Mohon tunggu...
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rafi Azzamy Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pelajar

Menjadi manusia yang bersyukur dengan cara bernalar luhur dan tidak ngelantur | IG : @rafiazzamy.ph.d | Cp : 082230246303

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Muhammadiyah, Masihkah Berkemajuan?

18 November 2021   13:11 Diperbarui: 18 November 2021   13:23 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kemenangan Terbesar Dalam Suatu Kelompok Sosial adalah Kemenangan Dalam  Informasi yang diciptakannya" -Richard Broodie

18 November 109 tahun yang lalu, persyarikatan bernama 'Muhammadiyah' berdiri dan dideklarasikan di muka bumi, membawa visi besar dan berupaya mewujudkan Islam Rahmatan Lil alamin. Konsistensi Muhammadiyah sebagai persyarikatan yang membawa jargon 'Islam berkemajuan' rupanya dibuktikan sejarah, terlihat dari banyaknya kiprah yang dihasilkan, banyaknya kiprah tersebut tak lantas menjadikan Muhammadiyah tak memiliki kekurangan, tentu ada hal yang harus terus dilakukan perbaikan guna tetap menjaga semangat 'berkemajuan'.

 Terlalu lama saya rasa, kita semua mengemban istilah "berkemajuan" di dalam persyarikatan Muhammadiyah, karena memang istilah "berkemajuan" sudah menjadi basis Ideologis dalam persyarikatan ini (baca : islam berkemajuan untuk peradaban dunia). Lalu apa itu Islam berkemajuan? Apakah Muhammadiyah masih relevan tuk disebut sebagai Islam berkemajuan? Saya mencoba mengkritisi kembali hal tersebut di dalam tulisan ini.

 Apa itu Islam Berkemajuan?

  Sekertaris umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Abdul Mu'ti mendefinisikan Islam Berkemajuan lewat buku  Kyai Syuja', murid KH Ahmad Dahlan, beliau mengatakan bahwa ada 5 pondasi Islam Berkemajuan, yakni :

1. Memahami Al-Qur'an dan sunnah secara mendalam
2. Melembagakan amal saleh yang fungsional dan solutif
3. Berorientasi kekinian dan masa depan
4. Bersikap toleran
5. Moderat dan suka bekerjasama

 Lima kriteria ini dapat menjadi referensi kita tuk menempelkan istilah "berkemajuan" pada ummat Islam, juga lima kriteria inilah yang menjadi pancajiwa sifat berkemajuan dalam ber-Islam. Gagasan "Islam berkemajuan" sendiri dicetuskan KH Ahmad Dahlan ketika melihat suatu konservatifme di dalam ummat Islam, sehingga Kyai Dahlan menginginkan sifat Islam yang reformis-solutif terhadap segala aspek kehidupan.

 Beberapa pihak agak-agaknya kurang setuju dengan istilah "Islam Berkemajuan" ini, Syaikh Abdulqadir As-sufi misalkan, beliau mengatakan bahwa para intelek seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Jamaluddin Afghani dan semacamnya, membuat reformasi keislaman dengan mengorbankan esensi dan substansi Islam sehingga tercampur oleh paradigma Kapitalisme (baca : pesan kepada kaum muslimin).

 Saya memilih jalur tengah di sini, dengan tetap mempertimbangkan perkataan Syaikh Abdulqadir As-sufi, juga memasukkan paradigma "Islam Berkemajuan", Islam memang akan tetap memiliki relevansi dengan semua zaman, karena itulah istilah "berkemajuan" dalam agama Islam dibutuhkan sebagai premis kalau Islam memiliki relevansi dengan semua zaman. Tentunya dengan tetap memegang teguh asas fundamental Islam seperti yang dikatakan oleh Prof Abdul Mu'ti tadi.

 Dari sini kita dapat memahami bahwa konsep transaksi ideologis-lah yang menjadi postulat awal hadirnya paradigma ini (Islam Berkemajuan), seperti dalam paragraf sebelumnya. Juga sintesis suatu tesis dan anti-tesis lah yang menjadi dasar Dialektis paradigma ini, dengan menjadikan Al-Qur'an dan Hadits sebagai kebutuhan primer, lalu fatwa para alim ulama' sebagai kebutuhan sekunder, ditambah pertimbangan para intelek yang akan menjadi kebutuhan tersier. Ini berarti asas primer "Islam Berkemajuan" harus terpenuhi terlebih dahulu, setelah itu asas sekunder dan tersier-lah yang membantu mereduksi paradigma "Islam Berkemajuan" ini.

 Sampai sini mungkin kita sudah sedikit memahami dasar filosofis dari paradigma "Islam Berkemajuan" ini, marilah kita masuki topik utama tulisan saya.

 Apakah Muhammadiyah masih Berkemajuan?
 

 Saya rasa Muhammadiyah adalah persyarikatan yang amat sangat luar biasa, dengan puluhan ribu amal usaha, juga tak lupa kiprahnya dalam sejarah, bukan hanya itu, Muhammadiyah telah menyentuh segala aspek kehidupan manusia, seperti kesehatan, kesejahteraan, pendidikan dan masih banyak yang lainnya. Juga warganya yang saya tau amat moderat, dengan memandang hal ini apakah Muhammadiyah tak dapat dikatakan sebagai "Islam yang tak berkemajuan?".

 Seperti aneh bahkan bisa dibilang khayal oleh banyak orang kalau mengatakan "Muhammadiyah tak berkemajuan", karena pada realitasnya Muhammadiyah mungkin dapat dikatakan sangat berkemajuan, lalu apa sih yang membuat Muhammadiyah dikatakan sebagai Islam yang kurang berkemajuan?.

 Di paragraf sebelumnya, saya sempat menuliskan 5 kriteria Islam Berkemajuan menurut Prof. Mu'ti, coba pembaca lihat kriteria nomor 3 dari 5 kriteria tersebut. Jelas di sana "Islam Berkemajuan" juga menjunjung tinggi aspek modernitas, lalu jikalau kita mencoba bicara modernitas secara sosiologis, kita pasti akan banyak melirik sosial media sebagai lambang modernitas.

 Pertanyaannya "Bagaimana dakwah Muhammadiyah di sosial media? Kuat kah?", coba pembaca renungkan secara objektif, bahwa Muhammadiyah sangatlah berkemunduran pada dakwah di sosial media, sangat jauh dengan Salafi, Sufi maupun NU. Dimana mereka sangat maju dalam dakwah di sosial media, kalau kita melihat aspek ke-3 tadi sebagai suatu simbolisasi "Islam Berkemajuan", maka Muhammadiyah masih kalah berkemajuan oleh mereka (salafi, sufi, NU) di dalam dakwah sosial media.

 Prof. Haedar juga pernah menyinggung bahwasanya Muhammadiyah kurang kuat di dalam pembumian ideologinya, sehingga bisa dibilang masih sedikit orang yang benar-benar memahami apa itu Muhammadiyah (baca : memahami ideologi Muhammadiyah). Hal tersebut dikarenakan Muhammadiyah masih berkemunduran dalam menanggapi modernitas dakwah, di sosial media terutama, sangat jarang sekali ceramah para Ulama' Muhammadiyah terpublikasi, padahal fasilitas publikasi lebih mumpuni daripada yang lainnya.

 Saya seringkali berdiskusi dengan kader-kader muda dari Muhammadiyah, banyak dari mereka yang bangga pada Muhammadiyah karena banyaknya amal usaha yang Muhammadiyah punya, begitupula saya pada awalnya. Amatlah kagum mata dan jiwa saya ketika melihat betapa luar biasanya Muhammadiyah dalam memegang teguh paradigma Rahmatan Lil Alamin di dalam Islam.

 Tapi kekaguman membawa kita pada kemapanan yang mengakibatkan kita tak menyadari kekurangan, saya mencoba mengamati Muhammadiyah secara kritis, saya reduksi kembali pandangan keluarbiasaan saya pada Muhammadiyah, pandangan yang barusan saya bahas. Betapa anehnya Muhammadiyah, ia memiliki puluhan ribu amal usaha, dengan para pakar dan ilmuwan yang amat luar biasa, juga betapa ngeri anak mudanya, ehh tapi kalah dakwah digitalnya.

 Padahal kurang apa aset dakwah Muhammadiyah, universitas dengan intelektual yang melimpah, alat-alat modern yang mumpuni dan amat canggih, para pakar yang banyak sekali jumlahnya, tapi mengapa Muhammadiyah kalah dalam dakwah digitalnya? Saya pribadi telah menyurvei beberapa kalangan masyarakat, dengan tujuan ingin mengetahui pandangan lain terhadap Muhammadiyah.

 Kebanyakan dari mereka yang berbincang dengan saya, mengatakan bahwa Muhammadiyah hari ini bisa dibilang kalah dalam globalisasi ideologi, karena Muhammadiyah masih amat kaku dalam dakwahnya, baik dalam sosialisasi maupun digitalisasi. Sangat sayang sekali kalau substansi ideologis Muhammadiyah tak terpublikasi secara luas, bahkan soal fatwa  terkait hal baru, Muhammadiyah sering terlambat dalam menunjukkan/mempublikasikan fatwanya.

 Maka dari itu, Muhammadiyah harus menjadi "berkemajuan" secara kaffah, bukan hanya lewat amal usaha dalam dunia realita, tapi juga lewat dakwah dalam sosial media.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun