Mohon tunggu...
Muhimmatul Ulya
Muhimmatul Ulya Mohon Tunggu... Tutor - Ibu guru, ibu 1 anak, dan penikmat puisi

Masa depan adalah milik orang-orang yang percaya dengan manisnya mimpi mereka..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku, Si Anak Paling Beruntung

4 Agustus 2023   19:30 Diperbarui: 4 Agustus 2023   19:33 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tidak tau kenapa Tuhan sebercanda itu. Dia tidak sedikitpun membiarkanku mewarisi gen kecerdasan papa dan mama. Pun setelah ribuan kali les privat yang telah kulakukan. Nyatanya, hasil ulanganku masih sama. Tujuh Puluh Lima. 

Kertas ulangan matematika itu tergeletak begitu saja. Menyisakan butiran-butiran bening yang tak berhasil aku hentikan. Mengalir deras dari kedua mataku. Bukan karena rasa perih yang diciptakan oleh lebam biru di tubuhku. Melainkan karena sakit seperti dihujam ribuan sembilu di hatiku. Ah, apa ini keberuntungan yang orang-orang sering bicarakan? Terlahir sebagai gadis kaya keturunan tunggal dari orang tua yang konon paling sempurna? Rasa-rasanya aku ingin menggugat Tuhan karena memberiku 'keberuntungan' yang memuakkan.

Aku selalu iri melihat teman-temanku. Tak ada sedikitpun raut kekhawatiran ketika menerima hasil ulangan yang diserahkan bu guru. Bahkan Reni, teman sebangkuku datang dengan binar mata bahagia. Sempat kudapati ayahnya, Pak Normin, penjual cilok yang suka mangkal di depan sekloah mengecup pipinya dengan rasa bangga.

"Hai.. apa orang tuamu tidak memarahimu?", tanyaku menyambut kedatangannya.

"Untuk apa? Aku sudah berusaha. Lagian ini hanya sekedar angka. Abang cilok tidak membutuhkan logaritma untuk menghitung kembalian pembelinya" kelekarnya sambil tertawa.

Benar. Tidak memahami sinus-cosinus bukanlah akhir dari dunia. Reni juga tidak pandai matematika, tetapi hidupnya tetap bahagia. Ah, betapa beruntungnya dia!

 Diantara 360 hari, ini adalah hari yang paling aku benci. Seperti setiap tahunnya, hari ini adalah hari pengambilan rapor pembelajaran. Setiap orang tua antusias untuk mengambil hasil pembelajaran anaknya. Tidak terkecuali orang tuaku. Aku mengintip dari balik jendela. Dan kutemukan mama di sana. Bersama orang tua lainnya. Kutajamkan pendengaranku ketika ibu guru baru saja memanggil namaku. Entah apa yang mereka bicarakan karena tak berhasil kucuri dengar. Kulihat mamaku keluar dengan wajah merah padam. Ini artinya akan ada hal buruk terjadi. Aku tau itu akan terjadi.

"Dasar bodoh. Nilai matematikamu tetap tujuh lima!"

"Kau tidak berguna!"

"...."

Mama masih berjalan di depan dengan penuh umpatan. Seperti biasa, aku mengikutinya dari belakang dengan hati tak karuan. Hingga tak kullihat sebuah motor melesat begitu cepat menyambarku yang tak siap. Tubuhku terhempas, darah mengalir deras. Dan akhirnya kata-kata yang paling kuinginkan keluar dari bibir mama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun