Terlebih, Sandi juga kerap terekspose (diekspose?) sebagai sosok muda modern dan suka olahraga. Selalu tampil trendy dan 'anak muda banget'.
Ia menutupi 'kelemahan' Prabowo yang juga terlalu jauh (rentang usianya) dari kelompok millenial. Dimana mantan Danjen Kopassus ini lahir pada 17 Oktober 1951.
So, kalau Jokowi-Ma'ruf 'maksa millenial', Prabowo-Sandi sebaliknya. Tetapi pasangan ini terkesan 'ngotot nyantri'.
Kalangan santri jelas tak bisa terabaikan. Berbagai keunggulan komparatif ada di kelompok anak muda yang lekat dengan citra pondok pesantren, anak muda agamis, dan anak muda harapan bangsa.
Dalam banyak indikator, kesan santri sudah sangat kentara lekat dan dekat ke Jokowi-Ma'ruf. Bukan faktor Jokowi, melainkan faktor Ma'ruf Amin.
Beliau dikenal sebagai ulama kharismatik. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Rois 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dan lekat dengan citra masyarakat sarungan.
Ini yang tak dimiliki Prabowo-Sandi. Tapi, bukan politik namanya kalau tidak ngotot. Maka Sandi pun jadi 'dipaksa ngotot nyantri'.
"Saya kira beliau (Sandiaga) memang hidup di alam modern, tetapi beliau melewati proses spiritualisasi dan islamisasi. Sehingga saya bisa katakan saudara Sandiaga Uno sebagai sosok santri di era post-islamisme," kata Presiden PKS Sohibul Iman, Kamis (9/8/2018) di Jakarta
Sementara dari rekam pendidikannya, Sandi sama sekali tak pernah jadi santri. SD PSKD Bulungan, SMPN 12 Wijaya, SMA Pangudi Luhur, Bachelor of Business Administration, The Wichita State University, Kansas, AS. Terakhir Master of Business Administration, The George Washington Univ. Washington, AS.
Jadinya, kesannya cukup kentara. Pilpres 2019: Jokowi-Sandi 'maksa millenial' & dan Prabowo-Sandi 'ngotot nyantri'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H