Mohon tunggu...
Muhlis SEI
Muhlis SEI Mohon Tunggu... -

"Teruslah berbuat baik walau manusia menghujat, teruslah berkarya walau tak ada yang melihat, Allah bersama orang-orang yang taat" (Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Selanjutnya

Tutup

Money

Kebijakan Fiskal dalam Sistem Ekonomi Islam

24 Februari 2017   09:57 Diperbarui: 24 Februari 2017   10:21 4246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kebijakan fiskal merupakan suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Namun kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang yang beredar. Akan tetapi, kebijakan fiskal lebih menekankan terhadap pengaturan pendapatan, pengeluaran  atau belanja pemerintah.

System ekonomi islam kebijakan fiskal lebih di kenal dengan Baitul Mal yaitu pos yang di khususkan untuk semua pemasukan atau pengeluaran harta yang menjadi hak kaum muslim. Setiap harta yang menjadi hak kaum muslim, sementara pemiliknya tidak jelas maka hak tersebut menjadi hak Baitul Mal, dan bahkan pemiliknya jelas sekalipun.  Dalam islam harta tersebut apabila telah diambil maka telah menjadi hak Baitul Mal, baik harta itu dimasukkan ke dalam kasnya maupun tidak. Sebab, Baitul Mal merupakan sebuah pos bukan tempat. Dan dalam segi pemasukan dan pengeluaran dalam sistem islam sangatlah berbeda di bandingkan dengan pemasukan dan pengeluaran dalam sistem kapitalis. Misalkan dalam segi pemasukan dalam islam yang sumbernya dari: fa’I, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah dan pemasukan dari umum dengan berbagai macam bentuknya.

Menurut buku hasil karya Dwi Condro Triono yang berjudul Ekonomi Islam Madzhab Hamfara  cetakan pertama disebutkan bahwa islam telah membagi tentang kepemilikan yaitu di bagi atas 3 (tiga) bagian (An-Nabhanib, 1990):

  • Kepemilikan Individu
    Kepemilikan individu dapat didefinisikan sebagai hokum syariat yang berlaku bagi zat atau manfaat tertentu, yang memungkinkan bagi yang memperolehnya untuk memanfaatkannya secara langsung atau mengambil konpensasi ('iwad) dari barang tersebut. Adapun yang menjadi sebab-sebab kepemilikan individu yaitu: Bekerja (menghidupkan tanah mati, menggali kandungan bumi, berburu, samsarah, mudharabah, musaqat, ijaratul ajir), Kebutuhan harta untuk menyambung hidup, Pemberian harta negara kepada rakyat, Harta yang diperoleh tanpa konpensasi tenaga dan harta.
  • Kepemilikan Umum
    Kepemilikan umum adalah ijin Asy-Syari’ kepada suatu komunitas untuk bersama-sama memanfaatkan suatu benda. Benda-benda yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang dinyatakan As-Syari’ di peruntukkan bagi suatu komunitas dan mereka saling membutuhkan. As-Syari’melarang benda tersebut di kuasai oleh seorang saja. Yang termasuk ke dalam kepemilikan umum yaitu ada 3 bagian:
    Pertama,Barang kebutuhan umum seperti: Sumber daya air. Sumber daya hutan, padang rumput. Sumber daya energi: minyak bumi, gas, batu bara, uranium. Kedua,Barang tambang besar seperti: Tambang emas, Tambang perak, Tambang tembaga, Tambang nikel, Tambang bauksit, Tambang bijih besi, Tambang timah, Tambang kuarsa. Ketiga,sumber daya alam seperti: Jalan, Jembatan, Sungai, Danau, Gunung, Bukit, Laut, Pantai.
  • Kepemilikan Negara
    Harta milik Negara adalah harta yang tidak termasuk kategori milik umum melainkan milik pribadi, namun barang-barang tersebut terkait dengan hak kaum muslimin secara umum. Pengelolaan sepenuhnya menjadi wewenang kepala Negara (khalifah), yaitu menurut pandangan dan ijtihad khalifah. Yang termasuk dalam kepemilkan ini yaitu: Jizyah, Ghanimah, Fa’i, Kharaj, ‘Usyur, Khumus (seperlima) rikaz.

Dari pemaparan tentang kepemilikan diatas kita dapat mengetahui bahwa 3 (tiga) kepemilikan tersebut yang juga akan menjadi sumber pendapatan dan pengeluaran Negara.

Dalam pandangan sistem ekonomi islam kebijakan fiskal ini lebih di kenal dengan Baitul Mal, yang jauh berbeda dengan pandangan kapitalis. Menurut Abdul Qadim  Zallum dalam bukunya yang berjudul Al-Amw’al f’i Daulah al-Khil’afah (Sistem Keuangan Negara Khilafah) menjelaskan tentang kebijakan fiskal menurut pandangan islam.

Sejarah Berdirinya Baitul Mal

Baitul Mal adalah tempat penampungan dan pengeluaran harta, yang merupakan bagian dari pendapatan negara. Baitul Mal sebagai sebuah lembaga didirikan pertama kalinya setelah turunnya firman Allah Swt yakni di Badar setelah perang, dan saat itu para sahabat berselisih tentang ghanimah: Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman."(TQS. al-Anfal [8]: 1)

Diriwayatkan dari Said bin Zubair yang berkata: ‘Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang surat al-Anfal, maka dia menjawab: ‘surat al-Anfal turun di Badar.’ Ghanimah Badar merupakan harta pertama yang diperoleh kaum Muslim setelah ghanimah yang didapat dari ekspedisi (sarayah) Abdullah bin Jahsyi. Pada saat itu Allah menjelaskan hukum tentang pembagiannya dan menjadikannya sebagai hak seluruh kaum Muslim. Selain itu, Allah juga memberikan wewenang kepada Rasul saw untuk membagikannya dengan mempertimbangkan kemaslahatan kaum Muslim, sehingga ghanimah tersebut menjadi hak Baitul Mal. Pembelanjaan harta tersebut dilakukan oleh Khalifah sesuai dengan pendapatnya dalam rangka merealisasikan kemaslahatan mereka (kaum Muslim).

Handhalah bin Shaifiy yang merupakan salah seorang penulis Rasulullah saw meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: Tetapkanlah dan ingatkanlah aku (laporkanlah kepadaku) atas segala sesuatunya.Hal ini beliau ucapkan tiga kali. Handhalah berkata,Suatu saat pernah tidak ada harta atau makanan apapun padaku selama tiga hari, lalu aku laporkan kepada Rasulullah (keadaan tersebut). Rasulullah sendiri tidak tidur, sementara di sisi beliau tidak ada apapun’.

Biasanya Rasulullah saw membagi-bagikan harta pada hari itu juga. Hasan bin Muhammad menyatakan, “Bahwasanya Rasulullah saw tidak pernah menyimpan harta, baik siang maupun malam.” Dengan kata lain, apabila harta itu datang pada pagi hari, tidak sampai setengah hari harta tersebut sudah habis dibagikan. Demikian juga jika harta itu datang di siang hari, maka tidak pernah sampai tersisa hingga malam harinya. Karena itu, tidak pernah ada harta tersisa yang memerlukan tempat penyimpanan atau arsip tertentu.

Hal tersebut masih terus berlangsung ketika Abu Bakar menjadi khalifah, namun setelah Abu Bakar wafat, ke khalifahan tersebut di gantikan oleh Umar bin Khattab. Saat itu juga ia mengumpulkan para bendaharawan serta memasuki rumah Abubakar, seraya membuka Baitul Mal. Ia hanya mendapatkan satu dinar di dalamnya, itupun terjadi karena kelalaian petugasnya. Ketika pembebasan-pembebasan (futuhat) wilayah lain semakin banyak pada masa Umar, dan kaum Muslim berhasil membebaskan negeri Persia dan Romawi, maka semakin banyak pula harta yang mengalir ke kota Madinah. Khalifah Umar lalu membuat bangunan khusus untuk menyimpan harta (Baitul Mal), membentuk bagian-bagiannya, mengangkat para penulisnya, menetapkan santunan untuk para penguasa dan untuk keperluan pembentukan tentara. Meski kadangkadang ia menyimpan seperlima bagian dari harta ghanimah di masjid, akan tetapi dia akan segera membagi-bagikannya juga tanpa ditundatunda lagi. Ibnu Abbas berkata: ‘Umar pernah memanggilku. Ketika itu di hadapannya ada emas terhampar di lantai masjid, maka ia berkata: ‘Kemarikan emas itu dan bagikan kepada rakyat. Sesungguhnya Allah lebih Mengetahui telah terjadinya penahanan emas ini pada masa Nabi-Nya dan masa Abubakar.’ Lalu diberikannya pula kepadaku, apakah kebaikan atau keburukan yang dikehendaki-Nya’. Abdurahman bin Auf berkata: ‘Umar pernah mengutusku, ketika itu ia sudah terbungkuk (tua), lalu aku masuk dan ia menarik tanganku masuk ke dalam sebuah ruangan. Pada saat itu keadaannya sudah lemah, ia berkata: ‘Inilah lemahnya keluarga al-Khaththab di hadapan Allah, demi Allah seandainya kami memuliakan-Nya, maka jika kedua sahabatku (Muhammad saw. dan Abubakar) melaksanakan suatu perkara niscaya aku (pasti) mengikutinya.’ Selanjutnya Abdurrahman berkata: ‘Ketika aku melihat apa yang dibawa Umar, maka aku katakan: ‘Duduklah bersama kami wahai Amirul Mukminin, mari kita bertukar pikiran’. Ia berkata, lalu kami duduk dan menuliskan nama-nama penduduk Madinah, orang-orang yang berjuang di jalan Allah, isteri-isteri Rasul saw. dan yang selain dari itu.

Dengan demikian, jelaslah bahwa kaum Muslim harus memiliki Baitul Mal. Yaitu tempat yang di dalamnya terkumpul harta, di dalamnya terjaga bagian-bagiannya, dikeluarkan darinya santunan bagi para penguasa dan dibagikan harta kepada orang-orang yang berhak menerimanya.

Bagian-Bagian Baitul Mal

Ad-Diwan (bagian-bagian dari lembaga) adalah suatu tempat di mana para penulis administrasi Baitul Mal berada, dan digunakan untuk keperluan penyimpanan arsip-arsip. Kadangkala yang dimaksud ad-diwan adalah arsip-arsip itu sendiri, sehingga ada saling keterkaitan di antara kedua makna ini.

Bagian-bagian Baitul Mal yang Paling Awal Terbentuk

Bagian-bagian Baitul Mal yang paling awal terbentuk serta pengkhususan tempat tertentu untuk menjaganya, terjadi pada masa kekhilafahan Umar bin al-Khaththab, yaitu pada tahun 20 Hijriyah. Pada masa Rasulullah saw Baitul Mal belum memiliki bagian-bagian tertentu, walaupun beliau telah mengangkat para penulis yang bertugas mencatat harta, keadaan seperti ini juga terjadi pada kekhalifahan Abu Bakar.

Penyebab utama munculnya pemikiran untuk membentuk bagian-bagian Baitul Mal adalah peristiwa saat Abu Hurairah menyerahkan harta yang banyak kepada Khalifah Umar bin Khaththab yang diperolehnya dari Bahrain. Pada saat itu Umar bertanya kepadanya: ‘Apa yang engkau bawa ini?’ Abu Hurairah menjawab: ‘Aku membawa (harta) 500 ribu dirham’. Umar berkata lagi kepadanya: ‘Apakah engkau sadar apa yang engkau katakan? Mungkin engkau sedang mengantuk, pergi tidurlah hingga subuh.’ Ketika esoknya Abu Hurairah kembali kepada Umar maka beliau berkata kepadanya: ‘Berapa banyak uang yang engkau bawa?’ Abu Hurairah menjawab: ‘500 ribu dirham’ Umar berkata lagi: ‘Apakah (benar-benar) sebanyak itu ?’ Abu Hurairah menjawab: ‘Aku tidak tahu kecuali memang begitu’. Kemudian Umar naik mimbar, memuji Allah dan mengagungkan-Nya, seraya berkata: ‘Wahai manusia, sungguh telah datang kepada kita harta yang banyak, apabila kalian berkehendak terhadap harta itu, maka kami akan menimbangnya bagi kalian, dan apabila kalian ingin kami menghitungnya maka kami akan melakukannya untuk kalian’. Seorang laki-laki berkata: ‘Wahai Amirul Mukminin, buatlah bagian-bagian Baitul Mal untuk masyarakat, sehingga mereka dapat mengambil bagiannya dari sana.’ Al-Waqidi berkata, bahwa Umar bin Khaththab bermusyawarah dengan kaum Muslim dalam pembentukan bagianbagian Baitul Mal tersebut. Pada saat itu Ali berkata kepadanya: ‘Bagikanlah olehmu harta yang terkumpul kepadamu setiap tahun dan janganlah engkau tahan dari harta itu sedikitpun’. Utsman berkata: ‘Aku melihat harta yang banyak yang akan menghampiri manusia, jika mereka tidak diatur sampai diketahui mana orang yang sudah mengambil bagiannya dan mana yang belum, maka aku khawatir hal ini akan mengacaukan urusan.’ Al-Warid bin Hisyam bin al-Mughirah berkata: ‘Ketika aku di Syam, aku melihat raja-rajanya membuat bagian tertentu pada kas negaranya serta membentuk struktur tentaranya dan hal tersebut senantiasa terjadi demikian.’ Mendengar keterangan tersebut, maka Khalifah Umar menyetujuinya. Kemudian ia memanggil beberapa orang keturunan Quraisy, yaitu ‘Uqail bin Abi Thalib, Mukharamah bin Naufal dan Jabir bin Muth’im, dan Umar berkata kepada mereka: ‘Tulislah oleh kalian nama seluruh orang berdasarkan kabilah-kabi-lahnya.’ Mereka melaksanakan perintah tersebut dengan memulai penulisan dari Bani Hasyim, kemudian Abubakar dan kaumnya, Umar dan kaumnya serta diikuti dengan kabilah-kabilah lainnya. Setelah itu mereka menyerahkannya kepada Umar. Ketika Umar melihat hal itu beliau berkata: ‘Tidak, bukan ini yang aku maksud, tapi mulailah dari kerabat Rasulullah saw, yaitu yang paling dekat kepada beliau, maka tulislah kedudukannya itu sehingga kalian dapat menempatkan Umar sebagaimana Allah Swt telah menetapkannya.’

Adapun pencatatan yang ada pada saat itu mulai dari pemasukan maupun pengeluarannya di tulis dalam bahasa mereka masing-masing, ada yang di tulis dalam bahasa Persia, Romawi, dan bahasa Arab.

Pembagian Dewan Baitul Mal

Baitul Mal terdiri dari dua bagian pokok, pendapatan Negara dan belanja Negara. 

  1. Pendapatan Negara
    Di dalamnya tercakup bagian-bagian yang sesuai dengan jenis hartanya.
    • Bagian Fai dan Kharaj
      Bagian ini menjadi tempat penyimpanan dan pengaturan arsiparsip pendapatan negara. Meliputi harta yang tergolong fai bagi seluruh kaum Muslim, dan pemasukan dari sektor pajak (dlaribah) yang diwajibkan bagi kaum Muslim tatkala sumber-sumber pemasukan Baitul Mal tidak cukup untuk memenuhi anggaran belanja yang bersifat wajib, baik dalam keadaan krisis maupun tidak. Untuk keperluan ini dikhususkan suatu tempat di dalam Baitul Mal dan tidak dicampur dengan harta lainnya. Ini karena harta tersebut digunakan secara khusus untuk mengatur kepentingan kaum Muslim serta kemaslahatan mereka sesuai pendapat dan ijtihad Khalifah. Bagian fai dan kharaj ini tersusun dari beberapa seksi sesuai dengan harta yang masuk ke dalamnya, dan jenis-jenis harta tersebut, yaitu: Seksi ghanimah, mencakup ghanimah, anfal, fai dan khumus; Seksi kharaj; Seksi status tanah, mencakup tanah-tanah yang dibebaskan secara paksa (‘unwah), tanah ‘usyriyah, as-shawafi, tanah-tanah yang dimiliki negara, tanah-tanah milik umum dan tanah-tanah terlarang (yang dipagar); Seksi jizyah; Seksi fai, yang meliputi data-data pemasukan dari (harta) as-shawafi, ‘usyur, 1/5 harta rikaz dan barang tambang, tanah yang dijual atau disewakan, harta as-shawafi dan harta waris yang tidak ada pewarisnya; Seksi pajak (dlaribah).
    • Bagian Pemilikan Umum
      Bagian ini menjadi tempat penyimpanan dan pencatatan hartaharta milik umum. Badan ini juga berfungsi sebagai pengkaji, pencari, pengambilan, pemasaran, pemasukan dan yang membelanjakan dan menerima harta-harta milik umum. Untuk harta benda yang menjadi milik umum, dibuat tempat khusus di Baitul Mal, tidak bercampur dengan harta-harta lainnya. Ini karena harta tersebut milik seluruh kaum muslim. Khalifah menggunakan harta ini untuk kepentingan kaum muslim berdasarkan keputusan dan ijtihadnya, dalam koridor hukumhukum syara’. Bagian pemilikan umum dibagi menjadi beberapa seksi berdasarkan jenis harta pemilikan umum, yaitu: Seksi minyak dan gas, Seksi listrik, Seksi pertambangan, Seksi laut, sungai, perairan dan mata air, Seksi hutan dan padang (rumput) gembalaan, Seksi tempat khusus (yang diambil alih dan dipagar bagi negarapen).
    • Bagian Shadaqah
      Bagian ini menjadi tempat penyimpanan harta-harta zakat yang wajib, beserta catatan-catatannya. Seksi-seksi dalam bagian (harta) shadaqah ini disusun berdasarkan jenis harta zakat, yaitu: Seksi zakat uang dan perdagangan, Seksi zakat pertanian dan buah-buahan, Seksi zakat (ternak) unta, sapi, dan kambing.

      Untuk pos harta zakat ini dibuatkan tempat khusus di Baitul Mal, dan tidak bercampur dengan harta-harta lainnya. Karena Allah Swt telah menentukan orang-orang yang berhak menerima zakat hanya pada delapan golongan saja. Sebagaimana firman Allah Swt:
      Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. At-Taubah [9]: 60)
      Harta zakat tidak boleh dialokasikan kepada selain delapan golongan tesebut.

  2. Belanja Nrgara
    Bagian belanja negara dan harta yang harus dibelanjakan oleh Baitul Mal untuk berbagai keperluan yang mencakup pembiayaan bagian-bagian Baitul Mal itu sendiri, seksiseksinya, dan biro-biro berikut ini:
  • Seksi Dar al-Khilafah, yang terdiri dari: Kantor Khilafah, Kantor Penasihat (Mustasyaarin), Kantor Mu’awin Tafwidl, Kantor Mu’awin Tanfidz.
  • Seksi Mashalih ad-Daulah, yang terdiri dari: Biro Amir Jihad, Biro para Wali (Gubernur), Biro para Qadli, Biro Mashalih ad-Daulah, seksi-seksi dan biro-biro lain, serta fasilitas umum.
  • Seksi Santunan : Seksi ini merupakan tempat penyimpanan arsip-arsip dari kelompok masyarakat tertentu yang menurut pendapat Khalifah berhak untuk memperoleh santunan dari negara. Seperti orang-orang fakir, miskin, yang dalam keadaan sangat membutuhkan, yang berhutang, yang sedang dalam perjalanan, para petani, para pemilik industri, dan lain-lain yang menurut Khalifah mendatangkan maslahat bagi kaum Muslim serta layak diberi subsidi. Tiga seksi tersebut (a, b dan c) memperoleh subsidi dari badan fai dan kharaj.
  • Seksi Jihad, meliputi: Biro pasukan, yang mengurus pengadaan, pembentukan, penyiapan dan pelatihan pasukanBiro persenjataan (amunisi). Biro industri militer.
  • Biro-biro ini dibiayai dari pendapatan yang diperoleh seluruh bagian dari Baitul Mal (yaitu dari bagian fai dan kharaj, pemilikan umum, dan zakat). Demikian pula biro-biro ini dibiayai dari harta pemilikan umum yang dikuasai negara dan juga dari pendapatan zakat, karena termasuk ke dalam salah satu golongan (fi sabiilillah) dari delapan golongan yang terdapat dalam QS. At-Taubah ayat 60.
  • Seksi Penyimpanan Harta Zakat: Badan ini dibiayai dari pendapatan seksi zakat dalam kondisi adanya harta (zakat).
  • Seksi Penyimpanan Harta Pemilikan Umum: Seksi ini dibiayai dari pendapatan pemilikan umum berdasarkan pendapat Khalifah sesuai ketentuan hukum-hukum syara’.
  • Seksi Urusan Darurat/Bencana Alam (ath-Thawaari): Seksi ini memberikan bantuan kepada kaum muslim atas setiap kondisi darurat/bencana mendadak yang menimpa mereka, seperti gempa bumi, angin topan, kelaparan dan sebagainya. Biaya yang dikeluarkan oleh seksi ini diperoleh dari pendapatan fai dan kharaj, serta dari (harta) pemilikan umum. Apabila tidak terdapat harta dalam kedua pos tersebut, maka kebutuhannya dibiayai dari harta kaum muslim (sumbangan sukarela atau pajak).
  • Seksi Anggaran Belanja Negara (al-Muwazanah al-Ammah), Pengendali Umum (al-Muhasabah al-Ammah) dan Badan Pengawas (al-Muraqabah).
  • Al-Muwazanah al-Ammah adalah badan yang mempersiapkan anggaran pendapatan dan belanja negara yang akan datang sesuai dengan pendapat Khalifah-, yang berkaitan dengan besar kecilnya pendapatan dan pembelanjaan harta yang dimiliki negara. Al-Muhasabah al-Ammah adalah badan yang mengendalikan semua harta negara. Dengan kata lain merupakan badan yang bertugas memeriksa harta Negara dari segi keberadaannya, keperluannya, pendapatannya, pembelanjaannya, realisasinya dan pihak-pihak yang berhak menerimanya. Al-Muraqabah adalah badan yang bertugas mengawasi dan meneliti secara mendalam bukti-bukti hasil pemeriksaan harta negara dan peruntukannya dari al-Muhasabah al-Ammah.
    Inilah bagian-bagian keuangan negara Khilafah secara umum. Adapun dalil keberadaannya adalah bahwasanya bagian-bagian ini merupakan salah satu bentuk dari urusan administrasi dan tergolong sarana yang akan mempermudah melakukan aktivitas kenegaraan. Rasulullah saw telah mengatur masalah adminisrasi negara secara langsung oleh beliau sendiri, dan beliau juga mengangkat para penulis untuk urusan tersebut. Hal ini beliau lakukan, baik yang berhubungan dengan urusan harta maupun urusan lainnya. Telah diungkapkan sebelumnya dalam pembahasan ‘Bagian-bagian Baitul Mal yang Paling Awal Terbentuk’ tentang kenyataan bahwa Rasulullah saw mengangkat mereka sebagai penulis untuk urusan harta.
    Harus diperhatikan pula, bahwa seluruh ayat dan hadits yang membolehkan harta anfal, ghanimah, fai, jizyah dan kharaj serta menjadikannya sebagai hak kaum Muslim dari orang-orang kafir; demikian juga semua ayat dan hadits yang menunjukkan wajibnya zakat (termasuk peruntukannya) dan harta pemilikan umum; seluruhnya menunjukkan dengan dalalatu al-iltizam tentang bolehnya menetapkan bentuk administrasi tertentu yang digunakan untuk pengambilan, penyimpanan, penulisan, pembelanjaan dan pembagian harta. Ini karena bentuk-bentuk administrasi tersebut merupakan cabang dari permasalahan pokok, sehingga bisa dimasukkan di dalamnya. Karena itu, urusan ini merupakan hal yang mubah bagi Khalifah untuk menggunakan dan mengadopsinya sesuai dengan pendapatnya, bahwa hal tersebut adalah berguna untuk pengaturan cara pendapatan, pengendalian, pemeliharaan, pendistribusian serta pembelanjaan harta. Kenyataannya, hal ini (penggunaan dan pengadopsian bagian-bagian dari Baitul Mal) telah terjadi pada masa Khulafa ar-Rasyidin. Dan semua itu berlangsung dengan disaksikan dan diketahui (didengar) para sahabat tanpa ada penolakan seorang pun dari mereka.

Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan fiskal pada zaman dahulu yang apabila diterapkan pada saat ini juga akan mensejahterakan rakyat. Kebijakan fiskal dalam negara khilafah bukan untuk menyengsarakan rakyat akan tetapi, demi mensejahterakan rakyatnya tidak semata-mata demi kepentingan diri masing-masing. Dalam negara islam hukum yang digunakan yaitu hukum yang datangnya dari Allah subhanahu wata’ala (al-quran dan as-sunah) bukan hukum yang di buat oleh manusia. Sehingga memang benar-benar terbukti bahwa dengan adanya Baitul Mal yang sistemnya tidak lain adalah islam, maka masyarakat dapat merasakan kesejahteraan, dan tidak akan ada yang terdzalimi baik itu Negara maupun maasyarakat. Oleh karena itu, jika Indonesia dalam membuat kebijakan baik itu kebijakan moneter maupun kebijakan yang lainnya dan yang terutama kebijakan fiskal dengan menggunakan sistem ekonomi islam maka segala sesuatunya akan tergerakkan dengan dilandasi hokum-hukum yang benar.

Refrensi: 

Zallum, Abdul Qadim, 2009, Sistem Keuangan Negara Khilafah,HTI-Press, Jakarta Selatan, Cet. 1.

An-Nabhanib, Taqyuddin, 1990, Nizamul-Iqtisady fil-Islam, Darul Ummah, Beirut, Libanon, Cet. IV.

Triono, Dwi Condro, 2011, Ekonomi Islam Madzhab Hamfara, Irtikaz, Yogyakarta, Cet. 1.

http://ekonomsyariah.wordpress.com/2012/01/05/politik-kebijakan-fiskal-dalam-ekonomi-islam.html

http://www.bukabuku.com/browse/bookdetail/26120/kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-ekonomi-islam.html

http://fileperbankansyariah.blogspot.com/2011/03/kebijakan-fiskal-dalam-perekonomian.html

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/kebijakan-fiskal-dalam-ekonomi-islam.html

staff.ui.ac.id/internal/0600500045/material/S1Pertemuan7.ppt

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun