Mohon tunggu...
Riza Muhida
Riza Muhida Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan Peneliti

Pernah menjadi dosen di Malaysia, tahun 2004-2010, sebagai Associate Professor, di Bidang mechatronics Kemudian pulang ke Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nasib Para Diaspora Indonesia yang Bekerja dengan Prof Yohanes Surya

20 Mei 2022   08:18 Diperbarui: 20 Mei 2022   08:50 57048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi diaspora di Luar negeri sebenarnya merupakan kebanggaan bagi siapa saja, karena mereka dapat sukses bekerja di luar negeri. Akan tetapi ada pihak-pihak di dalam negeri yang berupaya mengajak agar para diaspora tersebut mau bekerja di institusinya di dalam negeri. 

Tentunya dengan tawaran yang menarik agar para diaspora tersebut mau kembali ke dalam negeri. Akan tetapi tidak semua diaspora yang kembali ke dalam negeri mendapatkan penghargaan yang baik. 

Tidak jarang penghargaan yang didapat oleh para diaspora tersebut malah menyedihkan, seperti gaji yang tidak dibayar,  ingkar janji yaitu beda antara janji yang ditawarkan dan kenyataan yang diterima, bahkan ditipu dengan kasus jual-beli tanah. 

Untuk itu para diaspora wajib mempertimbangkan dengan matang tawaran yang diberikan oleh berbagai pihak di dalam negeri ketika mereka akan memutuskan kembali ke tanah air. Apakah tawaran tersebut 'aman' bagi karirnya di kemudian hari, atau tawaran tersebut akan menjadi suatu 'jebakan' yang menyakitkan bagi mereka.

Tulisan ini dapat menjadi  sebuah panduan kepada diaspora yang sedang berada di luar negeri yang mendapat tawaran kerja di tanah air. Kadang-kadang para diaspora terpukau dengan pihak yang menawari pekerjaan di dalam negeri seperti tokoh masyarakat, menteri atau pejabat tinggi negara, sehingga mereka cepat mengambil keputusan untuk pindah ke Indonesia, akan tetapi ada  beberapa kasus 'pekerjaan' yang ditawarkan di dalam negeri nampak sebagai proyek coba-coba, berjangka pendek dan tidak berkelanjutan. sehingga akan membuat diaspora yang kembali ke tanah air ini kerepotan dikemudian hari.

Tulisan ini tidak hanya untuk para diaspora yang mendapat tawaran untuk kembali ke tanah air, tapi juga tulisan ini dialamatkan kepada para pejabat, pengusaha atau tokoh masyarakat yang berusaha membawa diaspora kembali ke tanah air. 

Tulisan ini akan  bercerita tentang pengalaman para diaspora yang kembali ke tanah air dan bagaimana nasib mereka setelah  bekerja pada lembaga pendidikan yang didirikan oleh Prof. Yohanes Surya. 

Sebelum membaca tulisan ini ada baiknya para pembaca membaca beberapa tulisan berikut, yang dapat dicari di mesin pencari internet: Pudarnya impian Yohanes Surya (majalah tempo, 24 Juli 2017); Langkah Yohanes Surya Mengatasi Krisis Universitas Surya (majalah tempo, 26 Juli 2017); Cerita Orang Tua Mahasiswa Soal Beasiswa di Universitas Surya (majalah tempo, 24 Juli 2017); Penjelasan Surya University soal Utang Rp 16 Miliar ke Bank Mandiri (Kumparan News, 27 Juli 2017); Sudah Terlilit Utang, Ahli Fisika Yohanes Surya Dipolisikan Karena Dugaan Penipuan Tanah (29 Juli 2017, Tribunnews.com); Bapak Fisika Indonesia Yohanes Surya Bernasib Memilukan, Dirinya Tersangkut Kasus Dugaan Penipuan (Tribun Timur, 29 Juli 20217); Prahara di Kampus Surya (Pusat Data Dan Analisa Tempo, 2020, ISBN: 978-623-339-911-1).

 Sebagaimana diberitakan pada artikel tersebut di atas bahwa Prof. Yohanes Surya pada tahun 2017 akan menyelesaikan masalah tertunggaknya gaji para dosen dan tenaga pendidikan di lembaga milik Prof. Yohanes Surya tersebut, akan tetapi ternyata  janji untuk menyelesaikan masalah tersebut tidak terwujud, utang terhadap gaji dosen dan tenaga kependidikan tidak dilunasi, sehingga para dosen dan tenaga kependidikan mengajukan tuntutan ke pengadilan niaga Jakarta Pusat, melalui Pengadilan PKPU dengan nomor perkara: 168/Pdt.Sus PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. 

Dimana pengadilan memutuskan pada tanggal 23 Agustus 2019, bahwa Yayasan Surya Institute yang didirikan oleh Prof. Yohanes Surya terbukti secara sah dan sederhana, memiliki utang gaji kepada para dosen dan tenaga kependidikan di Universitas Surya dan STKIP Surya, sehingga Yayasan Surya Institute berada dalam kondisi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan harus membayar utang gaji para dosen dan tenaga kependidikan yang bekerja di Universitas Surya dan STKIP Surya.  

Akan tetapi Prof. Yohanes Surya dan Yayasan Surya Intitute tidak menjalankan keputusan pengadilan PKPU tersebut untuk membayar gaji-gaji dosen dan tenaga kependidikan yang tertunggak secara tuntas. Oleh karena itu para dosen dan tenaga kependidikan akan melanjutkan perkara tersebut menuju ke pengadilan pailit. 

Ternyata perjuangan para dosen dan tenaga kependidikan untuk menuntut gaji mereka agar dibayarkan oleh lembaga pendidikan milik Prof. Yohanes Surya, sangat berat sekali.

 Pertama karena Prof. Yohanes Surya dan Pengurus Yayasan Surya Institute selalu berkelit dan mengabaikan ketika tagihan utang gaji dimintakan ke mereka, kedua proses untuk mengajukan perkara PKPU ke Pengadilan, untuk mengajukan perkara tersebut ke Pengadilan bukanlah pekerjaan  yang mudah, karena para dosen dan tenaga kependidikan harus mengumpulkan bukti-bukti,dan mengajak pengacara dan Saksi ahli yang handal, melawan Prof. Yohanes Surya dan Yayasan Surya Intitute yang juga membawa para pengacara dan saksi ahli yang juga handal. 

Belum lagi ditambah biaya dan waktu proses pengadilan yang cukup lama. Seharusnya masalah gaji dibayarkan terutama kepada para dosen dan tenaga pendidikan sesuai peraturan yang berlaku, tidak ditunda-tunda, dikurangi apalagi dicicil. Karena gaji ini dibutuhkan oleh para dosen dan keluarganya, untuk kelangsungan hidup keluarga dosen tersebut.

Siapa itu Prof. Yohanes Surya?

Prof. Yohanes Surya dikenal sebagai sebagai seorang pendidik, fisikawan, perintis Tim Olimpiade Fisika Indonesia/TOFI dan saat ini menjabat sebagai Staff Khusus/Ahli dari  Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, Jenderal TNI Luhut Binsar Pandjaitan, M.P.A. 

Selain dikenal dengan jabatan tersebut, Prof. Yohanes Surya adalah pendiri Yayasan Surya Institute, dimana Yayasan Surya Intitute ini memiliki perguruan tinggi yaitu Universitas Surya dan STKIP Surya.  

Sejak tahun 2010 hingga 2016, Prof. Yohanes Surya telah merekrut lebih dari 200 orang ilmuwan  Indonesia untuk bekerja di lembaga pendidikan yang didirikannya . Akan tetapi setelah mereka bekerja di lembaga pendidikan tersebut, ternyata gaji mereka tidak dibayar secara baik. 

Gaji yang tidak dibayarkan tersebut menjadi akumulasi utang yang belum dibayarkan sejak tahun 2014 hingga saat ini, padahal gaji dosen dan karyawan itu merupakan hak yang sangat mendasar sekali yang harus dibayarkan oleh perguruan tinggi yang didirikan oleh Prof. Yohanes Surya, apalagi Prof. Yohanes Surya sebagai seorang pendidik dan pejabat publik tentunya sadar, bahwa penundaan pembayaran gaji kepada para dosen selama bertahun-tahun adalah tindakan yang salah dan mencoreng posisinya sebagai pejabat publik. 

Kita tahu bahwa ada keinginan Bapak Presiden Joko Widodo agar banyak diaspora Indonesia yang berada di luar negeri kembali ke Indonesia untuk bekerja di dalam negeri . 

 Akan tetapi tindakan yang dilakukan oleh Prof. Yohanes Surya berlawanan dengan keinginan Bapak Presiden. Karena Prof. Yohanes Surya dalam pendirian Universitas Surya dan STKIP Surya telah merekrut banyak doktor dan profesor diaspora Indonesia di luar negeri. 

Dimana para diaspora tersebut merupakan orang-orang yang cerdas yang berasal dari berbagai perguruan tinggi terkenal seperti MIT, Harvard, Oxford, Imperial College dan lain-lain. Akan tetapi setelah para diaspora itu bekerja di STKIP Surya dan Universitas Surya mulailah gaji mereka ditunda-tunda pembayarannya hingga tidak digaji sama sekali. Akibatnya para diaspora tersebut menderita setelah mereka kembali ke Indonesia, padahal mereka telah menjual aset-aset mereka di Luar Negeri.

Bagaimana ceritanya sehingga gaji-gaji para dosen tersebut tidak dibayar dalam jangka waktu yang panjang?

Para diapora Indonesia yang sedang bekerja di Luar Negeri pada saat itu diundang untuk kembali ke Indonesia oleh Prof. Yohanes Surya berdasarkan email yang dikirim oleh Prof. Yohanes Surya pada bulan Mei 2010. Tidak hanya lewat email, Prof. Yohanes Surya sampai terbang ke luar negeri menemui para diaspora tersebut dan membujuknya untuk bergabung ke lembaga pendidikan yang dimilikinya. Sehingga berbondong-bondonglah  para dosen/peneliti/diaspora tersebut bergabung ke Lembaga Pendidikan yang dimiliki oleh Prof. Yohanes Surya. 

Berdasarkan list berita di atas ada 200 orang doktor dan ilmuwan berprestasi yang berhasil direkrut oleh Prof. Yohanes Surya. Mereka ingin bergabung ke Lembaga Pendidikan yang dimiliki oleh Prof. Yohanes Surya karena ditawari gaji yang tinggi, mendapatkan tanah untuk rumah, laboratorium yang canggih dsb.  Mereka setelah direkrut bekerja secara giat untuk memajukan lembaga pendidikan milik Prof. Yohanes Surya tersebut. 

Akan tetapi sejak 2014, gaji para dosen dan tenaga pendididikan yang bekerja pada Lembaga Pendidikan yang dimiliki oleh Prof. Yohanes Surya mulai tersendat pembayarannya. 

Gaji-gaji tersebut dibayar tidak sesuai tanggal penggajian, misalkan sesuai perjanjian gaji tersebut di bayar tiap akhir bulan, tapi di bulan berikutnya dibayar tanggal 15, kemudian di bulan berikutnya dibayar tanggal 30, sehingga dalam satu tahun ada sekitar 4-6 bulan gaji yang belum dibayar. 

Gaji yang belum dibayar ini terus diakumulasi bertambah besar jumlahnya, bahkan hingga saat ini (2022) gaji bagi para dosen yang masih bertahan di  Lembaga Pendidikan yang dimiliki oleh Prof. Yohanes Surya masih tersendat pembayarannya. Akumulasi gaji tersebut meningkat hingga bisa mencapai ratusan juta rupiah bagi setiap dosen. 

Tidak hanya gaji sebenarnya yang bermasalah tapi juga iuran Asuransi tenaga kerja juga tidak dibayarkan oleh Lembaga Pendidikan yang dimiliki oleh Prof. Yohanes Surya yang sebenarnya menjadi hak para pekerja sesuai amanat undang-undang, juga pembayaran THR yang tersendat dan uang pesangon yang diabaikan, selain itu ada  pemotongan gaji secara sepihak oleh Yayasan. Tapi para dosen masih tetap sabar dan bekerja dengan semangat walau gajinya dibayarkan secara tersendat.

Tunggakan gaji yang makin lama makin besar membuat para dosen berusaha menagih karena itu merupakan hak setiap pekerja. Akan tetapi Prof. Yohanes Surya, melalui pengurus Yayasan Surya Institute selalu mengelak, tidak adanya pembayaran gaji secara lancar bagi para dosen dan tenaga pendidikan membuat bencana bagi mereka, misalkan untuk makan sehari-hari, biaya anak sekolah, cicilan kredit rumah, kesehatan dan sebagainya , apabila gaji tidak dibayarkan maka para dosen dan tenaga pendidikan tersebut tidak bisa makan dengan normal, pendidikan sekolah anak-anaknya terbengkalai, kredit rumah tidak bisa dibayar sehingga rumahnya disita bank dan tidak bisa berobat ketika sakit. 

Berdasarkan laporan, ada dosen-dosen yang kesulitan membayar rumah sakit karena gajinya tidak dibayarkan akhirnya dosen tersebut meninggal. 

Hingga saat ini ada 4 orang dosen bertitel doktor yang sudah meninggal padahal gaji-gaji mereka hingga hari ini belum dibayarkan. Bencana seperti ini yang tidak dipikirkan oleh Prof. Yohanes Surya ketika merekrut mereka untuk bergabung pada Lembaga Pendidikan yang dimilikinya saat itu. 

Sebenarnya Prof. Yohanes Surya dapat memberhentikan para staff tersebut apabila memang tidak mampu untuk menggaji mereka. Akan tetapi mengingat memberhentikan pekerja harus membayar pesangon kepada pekerja tersebut membuat opsi ini tidak dilakukan. Yang dilakukan oleh Prof. Yohanes Surya dan Pengurus Yayasan adalah membuat pekerja susah karena gajinya tersendat, sehingga pekerja tersebut tidak betah bekerja dan pindah ke tempat lain dan tidak perlu membayar pesangon, karena pekerja tersebut mengundurkan diri. Ini pengalaman dari para dosen dan tenaga pendidikan yang telah berpindah bekerja di tempat yang lain.

Pengadilan PKPU

PKPU adalah singkatan dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Persamaannya dengan pailit, keduanya adalah solusi saat bisnis atau perusahaan tengah dalam masalah finansial, terutama terkait pembayaran utang piutang. Kepailitan dan PKPU telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.

Secara sederhana, PKPU diartikan sebagai moratorium legal berupa penundaan pembayaran utang yang diatur PKPU merupakan salah satu cara yang ditempuh, oleh kreditur atau debitur, untuk mencapai penyelesaian utang-piutang. Pada jangka waktu tersebut, debitor dapat mengajukan rencana perdamaian dengan para kreditornya. Sederhananya, PKPU adalah putusan penundaan pembayaran utang secara legal melalui UU demi mencegah krisis keuangan yang semakin parah. Dengan PKPU, maka debitur dan kreditur bisa mencari solusi bersama untuk mencapai penyelesaian utang piutang. Dengan kata lain, PKPU adalah bentuk perdamaian antara debitur dan kreditur.

Kendati demikian, apabila rencana perdamaian tidak mencapai titik temu atau pengadilan menolak rencana perdamaian, maka pengadilan bisa menyatakan debitor dalam keadaan pailit.

Adanya akumulasi gaji yang besar dan belum dibayarkan, kemudian menjadi utang yang membuat para dosen dan tenaga kependidikan yang bekerja di Universitas Surya dan STKIP Surya terus menuntutnya agar dapat dibayarkan kepada mereka, karena mereka berharap uang tersebut sangat bermanfaat bagi hidupnya saat ini dan selanjutnya. 

Membuat mereka mengajukan tindakan hukum. Menggunakan UU Kepailitan dan PKPU maka para dosen Universitas Surya dan STKIP Surya dapat menuntut gaji mereka yang belum dibayar oleh Prof. Yohanes Surya dan Pengurus Yayasan Surya Institute melalui pengadilan PKPU. Dan inilah yang telah mereka lakukan, mereka mendaftarakan ke pengadilan Niaga pada Pengadilan negeri Jakarta Pusat atas gaji-gaji yang belum dibayarkan, alhamdulillah, permohonan PKPU telah dikabulkan oleh majelis hakim pada  tanggal 24 Agustus 2019. Dimana Yayasan Surya Institute telah masuk masa PKPU. 

Mungkin kasus pengadilan PKPU yang berhasil dilakukan oleh para dosen terhadap Yayasan Surya Institute terhadap tuntutan gaji akan menjadi catatan sejarah di negeri ini karena ini merupakan kasus pertama di Indonesia. Dan bagi Prof. Yohanes Surya dan pengurus Yayasan Surya Institute akan menjadi sesuatu hal yang memalukan, karena sebagai guru besar, pejabat publik dan pemimpin lembaga pendididikan Prof. Yohanes Surya harus menunjukkan keteladanan dalam pembayaran gaji pekerjanya. Apalagi gaji adalah hak yang mendasar yang harus dibayarkan kepada para pekerja. 

Sebenarnya proses pengajuan persidangan di pengadilan PKPU antara para dosen melawan Pengurus Yayasan Surya institute bukanlah hal yang mudah, perjalanan yang berat dan sulit. 

Mengapa, karena Yayasan Surya Institute tahu bahwa mereka melakukan tindakan yang salah yaitu tidak membayar tunggakan gaji para dosen, tapi mereka berusaha membela mati-matian agar tuntutan para dosen tersebut kalah di pengadilan, yaitu dengan mendatangkan saksi ahli di bidang hukum, dengan mengatakan bahwa proses pembayaran utang gaji dosen tidak layak dilakukan dipengadilan PKPU tapi harus dilakukan di Pengadilan Hubungan Industrial, selain itu pihak pengurus Yayasan Surya Institute mengatakan bahwa tuntutan para dosen ini ditunggangi oleh pihak ketiga yang dapat memperburuk nama Yayasan Surya Institute.

Akan tetapi pihak dosen yang diwakili oleh Kuasa Hukum mereka dan Saksi Ahli yaitu Bapak Prof. Dr. H Atja Sanjaya dapat melawan tuduhan-tudahan yang disampaikan oleh Pengurus Yayasan Surya Institute melalu kuasa hukum mereka di pengadilan. 

Dengan bantahan bahwa  bukti tunggakan utang merupakan hal yang sederhana, yaitu ada bukti bahwa pengurus Yayasan Surya Intitute menunggak gaji para dosen dan itu menjadi hutang, ada pernyataan dari pengurus Yayasan tentang tunggakan gaji di atas meterai, dan buktinya sederhana, terbukti mempunyai hutang yang dapat ditagihkan serta mempunyai lebih dari 1 kreditor. Kemudian sesuai undang-undang Yayasan, bahwa yayasan bukanlah perusahaan, sehingga pengadilan yang paling tepat dan berwenang melakukan pengadilan masalaha ini adalah pengadilan niaga Jakarta Pusat.

Para Dosen dan tenaga kependidikan yang mengajukan tuntutannya ke pengadilan niaga merasa bersyukur, karena majelis hakim mengabulkan tuntutan mereka, agar pengadilan menuntut agar Prof. Yohanes Surya dan pengurus Yayasan Surya Institute membayar utang gaji kepada para dosen. Para dosen merasa majelis hakim sudah memutuskan secara adil, keadilan yang diharapkan oleh para dosen untuk mendapatkan hak-hak mereka yaitu gaji dikabulkan oleh majelis hakim.

Belum Selesai

Ternyata keptusan pengadilan Niaga jakarta Pusat agar Prof. Yohanes Surya dan Pengurus Yayasan Surya Institute membayar gaji para dosen dan tenaga kependidikan di Universitas Surya dan STKIP Surya tidak dipenuhi oleh Prof. Yohanes Surya dan Pengurus Yayasan Surya Institute, proposal perdamaian yang diajukan oleh Prof. Yohanes Surya dan Pengurus Yayasan Surya Institute yaitu membayar gaji secara mencicil dan jangka waktu yang telah ditetapkan tidak dipenuhi oleh Prof. Yohanes Surya dan Pengurus Yayasan Surya Institute. 

Sehingga para dosen marah, dan sekarang sedang mengajukan tuntutan dan peringatan kepada Prof. Yohanes Surya dan Pengurus Yayasan Surya Institute, apabila tidak dilakukan pembayaran sesuai proposal perdamaian, maka para dosen dan tenaga kependidikan akan meneruskan pengadilan PKPU hingga pailit. 

Perjuangan para dosen dosen dan tenaga kependidikan memang masih ada beberapa langkah lagi untuk memdapatkan hak-hak keadilan yang mereka harapkan. Tapi ini tidak hanya menunjukkan perjuangan para dosen dosen dan tenaga kependidikan di universitas Surya dan STKIP Surya, tapi juga bagian perjuangan bagi para dosen di seluruh Indonesia, agar gaji para dosen dapat dibayarkan sesuai tepat waktu.

Kondisi Universitas Surya saat ini berdasarakan kunjungan kami ke kampus tersebut beberapa bulan yang lalu menunjukan masih banyak masalah yang belum dapat diselesaikan oleh Prof. Yohanes Surya dan Pengurus Yayasan Surya Institute selain pembayaran gaji yang sudah masuk ke pengadilan, juga pembayaran sewa gedung, dan pembayaran peralatan lab dan tagihan lain ke pihak ke tiga. 

Secara finansial sangat berat sekali. Hal ini membuat gerak pengembangan Universitas Surya tidak bisa cepat, misalkan sewa gedung yang belum dibayar membuat kampus tersebut 'dikunci' sehingga tidak memungkinkan orang bisa keluar masuk kampus dengan mudah.

Tapi para dosen dan tenaga kependidikan mengedepankan berfikir positif agar Prof. Yohanes Surya dan Pengurus Yayasan Surya Institute dapat membayar tunggakan gaji mereka, karena sangat penting sekali bagi hidup mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun