3. Kesalahan Pedagogis
Setelah dua kejanggalan tadi teruraikan, tentunya akan terlihat abu-abu untuk menentukan siapa kambing hitamnya, maka kejanggalan ketiga inilah yang akan menjadi suatu jawaban atas rangkuman kejanggalan ke-1 dan ke-2.Â
Yapp kejanggalan metode pendidikan-lah (pedagogi) yang merangkum dua kejanggalan di atas, dengan permasalahan egosentrisme guru yang mengajar  lebih mengutamakan gaji, lalu timbulah sifat hedonisme murid yang seenaknya sendiri, inilah yang disebut sebagai kesalahan metode pedagogi, tentunya kejanggalan ini bersifat institusional dalam sekolah formal, maka jika ingin merubah pedagogi tanpa menyentuh ranah institusional, cukup dibangkitkan dan disebarkan kesadaran dari hati.
Mungkin masih banyak kejanggalan-kejanggalan yang lainya, tapi untuk sementara, 3 kejanggalan ini sudah cukup untuk mengisi dahaga pembaca sebelum melanjutkan perjalanan pada pembahasan selanjutnya. Kita akan sedikit menungkil beberapa paradigma dari para tokoh-tokoh dunia.Â
Lawrence Kohlberg, sosok psikolog kelahiran bronxville, menurut analisa beliau, tahapan moral pada perkembangan manusia terutama anak, bukan terjadi akibat sosialisasi atau pelajaran-pelajaran moral yang berasal dari suatu dinamika kebudayaan, seperti ajaran sekolahan, tetapi nilai moral sesungguhnya tumbuh secara spontan mengikuti respon kognitif anak pada fenomena di sekitarnya.Â
Apa yang dikatakan oleh Kohlberg barusan, secara tidak langsung juga menegaskan bahwa nihil sekali suatu ajaran moral sekolah, apabila fenomena di sekitar murid-muridnya tak relevan dengan ajaran-ajaran tersebut.Â
Seperti sekolah yang terus-menerus menekankan suatu disiplin akhlaqul karimah dogmatis bahwa murid harus memiliki adab kepada gurunya, akan tetapi guru justru malah biadab kepada muridnya, jadilah dekadensi moral bangsa.Â
Mungkin sampai sini, barangkali akan ada beberapa pembaca yang tak sepakat dengan hipotesa saya, untuk mencegah kesalahpahaman pembaca akan tulisan saya, tentunya saya akan memasuki pengertian moral dulu.
Menurut Rachels, moral adalah suatu permasalahan yang berkaitan dengan akal, sebuah diskursus tentang bagaimana perilaku itu dikata benar dalam suatu lingkupnya, bisa disebut kesadaran diri seseorang akan norma-norma yang berlaku di sekitarnya.
Tolok ukur moral sendiri selalu temporal (sementara), karena adanya faktor perkembangan kultural, sehingga tolak-ukurnya juga akan temporal menyesuaikan zamanya, akan sangat tak relevan apabila guru memandang moralitas pada zaman mereka bujang dengan moralitas murid sekarang, yang ada malah kerusakan nantinya.
Doktrin Akhlaqul Karimah dari Sekolah