Dalam beberapa waktu terakhir, istilah lipstick effect semakin akrab di telinga kita, baik dari obrolan para ekonom maupun para pelaku UMKM di Indonesia. Istilah ini pertama kali muncul dari pengamatan Leonard Lauder, mantan CEO Este Lauder, yang melihat tren naiknya penjualan lipstik di masa resesi.
 Fenomena ini terjadi karena, walaupun banyak orang memilih untuk memangkas pengeluaran barang-barang mahal, mereka tetap mencari "pelipur lara" lewat belanja kecil yang bikin bahagia.Â
Bukan cuma soal kosmetik, lipstick effect juga menggambarkan bagaimana psikologi konsumen bekerja. Saat stres atau tertekan, banyak orang mencari cara buat merasa lebih baik. Jadi, membeli barang kecil tapi bikin happy jadi semacam "pelarian manis" di tengah ketidakpastian ekonomi.
Di Indonesia, fenomena ini jelas terasa di sekitar kita. Meski kondisi ekonomi lagi berat, minat konsumen buat hal-hal yang kasih "kebahagiaan kecil" ternyata masih tinggi. Misalnya, tiket konser masih laku keras meskipun harganya tidak murah, produk skincare tetap jadi incaran, dan lifestyle unik seperti boneka Labubu masih jadi rebutan di pasar. Belum lagi tren healing domestik yang ramai dipilih buat alasan "self-care" dan "mental health." Fenomena ini menunjukan kalau meskipun ekonomi lagi lesu, orang-orang tetap butuh pengalaman atau produk yang kasih "feel good vibes."
Padahal, di tengah inflasi yang tinggi, daya beli masyarakat sebetulnya menurun. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pun agak melambat di kuartal terakhir. Banyak rumah tangga mengencangkan ikat pinggang, beralih ke pilihan lebih hemat buat kebutuhan sekunder. Tapi, belanja barang-barang kecil yang kasih kebahagiaan instan? Itu tetap jalan terus
Peluang bagi para UMKM
Dalam video youtube pada channel marketeers TV, iwan setiawan (seorang marketeer panutan) telah menjelaskan peluang para umkm untuk menghadapi fenomena ini
- Pilih Produk yang Bisa Dijadikan "Produk Lipstik"
Identifikasi satu produk dalam portofolio yang memenuhi dua kriteria: pertama, harganya harus terjangkau, meski tidak harus murah, namun dapat diakses oleh banyak orang. Kedua, produk tersebut mampu memberikan kebahagiaan atau kenyamanan bagi konsumen. Contohnya bisa berupa roti dari toko roti, minuman dari kafe, atau layanan perawatan sederhana dari salon.
- Temukan Sudut Komunikasi yang Emosional
Fokus pada manfaat emosional produk daripada aspek harga. Gunakan kata-kata yang menggugah, seperti "manjakan diri dengan treatment kami," "cinta diri dengan produk skincare kami," atau "kenikmatan dalam secangkir kopi." Tunjukkan bahwa produk tersebut dapat memberikan rasa bahagia dan kesenangan kecil, meski dengan harga yang terjangkau.
- Buat Penawaran Edisi Terbatas