukanlah permen, permen gak baik buat kesehatan lagi pula, adalah keripik pisang, singkong, ubi kukus yang manis, saroja, rengginang, akar kelapa dan kadang ada juga bolu sebagai makanan paling 'mewah' diantara yang lain.
Setiap rumah memberi sesuai kemampuan mereka. Kuncinya adalah berbagi, tak penting apa jenis makanan yang dibagi itu. Dan makanan yang terkumpul itu akan bermuara di masjid-masjid, ini sebagai konsumsi  bagi yang bertakbir. Allahu akbar!
*penulisan bedug ada juga beduk, saya memakai bedug menggunakan hurup 'g' karena terbiasa memaikai itu. Lagipula bedu(g/k) hanya masalah voiced dan unvoiced saja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI