Mohon tunggu...
MSMH
MSMH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menelusuri Kembali Jejak Pembangunan Nasional di Era Orde Baru Melalui Repelita

20 Oktober 2024   13:48 Diperbarui: 20 Oktober 2024   14:15 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: ROHofficial. blogspot. com

     Pada masa orde Baru, Indonesia telah menerapkan kebijakan pembangunan nasional yang dikenal sebagai Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Secara umum, pembangunan nasional di Indonesia memiliki tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan nasional bermakna usaha untuk memajukan masyarakat Indonesia dalam berbagai bidang, baik dari segi ekonomi, wilayah, maupun pendidikan masyarakat. Terwujudnya pembangunan nasional merupakan manifestasi kehidupan masyarakat dari sebuah negara. Yang mana dengan pembangunan nasional, akan menjamin kehidupan rakyat.

     Istilah Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) muncul sebagai penerapan program pemerintah yang sesuai konsepsi trilogi pembangunan, yang terdiri atas tiga hal, yaitu: (1) pemerataan pembangunan; (2) pertumbuhan ekonomi; serta (3) stabilitas nasional. Ketiga hal tersebut dipegang teguh oleh pemerintahan Orde Baru sebagai pedoman untuk menetapkan suatu kebijakan.

    Awal mula pemerintah Orde Baru meletakkan peran modal asing untuk menstabilkan perekonomian Indonesia, dengan mengundang kembali mereka untuk masuk melalui kebijakan-kebijakan liberalisasi. Tujuan mendesaknya kebijakan-kebijakan liberalisasi pemerintah adalah untuk memulihkan lagi sistem produksi. Selama tiga putaran Repelita, pemerintah membangun industri-industri substitusi impor untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, dengan maksud mengurangi ketergantungan pada barang-barang impor. Tendensi kepada strategi substitusi impor untuk sebagian didasarkan pada keyakinan bahwa jumlah penduduk yang demikian besar menjadi pasar potensial dan juga ketersediaan bahan industri modern, karena Indonesia memiliki sumber daya melimpah.

     Penetapan GBHN di era Orde Baru memberikan sejumlah makna penting dalam kerangka pembangunan nasional, antara lain: pertama, Bappenas menempati posisi yang sangat sentral baik sebagai think thank dalam proses perencanaan maupun eksekutor yang melaksanakan program-program pembangunan yang melibatkan berbagai lembaga negara dan pemerintahan baik pusat maupun daerah. Kedua, Rencana Pembangunan Lima Tahunan (Repelita) sebagai tahapan pembangunan nasional yang dimaksudkan untuk mengatasi tantangan pembangunan yang dihadapi. Serta, GBHN sebagai visi politik negara, baik jangka panjang maupun pendek dalam roadmap pembangunan nasional, serta menjamin aspek kesinambungan antar periode kekuasaan.

   Pelaksanaan Repelita I dimulai tanggal 4 April 1969 hingga 31 Maret 1974. Tujuan pelaksanaannya adalah menaikkan taraf hidup rakyat, serta maruh dasar-dasar pembangunan tahap selanjutnya. Repelita I meletakkan sasaran pada pangan, sandang, perbaikan sarana dan prasarana, perluasan lapangan pekerjaan serta kesejahteraan di bidang kerohanian. Pemerintah Orde Baru menyebarkan proyek-proyek pembangunan di setiap daerah, dengan memanfaatkan kekayaan alam yang ada, dan menyesuaikan kondisi serta potensi ekonomi daerah yang bersangkutan. Sehingga proses pembangunan dapat berlangsung dan mencakup sebagian besar wilayah di Indonesia.

  Pelaksanaan Repelita II dimulai tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1979. Setidaknya ada lima cakupan yang diharapkan terwujud dalam program ini, yaitu: (1) tersedianya bahan pangan dan sandang yang cukup; (2) tersedianya perumahan serta fasilitas lain; (3) meratanya kesejahteraan rakyat (4) meluasnya sarana dan prasarana, serta (5) meluasnya kesempatan kerja. Untuk mewujudkan berbagai hal tersebut, pemerintah Orde Baru berupaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di berbagai macam sektor, antara lain sektor pertanian, pertambangan, industri maupun sektor-sektor lain. Peningkatan produksi di berbagai sektor tersebut melahirkan struktur perekonomian Indonesia menjadi lebih kuat, serta bermanfaat sebagai landasan yang memengaruhi pembangunan di tahap selanjutnya.

  Pelaksanaan Repelita III dimulai pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Program ini menitikberatkan segi pemerataan yang dilandasi trilogi pembangunan. Dimana kemudian terdapat 8 jalur pemerataan, diantaranya: (1) Pemerataan guna memenuhi kebutuhan pokok masyarakat; (2) Pemerataan pendidikan dan layanan kesehatan; (3) Pemerataan pendapatan; (4) Pemerataan kesempatan kerja; (5) Pemerataan kesempatan berusaha; (6) Pemerataan berpartisipasi dalam pembangunan; (7) Pemerataan pembangunan, serta (8) Pemerataan keadilan. Banyak penerapan berbagai program oleh pemerintah terkait masing-masing jalur pemerataan.

 Repelita IV dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Repelita ini menitikberatkan pada pengembangan industri, terutama industri padat karya. Pada periode ini, terjadi resesi ekonomi global, tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi perekonomian masyarakat desa. Yang mana pada tahun 1984, berbagai kebijakan dengan penyesuaian diterapkan pemerintah yang mencakup: (1) penghematan anggaran belanja; (2) devaluasi mata uang secara bertahap; (3) reformasi administrasi pembangunan; (4) pemberian insentif mendorong ekspor non migas; serta (5) upaya menaikkan daya saing industri domestik. Dengan begitu, program ini untuk pertama kalinya, peralihan sektor pertanian dan pertambangan digantikan menjadi sektor industri.

 Repelita V dilaksanakan pada 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Program ini terkonsentrasi pada diversifikasi ekonomi untuk mengurangi ketergantungan minyak dan gas bumi, melalui pengembangan industri ekspor. Bisa dikatakan, pelaksanaan Repelita V, pemerintah tetap melangsungkan program di sektor pertanian sama seperti tahapan sebelumnya. Yang mana pertanian masih menjadi sektor unggulan Indonesia di masa itu. Kemudian diiringi pertumbuhan di bidang ekspor non-migas dan perkembangan sektor industri yang menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi di masa itu. Pertumbuhan ekonomi pada Repelita V relatif meningkat, walaupun ada di batas wajar terdapat penurunan di tengah pelaksanaan.

 Program Repelita VI yang merupakan program Repelita terakhir, dimulai pada 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Sasaran pelaksanaan program ini diantaranya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi diatas 7 persen. Selain itu, berbagai kebijakan terkait pelaksanaan program juga bertujuan melangsungkan deregulasi ekonomi untuk menaikkan efisiensi agregat serta mendorong ekspor non-migas; berusaha membenahi keseimbangan struktur ekonomi melalui pembinaan perusahaan dan industri menengah serta kecil; dan juga bertujuan meningkatkan keseimbangan spasial pertumbuhan ekonomi melalui stimulus pertumbuhan kawasan Timur Indonesia.Namun, berbagai hal tersebut belum bisa dilaksanakan. Hal itu dikarenakan adanya krisis moneter dunia pada tahun 1997, yang mana berdampak terhadap Indonesia dan negara-negara tetangga lainnya. Krisis moneter tersebut menyebabkan hutang luar negeri tidak terkendali dan menimbulkan keguncangan ekonomi, yang mana akhirnya menyebabkan berbagai pemberontakan. Puncaknya adalah demo mahasiswa yang disusul dengan pengunduran diri Soeharto sebagai Presiden Indonesia pada saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun