Mohon tunggu...
Muh Luthfi
Muh Luthfi Mohon Tunggu... Penulis - Yakin usaha sampai

Hidup mulia atau mati syahid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tasawuf Masyarakat Kampung Mencegah Covid-19

27 April 2020   16:48 Diperbarui: 27 April 2020   16:48 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika dilihat secara teologis, masyarakat perkampungan masih bisa dikatakan sebagai masyarakat yang masih tetap teguh dalam menjalankan, mengajarkan, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam, ajaran Islam sangatlah kental dan menjadi landasan dalam setiap aktivitasnya yang dilakukan oleh masyarakat perkampungan. Sehingga dalam mengambil segala bentuk kebijakan atau keputusan dalam kehidupan penuh dengan nilai-nilai keislaman termasuk dalam menangani dan mencegah virus Covid-19.

Sebagai mana telah dikemukakan diatas antara sikap pemerintah dan sikap masyarakat perkampungan dalam menyikapi virus Corona berbeda namun tidak berlawanan. 

Hal itu karena secara teologis Masyarakat perkampungan memliki keyakinan bahwa segalanya harus menggantungkan diri kepada sang maha kuasa, masyarakat meyakini bahwa jiwa raga hanya milik Allah, hidup dan mati memang sudah ditentukan oleh sang maha pencipta,  masyarakat rela gugur dalam perjuangan mendekatkan diri kepada Allah dibanding harus menyerah terhadap makhluknya yang menghambat pendekatan diri antara hamba dan Tuhannya, masyarakat meyakini bahwa hadirnya Covid-19 merupakan bagian dari mahluk Allah SWT yang diturunkan sebagai cobaan atau ujian atau sebagai peringatan kepada hambanya agar senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Keyakinan yang seperti itu membuat masyarakat sabar, ikhlas dan tenang dalam menghadapi COVID-19.

Kesabaran, keikhlasan, ketenangan (tidak panik) adalah perisai pertama dalam mendorong semangat ikhtiar menghadapi problematika kehidupan termasuk menghadapi wabah atau penyakit sebagaimana Ibnu Sina mengatakan bahwa kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan. Dan hal itu juga merupakan bagian dari himbauan tim kesehatan agar tetap selalu tenang dalam menghadapi semua ini.

Sebenarnya yang menjadi letak permasalahan bagi masyarakat perkampungan bukan hanya masalah COVID-19 melainkan juga himbauan pemerintah yang membatasi ruang gerak masyarakat dalam beribadah di masjid atau di tempat peribadatan yang lain, di himbau untuk tidak berjabat tangan (bersalaman), dihimbau untuk tidak berkumpul yang bisa membuat keramaian dan lain sebagainya.

Sedangkan Himbauan pembatasan ruang gerak ibadah ditempat peribadatan, masyarakat meyakini bahwa ini adalah proses dimana bisa mengikis sendi-sendi beragama karena ibadah ditempat peribadatan adalah upaya mendekatkan diri kepada sang pencipta, upaya memantapkan keimanan, upaya mendapatkan ketenangan karena ditempat ibadahlah segala urusan tak terpikirkan terkecuali hanya bertafakur kepada sang pencipta langit dan bumi.

Himbauan untuk tidak berjabat tangan (bersalaman), justru masyarakat berfikir Underdogs karena masyarakat berkeyakinan bahwa berjabat tangan (bersalaman) adalah bagian dari doa keselamatan, doa kesehatan sesama saudara seiman. Himbauan tidak berkumpul di keramaian atau mebuat keramaian masyarakat meyakini bahwa berkumpul itu adalah bagian dari silaturrahmi dengan saudara, dengan tetangga, dengan sahabat-sahabat dalam rangka mempererat tali silaturahmi, mempererat tali persaudaraan.

2. Aspek budaya

Dilihat secara aspek budaya, terlihat bahwa wajah Indonesia yang sesungguhnya yang masih tersisa sampai sekarang masih berada di masyarakat perkampungan, Hal itu bisa dilihat dari budaya gotong royong dalam berkehidupan kebangsaan. artinya adalah bahwa budaya asli Indonesia sejak dari dulu memang budaya gotong royong yang sekarang masih hidup ditengah-tengah masyarakat perkampungan, sebaliknya budaya individualistik juga mulai menyebar di kalangan masyarakat. 

Padahal Budaya individualistik membuat individu dengan individu yang lain terpisah, tetangga yang satu dengan yang lainnya saling tidak mengenal satu sama lain, dan budaya individualistik sebenarnya bukanlah budaya asli yang ada di Indonesia melainkan ia adalah budaya import dari luar.

Budaya gotong royong di masyarakat perkampungan hingga saat ini masih asri dan indah, keindahan tersebut bisa di lihat dalam berbagai aspek kehidupan yang hampir semuanya dilakukan dengan gotong royong dan saling bahu membahu dan saling tolong menolong antar masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun