Oleh: Muhammad Luthfi Aldila Tanjung S.H *
Dalam beberapa kesempatan, presiden Jokowi memaparkan keluhannya mengenai tumpang tindihnya peraturan perundangan dalam beberapa sektor.Â
Misalnya saja sektor investasi, Menteri Koordinator Perekomonian Airlangga Hartanto mengatakan bahwa pemerintah perlu merombak besar-besaran pasal-pasal terkait perijinan di bidang investasi pada 72 undang-undang menjadi satu undang-undang.
Disharmoni peraturan perundang-undangan terkait perizinan memang menjadi momok besar bagi pemerintah terkait perizinan berusaha. Overlapping antar peraturan, tingginya ego sectoral kementerian sampai daerah menjadi sedikit contoh dari banyak temuan yang menghantui kemudahan berinvestasi di Indonesia.Â
Misalnya saja untuk indicator memulai sebuah bisnis. Saat ini rata-rata pengurusan izin harus melalui 11 prosedur dengan waktu sekitar 24 hari dan biaya Rp 2,78 Juta. Untuk target yang baru, pemerintah berencana akan memangkas prosedur hingga menjadi 9 prosedur, dengan lama pengurusan 9 hari dan biaya menjadi Rp 1,58 juta.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pemerintah kemudian mengagas konsep Omnibus Law. Konsep yang tidak familiar dalam kelas-kelas hukum mahasiswa se-Indonesia --termasuk saya. Karena konsep Omnibus Law lumrah berlaku pada tradisi sistem hukum common law. Bukan civil law seperti Indonesia.
Frasa Omnibus Law sendiri terus digaungkan dan menyebabkan kebingungan di kalangan praktisi dan pengamat hukum yang notabenenya tidak pernah mempelajari konsep demikian.Â
Amerika Serikat, dalam membuat peraturan perundang-undangan menggunakan konsep tersebut untuk mengamandemen beberapa undang-undang sekaligus. Sementara Indonesia, belum melakukan itu karena masing-masing peraturan perundang-undangan memiliki kekhususan sendiri.
Berdasarkan Black's Law Dictionary 2nd edition, definisi Omnibus Law menyadur dari definisi omnibus bill yaitu:
In legislative practice, a bill including in one act various separate and distinct matters, and particularly one joining a number of different subjects in one measure in such a way as to compel the executive authority to accept provisions which he does not approve or else defeat the whole enactment. - (Dalam praktek legislatif, sebuah rancangan undang-undang yang mengikutsertakan dalam satu undang-undang isu-isu yang terpisah dan berbeda-beda, dan terutama suatu rancangan yang menggabungkan beberapa subjek dalam satu tindakan di mana otoritas eksekutif didorong untuk menerima pasal-pasal yang ia tidak setujui kalau tidak akan mengagalkan keseluruhan pengundangan tersebut).