Contoh sederhananya saja ketika masyarakat ada pekerjaan menggarap atau memanen perkebunan dan hasil pertanian, masyarakat yang satu dengan yang lainya saling bahu membahu dan bersama saling tolong menolong dalam pekerjaan tersebut karena sudah menjadi budaya, sudah menjadi kebiasaan di tengah-tengah masyarakat.
Melihat wajah asli Indonesia yang masih bertahan hingga kini, tentu ketika pemerintah menghimbau masyarakat agar menghindari keramaian, menghindari kerumunan. justru hal itu membuat berbagai problem baru di tengah masyarakat perkampungan, Karena pengolahan dan memanen hasil perkebunan memang cenderung di lakukan secara bersama-sama bergotong royong sesama masyarakat.
Ketika masyarakat perkampungan tidak melakukan gotong royong dalam berbagai aktivitasnya, maka masyarakat tidak bisa memaksimalkan pekerjaannya terkecuali harus membayar orang lain untuk menggarap pekerjaannya dan itu masih memerlukan tambahan finansial, sedangkan masyarakat secara finansial masih belum berkecukupan. Ketika hal ini bermasalah maka hasil pemenuhan kebutuhan pokok pun di masyarakat ikut bermasalah, ketika kebutuhan pokok di masyarakat bermasalah maka kebutuhan pokok di suatu negara pun juga ikut bermasalah.
3. Aspek Islam kultural
Dilihat dari aspek Islam kultural, sudah kita ketahui bersama bahwa masuknya Islam ke Indonesia bukan melalui jalur invasi melainkan memlalui jalur perdagangan dan jalur akulturasi budaya atau jalur asimilasi sehingga Islam mudah diterima oleh masyarakat indonesia.
Dari akulturasi budaya tersebut, Islam mampu menyesuaikan ajaranya dengan budaya lokal yang ada di Indonesia dalam artian bahwa islam tidak mengubah budaya Indonesia melainkan budaya Indonesia di internalisasi dengan nilai-nilai keislaman sehingga budaya tersebut memiliki roh atau nafas Islam.
Budaya-budaya tersebut sudah diketahui bersama oleh masyarakat Indonesia dan hal itu masih bertahan hingga saat ini, seperti tahlilan, pengajiyan Bersama, maulid Nabi Muhammad dan budaya-budaya lainya. Dari contoh budaya tersebut sudah nyata bahwa hal itu dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat perkampungan dan memang dilakukan lebih dari tiga orang dalam suatu acara budaya tersebut.
Ketika masyarakat dihimbau untuk tidak berkumpul atau menciptakan keramaian, maka sangat sulit untuk dilakukan karena budaya tersebut sudah mengakar di lingkungan masyarakat perkampungan. Masyarakat saling bergantian mengadakan acara-acara seperti diatas.
Ketiga aspek diatas adalah suatu kondisi yang memang menjadi pertimbangan oleh masyarakat perkampungan dalam menyikapi berbagai Himbauan dari pemerintah. Disadari ataupun tidak bahwa masyarakat dan pemerintah sama-sama memiliki cara masing-masing dan cara yang berbeda-beda namun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk  mencegah COVID-19.
Maka dengan adanya tulisan ini sebenarnya bukan bermaksud memprovokasi antara kedua belah pihak melainkan agar kita sama-sama mengerti maksud dan tujuan antara masyarakat dan pemerintah  mengenai penanganan wabah COVID-19 ini yang telah menyerang di berbagai wilayah di Indonesia untuk saling mengerti satu sama lain agar wabah ini cepat purna dari ibu Pertiwi ini.
Sumenep, 04 Ramadhan 1441