"Permainan Bahasa dan Permainan Tanda ada Untuk Menghargai Perbedaan Pemaknaan Umat Manusia" (Jaques Derrida)
 Saya baru-baru ini mengalami kasus yang Ya saya rasa lumayan menegangkan, karena saya membuat caption di Instagram saya yang bertuliskan 'sekolah jancok', yang mana story tersebut adalah hasil repost dari story kawan saya yang memvideo sekolahnya. Tak lama setelah story itu diupload, saya sudah menduga bahwa saya akan di panggil oleh kesiswaan di sekolah namun memang benar adanya.
 Dan tentu seperti yang pembaca duga, Saya dianggap tidak beretika dan tidak bermoral oleh sekolah. Saya mengakui itu, karena memang sekolah dan segala oknumnya memiliki pemaknaan kaku terhadap kata 'jancok' yakni sebagai kata yang merepresentasikan umpatan. Yang mana 'Jancok' sendiri banyak maknanya, oleh karena itu saya coba ulas pada tulisan saya yang satu ini.
 'Cok raimu cok' Apa makna kata ini? apakah itu sebuah umpatan? Atau itu hanya sekedar sapaan sekaligus lambang dari keakraban? Coba kita telusuri Bagaimana bahasa itu mempermainkan kita, menstruktur kita, sekaligus membentuk diri kita.
Lacan : Bahasa adalah konstruksi kesadaran
 "Tak ada Kebenaran Semenjak Memasuki Kesadaran"
 Begitu salah satu ungkapan kontroversi Lacan, secara tautologi ungkapan tersebut berarti tak ada yang benar ketika kita sadar. Apakah benar demikian? Berarti kebenaran yang selama ini kita cari itu tidak ada, sebab kita sudah masuk dalam kesadaran sejak lama.
 Ojo gupuh, santuy dulu, minum kopi, tenangkan hati. Lacan mengatakan hal tersebut tentu bukan semata-mata ia mengecap bahwa segala ilmu yang ada di dalam kesadaran itu salah, namun Lacan mengaitkan hal tersebut sesuai bidangnya yakni psikoanalisa.
 Bapak Psikoanalisa dunia yakni Sigmund Freud mengatakan bahwa kesadaran manusia itu dikonstruksi oleh libido. Sedangkan Lacan meneruskan Freud dengan mengatakan bahwa kesadaran itu dikonstruksi oleh bahasa, mari kita simak teori Lacan tentangnya, Triad Lacanian :
Manusia dalam kesadarannya dibagi dalam 3 dunia :