Mohon tunggu...
Ichsan Muhamad
Ichsan Muhamad Mohon Tunggu... -

Penulis amatir, tapi cinta NKRI

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jiwa Mudaku adalah Jiwa Nasionalisme

29 Juli 2017   16:58 Diperbarui: 29 Juli 2017   17:39 2278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bung Karno pernah berkata, "berikan padaku sepuluh pemuda, maka akan kuguncangkan dunia". Sepenggal kalimat yang selalu paling kita ingat dari sosok Bung Karno mengisyaratkan pada kita bahwa pemuda adalah roda serta penggerak reformasi sekaligus menjadi pelopor lahirnya para kaum revolusioner. Selain itu, sebagai salah satu penggerak yang memperjuangkan kemerdekaan, ada sebuah harapan yang tersirat di dalam kalimat itu, yakni harapan bahwa pemuda-pemudi Indonesia sebagai generasi penerus bangsa dapat terus berkarya bagi bangsa dan negaranya.

Namun sayangnya, kenyataan hidup para kaum muda masa sekarang, masih berada jauh dari apa yang menjadi harapan Sang Proklamator. Sikap nasionalisme para kaum muda saat ini tidak terlihat, bahkan bisa dikatakan hampir lenyap seketika. Sebagian besar kaum muda saat ini merupakan kaum yang apatis terhadap pembangunan serta keberlangsungan terjalinnya persatuan dan kesatuan negaranya. Semangat persatuan dan kesatuan yang pernah dilahirkan melalui peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, saat ini hanya sebagian kecil yang mengindahkannya.

Modernisasi memberikan sumbangsih terhadap kondisi yang sedang kita alami saat ini. Disadari atau tidak, jiwa nasionalisme serta semangat persatuan dan kesatuan, dan kesadaran untuk mengisi kemerdekaan ini telah hilang ditelan oleh modernisasi yang melaju dengan pesat di segala bidang. Modernisasi sudah menyelimuti pikiran dan kehidupan para kaum muda sekarang serta dengan ganas menggerogoti jiwa revolusioner mereka. Padahal, jiwa nasionalisme dan semangat Sumpah Pemuda hingga kapan pun dibutuhkan sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia dan juga sebagai katalis gerakan pembangunan dan perubahan Indonesia yang lebih baik lagi.

Pada peristiwa Sumpah Pemuda, semangat nasionalisme telah menginspirasi kalangan pemuda saat itu, mereka berperan penting dan berada pada garis terdepan dalam merintis dan rela berkorban untuk perjuangan kemerdekan bangsa Indonesia. Sesuatu yang menarik untuk dipertanyakan adalah bagaimana dengan semangat nasionalisme dan peranan pemuda pada masa kini?. Pertanyaan ini akan selalu muncul disaat rasa keprihatinan akan semakin lunturnya eksistensi dan posisi politik pemuda masa kini, terutama peranannya dalam mengemban visi dan misi persatuan dan kebangsaan.

Nasionalisme pemuda merupakan suatu kehendak yang kuat untuk bersatu sebagai sebuah bangsa. Kehendak ini tumbuh karena adanya kesadaran akan riwayat atau pengalaman hidup yang sama dan dijalani secara bersama. Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 yang kemudian kita peringati sebagai Sumpah Pemuda adalah momentum penting tumbuhnya kesadaran nasionalisme dalam perjuangan menghadapi kolonialisme dan imperialisme Belanda. Langkah ini menjadi semacam anti-tesis serta titik balik dari pola perlawanan sebelumnya yang lebih bersifat lokal dan kedaerahan. Tidak bisa dipungkiri bahwa tumbuhnya kesadaran tersebut secara nasional tidak dapat terlepas dari kontribusi para kaum pemuda yang pada masa itu dengan semangat berkobar menunjukkan rasa nasionalisme dan idealismenya.

Sejarah panjang bangsa ini mencatat berbagai hal yang bisa dilihat dari konstribusi yang diberikan para kaum pemuda di setiap persimpangan sejarah. Hingga wajar adanya jika banyak pengamat sejarah yang menyatakan bahwa sejarah suatu bangsa sesungguhnya adalah sejarah kaum pemuda. Pemuda hadir pada titik persimpangan sejarah dan memberi arah bagi perjalanan bangsa ini. Sekadar menjadi catatan bahwa bentuk perjuangan kaum muda di panggung sejarah juga tidak hanya di Indonesia saja namun terjadi di hampir seluruh belahan dunia.

Sejarah mereka adalah sejarah tentang bentuk perlawanan dan pembelaan. Seperti ada sinergi bahwa gerakan pemuda biasanya lahir dari kondisi dimana pemerintahan yang sudah tidak sesuai lagi dengan cita-cita negara dan harapan masyarakatnya. Mereka merespon berbagai situasi dan kondisi tersebut atas dasar kesadaran moral, tanggung jawab intelektual, pengabdian sosial, dan kepedulian politik. Tidak jarang juga ditemukan bahwa situasi global termasuk menjadi salah satu faktor yang memicu dan mematangkan kekuatan aksi mereka.

Sekilas Melirik Nasionalisme di Film Dunkirk

Dunkirk adalah hasil karya seorang Christoper Nolan yang menceritakan real story tentang kondisi pada saat Perang Dunia II. Dalam film itu dikisahkan bagaimana ratusan ribu tentara Inggris dan Perancis yang terkepung oleh tentara Nazi Jerman di wilayah kota pelabuhan Dunkirk atau Dankerque. Meski mengambil latar belakang peristiwa Perang Dunia II, film ini bukanlah film "perang" tetapi mengisahkan tentang operasi penyelamatan atau evakuasi para tentara sekutu terbesar dalam sejarah kemiliteran pasca meletusnya Perang Dunia II. Peristiwa itu terjadi ketika pasukan utama pihak sekutu yang terdiri dari pasukan Inggris dan Perancis yang berada di wilayah Dunkirk dikalahkan oleh pasukan Nazi.

Operasi yang dianggap oleh Perdana Menteri Inggris saat itu, Winston Churchil, sebagai tragedi militer paling kolosal dalam sejarah militer Inggris ini mengerahkan ratusan kapal untuk mengangkut para tentara yang dikepung oleh pasukan Nazi. Sekitar 350.000 tentara yang sudah terpojok dan terdesak di Dunkirk karena diserang secara terus menerus oleh tentara Nazi, terpaksa harus bertahan di daratan demi menghadapi serbuan tentara Nazi. Total sekitar 850 kapal yang terdiri dari kapal perang, kapal rakyat sipil (nelayan), dan kapal-kapal kecil lainnya yang menjadi sekoci bagi para tentara sekutu.

Meski mendapatkan serangan yang bertubi-tubi dan dikurung oleh para tentara Nazi dalam kurun waktu selama tiga minggu dengan korban sebanyak 60.000 jiwa, evakuasi Dunkirk lantas menjadi lecutan semangat dan pendongkrak moral para tentara sekutu untuk terus melawan pasukan Nazi yang tanpa henti menyerang meski dalam kondisi yang serba kritis. Pada akhirnya evakuasi yang berlangsung selama sembilan hari itu merupakan yang terbesar dalam sejarah dan berakhir dengan sukses, total tentara yang berhasil di evakuasi sekitar 300.000 orang.

Apa nilai-nilai nasionalisme yang bisa kita ambil dalam film ini adalah bagaimana dalam kondisi yang sedemikian kritis, tentara sekutu dituntut untuk tetap bertahan dan terus melawan gempuran pasukan Nazi. Dalam situasi mental down seperti ini mereka dituntut untuk tetap bertahan dengan kondisi fisik seadanya. Karena tidak mungkin harus melawan secara frontal pasukan musuh dengan kondisi seperti itu, jalan keluar yang terbaik adalah evakuasi. Namun harapan selalu ada, mereka mengetahui akan adanya bantuan datang yang akan mengevakuasi mereka, yang menariknya adalah dalam film tersebut bantuan datang dari warga sipil yang merupakan nelayan datang dengan kapal milik mereka sendiri.

Ada rasa apresiasi dan empati yang muncul ketika melihat deretan panjang para tentara yang sedang menunggu untuk pulang (lebih tepatnya di evakuasi). Mereka seperti memberikan sebuah pelajaran bahwa dalam perang mereka adalah nama-nama yang tidak tertulis dalam buku sejarah tetapi kenyataannya merekalah yang maju meninggal di garis depan sebuah pertempuran. Tapi di sisi lain ada sekumpulan warga sipil (bukan militer) yang ikut menjemput mereka untuk di evakuasi, secara logika seharusnya para tentara lah yang harus melindungi sipil bukan malah sebaliknya. Tapi di tengah kondisi seperti itu istilah sipil dan militer tidak lagi berlaku, rasa nasionalisme lah yang menyatukan semuanya. Rasa nasionalisme sejatinya bukan hanya milik mereka yang terdidik secara militer (tentara), namun sebagai warga negara biasa pun juga harus memiliki rasa nasionalisme itu, rasa itu harus tertanam di benak dan hati yang paling terdalam.

Begitu juga dengan halnya para kaum pemuda, para pemuda Indonesia (khususnya) bagi sejarah bangsa ini cukup memainkan peranannya dalam mendesain setiap peristiwa besar perubahan bangsa ini, bahkan sekaligus menjadi aktor utama dalam setiap peristiwa perubahan tersebut. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa pemuda telah memiliki daya responsi yang tinggi dalam menerjemahkan semangat nasionalisme di zamannya masing-masing. Namun di sisi lain, kenyataan memilukan yang juga sering terlihat jelas di setiap perjalanan sejarah adalah bahwa kaum pemuda seperti kurang memiliki energi untuk mengarahkan perubahan serta kurang memiliki kesiapan kompetensi untuk mengisi perubahan tersebut. Hal inilah yang menjadi tantangan kita bersama.

Setiap perubahan perlu ada energi dan semangat besar yang lahir dari jiwa-jiwa yang senantiasa berkobar dan menggelora khas anak muda, cerminan dari hati nurani yang bersih dan positif. Jadi bukan munculnya generasi anak nongkrong (geng motor, gangster) yang jadi persoalan selama ini. Namun, intinya adalah ketika rasa nasionalisme dan sikap kritis dari generasi muda semakin melemah serta kepeduliannya terhadap persoalan-persoalan besar telah terkikis, maka tunggulah saat di mana kaum pemuda akan semakin menepi dan terpinggirkan dari panggung sejarah peradaban bangsa.

Perlu kiranya di masa sekarang ini baik dari diri kita sendiri, lingkungan keluarga, sekolah-sekolah dan kampus, masyarakat, dan juga pemerintahnya untuk kembali mensosialisasikan pentingnya rasa nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hanya itulah modal utama kita dalam menghadapi semakin keras dan ketatnya persaingan global yang terjadi saat ini. Zaman boleh berubah, teknologi dan modernisasi boleh berkembang pesat, akan tetapi jiwa nasionalisme yang tertanam dalam di hati dan pikiran para generasi muda saat ini akan berdampak pada kemajuan peradaban bangsa itu sendiri. Kita tidak boleh lengah dan lalai, silahkan boleh kita menguasai teknologi dan ilmu pengetahuan tapi ingatlah bahwa semuanya itu akan bermuara pada satu tanggung jawab besar yakni "pengabdian pada negara". Seperti yang dikatakan oleh Sang Proklamator kita, Ir. Soekarno, "jangan kau bertanya apa yang negara berikan untuk diri mu, tapi tanyakanlah apa yang sudah kau berikan untuk bangsa dan negara mu". Jiwa muda ku adalah jiwa nasionalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun