Mulailah mereka berkendara. Keliling kota. Pakai sepeda motor bebek yang baru dibelinya.
Hingga pada akhirnya sampailah mereka di jembatan layang. Ada rambu sepeda motor dan truk di larang  melalui jembatan layang. Tapi, kawan Gus Oyik terus saja melaju.
Nampak ia begitu menikmati berkendara. Gus Oyik yang diboceng pun kaget ketika tahu sepeda motor yang ditumpanginya masuk ke jalur yang tidak boleh bersepada motor. Apalagi, ....priit....di depan ada razia.
Polisi pun menghentikan sepada motor. Teman saya itu pun diminta menunjukkan kelengkapan surat. Terjadilah dialog antara polisi dan temannya Gus Oyik.
"Bapak tahu, apa pelanggaran yang telah bapak lakukan?" Tanya Si Polisi setelah sebelumnya memberikan hormat dan salam.
"Tidak tahu Pak!" Jawab teman saya.
"Bapak melanggar rambu lalu lintas. Jalur ini sepeda motor tidak boleh melintas. Jembatan ini khusus untuk kendaraan roda empat" Demikian Si Polisi menjelaskan.
"Mana yang saya langgar Pak?! Tidak ada! Bapak lihat rambu itu! Di gambar itu sepeda yang tidak boleh melintas kan yang ada tengkinya? Lha ini sepeda bebek Pak. Tidak ada tangkinya. Makanya, saya melintas di jalur ini!" jawab teman Gus Oyik dengan logat luar Jawanya yang kental.
Mendengar itu, Gus Oyik pun menahan ketawa. Tak disangka kawannya itu menjawab seperti itu.
"Saya waktu itu sudah membayangkan kawan saya itu akan berdebat dan menyangkal dengan menunjukkan bahwa ia seorang 'angkatan'!". Cerita Gus Oyik dengan gayanya yang khas.
Singkat cerita, mereka pun akhirnya dilepaskan. Tidak kena tilang. Dalam perjalanan pulang itulah Gus Oyik Bertanya: