Jurnal 1
Reviewer : Muhibbul Kahfi
STB : 4394
No Absen : 31
Pembimbing : Bapak Markus Marselinus Soge, S.H., M.H
Judul : ANALISIS YURIDIS PERANAN PENEGAK HUKUM DALAM HAL AUTOPSI FORENSIK DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
Penulis : Mohd. Yusuf Daeng M., Geofani Milthree Saragih, Fadly YD
Jurnal : JURNAL ILMU HUKUM
Vol & Tahun : Vol 11 No 2 - Agustus 2022
Link Artikel : https://jih.ejournal.unri.ac.id/index.php/JIH/article/view/8306
- Pendahuluan / Latar Belakang :
Jurnal yang berjudul “ANALISIS YURIDIS PERANAN PENEGAK Belakang HUKUM DALAM HAL AUTOPSI FORENSIK DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN” ini membahas tentang autopsi forensik dan peranannya dalam kasus tindak pidana pembunuhan. Penjelasan awal dalam jurnal ini memberikan pengertian etimologi dan terminologi autopsi forensik, serta tujuan utamanya, yaitu mencari sebab akibat kematian. Hasil autopsi forensik dianggap memiliki peran yang sangat penting dalam pembuktian tindak pidana pembunuhan dari tahap penyelidikan hingga pembuktian. Dalam konteks hukum, jurnal ini menggarisbawahi pentingnya kebenaran materil dalam kasus tindak pidana, yang harus dibuktikan secara sebenar-benarnya. Kemudian, penelitian ini fokus pada kedudukan hasil autopsi forensik dalam hukum acara pidana, dengan mengeksplorasi peran para penegak hukum seperti advokat, polisi, jaksa, dan hakim dalam penggunaan hasil autopsi forensik dalam proses hukum.
Penelitian ini juga mengidentifikasi permasalahan yang akan dikaji, termasuk peran penegak hukum dalam autopsi forensik pada kasus tindak pidana pembunuhan, kedudukan hukum hasil autopsi forensik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan peran hasil autopsi forensik dalam kasus tindak pidana pembunuhan. Pembahasan yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumya adalah kajian utama dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana peranan para penegak hukum dalam hal autopsi forensik yang telah diatur di dalam hukum acara pidana dari terhitung dari tahapan penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga pembuktian. Kedudukan tersebut dikaji berdasarkan peranan para penegak hukum dalam hal pendampingan, pengawasan dan penggunaan alat bukti autopsi forensik (advokat, kepolisian, jaksa (penuntut umum) dan hakim) dalam proses yang terdapat di dalam hukum acara pidana. Tindak pidana yang dibahas dalam penelitian ini adalah tindak pidana pembunuhan. Dalam penelitian ini juga akan ditegaskan jenis-jenis tindak pidana pembunuhan yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
- Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian
Konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori pembuktian yang dianut dalam hukum acara pidana di Indonesia. Teori pembuktian dalam hukum acara pidana di Indonesia sangat penting untuk memastikan keadilan dalam proses peradilan. Dalam konteks ini, terdapat beberapa prinsip dasar yang menjadi dasar teori pembuktian. Salah satu prinsip utama dalam hukum acara pidana Indonesia adalah "presumpsion of innocence" atau asas asumsi tidak bersalah. Prinsip ini mengharuskan pengadilan untuk menganggap bahwa seorang terdakwa tidak bersalah hingga terbukti sebaliknya melalui bukti yang kuat dan meyakinkan. Oleh karena itu, beban pembuktian berada pada pihak jaksa penuntut untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan investigator lainnya, dalam proses autopsi forensik dalam kasus pembunuhan. Hal ini dapat mencakup analisis peran mereka dalam mengumpulkan bukti, berkoordinasi dengan ahli forensik, dan memastikan bahwa proses autopsi berjalan sesuai dengan hukum.
- Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hukum dengan fokus pada peraturan-peraturan, teks hukum, dan prinsip-prinsip hukum yang ada. Metode ini biasanya digunakan dalam penelitian hukum untuk mengidentifikasi, memahami, dan mengevaluasi norma-norma hukum yang berlaku dalam suatu sistem hukum.
- Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah peran penegak hukum dalam konteks autopsi forensik dalam kasus tindak pidana pembunuhan. Penelitian akan mengkaji bagaimana penegak hukum, seperti polisi dan penyidik, terlibat dalam proses autopsi forensik dalam kasus pembunuhan. Ini dapat mencakup langkah-langkah yang diambil oleh penegak hukum dalam mengoordinasikan autopsi, mengumpulkan bukti, dan bekerja sama dengan ahli forensik. Selain itu, penelitian akan membahas aspek yuridis terkait dengan peran penegak hukum dalam autopsi forensik. Ini dapat mencakup kajian terhadap peraturan, hukum, dan peraturan yang mengatur autopsi forensik dalam konteks tindak pidana pembunuhan.
- Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu pendekatan sinkronasi hukum. Pendekatan sinkronasi hukum adalah pendekatan yang digunakan dalam sistem hukum untuk mencapai konsistensi dan keselarasan antara berbagai peraturan hukum yang berlaku di suatu negara atau yurisdiksi. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk memastikan bahwa hukum-hukum yang berbeda, seperti undang- undang, peraturan, dan keputusan pengadilan, tidak saling bertentangan atau bertentangan satu sama lain. Jenis dan Sumber Data Penelitiannya Penelitian memanfaatkan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahan hukum sekunder berupa buku hukum, jurnal ilmiah hukum dan berita media massa.
- Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data
Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka yakni pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan telah dipublikasikan secara luas, selanjutnya data diolah secara sistematis dan dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan melakukan penafsiran sehingga diperoleh kejelasan dan hubungannya antara satu dengan yang lainnya.
- Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dalam pembahasan ini, peran penegak hukum dalam autopsi forensik pada kasus tindak pidana pembunuhan yang telah diselidiki. Terdapat empat peran utama yang mencakup Advokat, Kepolisian, Jaksa, dan Hakim. Pertama, peran Advokat adalah untuk menegaskan dan melindungi hak-hak keluarga korban dalam rangka menciptakan transparansi dan kepastian dalam pelaksanaan autopsi. Kedua, Kepolisian bertanggung jawab sebagai penyelidik dan penyidik dalam proses autopsi forensik karena hasilnya akan digunakan sebagai alat bukti dalam kasus tindak pidana. Ketiga, Jaksa (penuntut umum) memiliki tanggung jawab untuk menentukan apakah hasil autopsi forensik dapat diterima sebagai barang bukti yang cukup dalam persidangan. Keempat, Hakim memiliki peran penting dalam menilai keabsahan alat bukti, termasuk hasil autopsi forensik, dalam rangka mencari kejelasan tentang kasus tindak pidana pembunuhan yang sedang diadili. Selanjutnya, autopsi forensik memegang kedudukan penting dalam kasus tindak pidana pembunuhan. Hasil autopsi forensik dapat berbentuk keterangan ahli atau surat hasil autopsi forensik (visum et repertum), yang berfungsi untuk merekonstruksi sebab kematian korban. Hasil ini memberikan jawaban yang pasti terkait dugaan kasus tindak pidana pembunuhan. Hasil autopsi forensik juga berfungsi sebagai laporan resmi tentang sebab kematian korban. Laporan ini dapat berbentuk surat (visum et repertum) dan digunakan sebagai petunjuk bagi hakim dalam persidangan. Hakim sebagai penegak hukum yang memutuskan dalam persidangan akan sangat bergantung pada hasil autopsi forensik sebagai pendukung keberatan materil dalam kasus tindak pidana pembunuhan yang sedang diadili.
- Kelebihan dan Kekurangan
Untuk memperbaiki jurnal ini, penulis dapat menyertakan data empiris, Kekurangan serta studi kasus konkret, atau analisis lebih lanjut tentang bagaimana hasil Saran autopsi forensik memengaruhi proses hukum dalam kasus tindak pidana pembunuhan. Selain itu, perlu juga diklarifikasi apakah penelitian ini merupakan kajian teoritis atau penelitian lapangan, dan jika ada hasil penelitian yang relevan, itu juga perlu diungkapkan dalam jurnal ini.
B. Jurnal 2
Reviewer : Muhibbul Kahfi
STB : 4394
No.Absen : 31
Pembimbing : Bapak Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.
Judul : Kajian Hukum Penerapan Ketentuan Hukuman Mati dalam Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi
Penulis : Grenaldo Ginting
Jurnal : 1 JURNAL AL-MANHAJ
Vol & Tahun : Vol 5 No 1 - Juni 2023
Link Artikel : https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almanhaj/article/view/2 442
- Pendahuluan / Latar Belakang
Jurnal yang berjudul “Kajian Hukum Penerapan Ketentuan Hukuman Mati dalam UndangUndang Tindak Pidana Korupsi” ini langsung menuju ke topik bahasan yang akan dibahas oleh penulis, sehingga pembaca semakin mudah untuk memahami jurnal ini. Pendahuluan jurnal ini menguraikan pentingnya meningkatkan kemampuan daya saing bangsa Indonesia sebagai kunci untuk mencapai kemajuan dan kemakmuran nasional, khususnya dalam konteks Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Daya saing yang tinggi diharapkan akan memungkinkan Indonesia menghadapi tantangan globalisasi dan memanfaatkan peluang yang ada. Pendahuluan ini juga menyoroti dua aspek penting yang menjadi fokus dalam pembangunan jangka panjang, yaitu reformasi hukum dan aparatur negara. Reformasi hukum dimaksudkan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi dan menangani berbagai permasalahan yang terkait dengan hukum. Hal ini sesuai dengan upaya untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan hukum, hak asasi manusia, kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berorientasi pada keadilan, kebenaran, ketertiban,dan kesejahteraan.
Pendahuluan juga mengutip beberapa penelitian terkait dengan permasalahan korupsi. Penelitian yang dilakukan oleh Virginia pada tahun 2021 menekankan pentingnya pembaruan materi hukum dengan mempertimbangkan pengaruh globalisasi. Sementara itu, Pane pada tahun 2013 menggambarkan korupsi sebagai fenomena sosial yang merusak dalam berbagai aspek kehidupan bangsa. Selanjutnya, pendahuluan membahas peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, khususnya Undang- Undang 31 Tahun 1999 yang dirubah dengan Nomor 20 Tahun 2001. Pendahuluan ini juga menggambarkan perdebatan seputar ancaman pidana mati dalam hukuman korupsi, yang sering kali menuai kontroversi. Terakhir, pendahuluan merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Yuhermansyah pada tahun 2022 yang mengamati aspek pidana mati dalam hukuman korupsi. Penelitian ini mencatat bahwa penggunaan kata "dapat" dalam peraturan perundang-undangan mengindikasikan bahwa penjatuhan pidana mati kepada koruptor bersifat fakultatif. Pendahuluan juga mencermati perbedaan antara teori zawajir dan jawabir dalam konteks pidana mati. Secara keseluruhan, pendahuluan ini memberikan gambaran yang cukup komprehensif tentang konteks, isu, dan peraturan terkait korupsi di Indonesia. Namun, untuk meningkatkan kejelasan, mungkin perlu penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana pembangunan hukum dan pemberantasan korupsi berkaitan dengan rencana pembangunan jangka panjang nasional serta implikasinya terhadap kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
- Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian
Konsep permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Penerapan Ketentuan Hukuman Mati dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi?. Tujuan utama penelitian ini mungkin adalah untuk menganalisis sejauh mana penerapan hukuman mati dalam konteks tindak pidana korupsi sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Ini akan melibatkan studi terhadap aspek-aspek hukum yang mengatur penggunaan hukuman mati dalam kasus korupsi.
- Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hukum dengan fokus pada peraturan-peraturan, teks hukum, dan prinsip-prinsip hukum yang ada. Metode ini biasanya digunakan dalam penelitian hukum untuk mengidentifikasi, memahami, dan mengevaluasi norma-norma hukum yang berlaku dalam suatu sistem hukum. Penelitian ilmu hukum normatif meliputi pengkajian asas-asas hukum; sistematika hukum; taraf sinkronisasi hukum perbandingan hukum dan sejarah hukum3. Secara teoritis, tujuan penelitian merupakan usaha yang dilakukan untuk mengetahui satu hal. Pengetahuan yang diperoleh dari jenis penelitian seperti ini tidak dapat dimanfaatkan secara langsung atau secara praktis. Sehingga nama lain dari penelitian seperti ini disebut sebagai basic research. Sedangkan secara praktis, tujuan penelitian ini ialah mencari serta menemukan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan langsung di dalam kehidupan.
- Obyek Penelitian
Objek penelitian ini adalah penerapan hukuman mati dalam konteks pelanggaran tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Penelitian ini akan mengkaji bagaimana hukuman mati diterapkan dalam kasus-kasus yang terkait dengan tindak pidana korupsi. Ini mencakup aspek-aspek seperti berapa banyak kasus korupsi yang mengakibatkan hukuman mati diberikan, siapa yang dihukum mati, dan faktor-faktor apa yang memengaruhi keputusan pengadilan untuk memberlakukan hukuman mati.
- Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu pendekatan sinkronasi hukum. Pendekatan sinkronasi hukum adalah pendekatan yang digunakan dalam sistem hukum untuk mencapai konsistensi dan keselarasan antara berbagai peraturan hukum yang berlaku di suatu negara atau yurisdiksi. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk memastikan bahwa hukum-hukum yang berbeda, seperti undang- undang, peraturan, dan keputusan pengadilan, tidak saling bertentangan atau bertentangan satu sama lain.
- Jenis dan Sumber Data Penelitiannya
Penelitian memanfaatkan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahan hukum sekunder berupa buku hukum, jurnal ilmiah hukum dan berita media massa.
- Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data
Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka yang mengkaji informasi tertulis mengenai hukum dari berbagai sumber, dipublikasikan secara luas dan diolah secara deskriptif dengan analisis yuridis kualitatif
- Hasil Penelitian dan Pembahasan
Review ini mengulas hasil penelitian yang membahas ketentuan hukuman mati dalam Pasal 2 ayat 2 UU 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Pasal ini menyatakan bahwa pidana mati dapat dijatuhkan dalam "keadaan tertentu" dalam kasus tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. Konsep "keadaan tertentu" dijelaskan dalam bab penjelasan Undang-undang tersebut dan mencakup situasi seperti keadaan bahaya negara, bencana alam nasional, pengulangan tindak pidana korupsi, atau krisis ekonomi dan moneter. Namun, perlu diperhatikan bahwa hukuman mati dalam Pasal 2 ayat 2 tersebut belum pernah diterapkan atau menjadi dasar vonis hakim. Hukuman maksimal yang pernah dijatuhkan terhadap pelaku korupsi di Indonesia adalah hukuman seumur hidup. Pada kasus terbaru yang dibahas, yaitu kasus korupsi dana bantuan sosial (Bansos) di Kementerian Sosial, terdapat keinginan untuk menerapkan hukuman mati sebagai upaya penanggulangan tindak pidana korupsi yang dianggap luar biasa. Beberapa kriteria dijelaskan sebagai alasan untuk memberlakukan hukuman mati, yaitu jika nilai uang yang dikorupsi lebih dari Rp 100 miliar, pelaku adalah pejabat negara, dan pelaku sudah berulang kali melakukan korupsi. Namun, ada beberapa kendala yang mungkin menghambat penerapan hukuman mati terhadap koruptor. Salah satunya adalah ketentuan "keadaan tertentu" yang dianggap ambigu dan sulit didefinisikan dengan jelas. Selain itu, ada pendapat yang berbeda tentang parameter apa yang seharusnya digunakan untuk menentukan "keadaan tertentu." Penting untuk dicatat bahwa hukuman mati adalah isu yang kontroversial, dan penerapannya harus memperhatikan prinsip-prinsip hukum, hak asasi manusia, dan peraturan internasional. Keputusan untuk menerapkan hukuman mati harus diambil dengan sangat hati-hati dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain hukuman mati, upaya untuk memberantas korupsi juga dapat dilakukan melalui reformasi hukum, penguatan lembaga anti- korupsi, penegakan hukum yang adil, dan peningkatan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. Semua langkah ini harus dilakukan dengan mematuhi prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia.
- Kelebihan dan Kekurangan serta Saran
Hasil penelitian ini membahas tentang hukuman mati yang diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Berikut adalah beberapa kelebihan dan kekurangan dari pembahasan ini: Kelebihan:
1. Penjelasan yang Jelas: Penelitian ini memberikan penjelasan yang cukup jelas tentang ketentuan hukuman mati dalam kasus korupsi, termasuk apa yang dimaksud dengan "keadaan tertentu."
2. Menyuarakan Kepedulian terhadap Kejahatan Korupsi: Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya penegakan hukum dalam kasus korupsi, terutama dalam situasi darurat nasional, bencana alam, krisis ekonomi, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
3. Menyajikan Perspektif yang Berbeda: Penelitian ini mencoba menggali sudut pandang yang berbeda tentang penerapan hukuman mati dalam kasus korupsi dan mencoba memahami mengapa hukuman ini belum pernah diterapkan.
- Kekurangan:
1. Tidak Ada Implementasi: Salah satu kekurangan utama adalah bahwa hukuman mati dalam Pasal 2 ayat 2 UU 31 Tahun 1999 belum pernah diimplementasikan atau diterapkan. Ini memunculkan pertanyaan tentang efektivitas hukuman ini sebagai alat untuk memberantas korupsi.
2. Kontroversial: Hukuman mati selalu menjadi topik yang kontroversial dalam diskusi hukuman. Beberapa orang berpendapat bahwa hukuman mati tidak efektif dalam mencegah kejahatan, sementara yang lain berpendapat bahwa ini adalah hukuman yang terlalu berat.
3. Tidak Konsisten dengan Grand Design Pemberantasan Korupsi: Ada perdebatan tentang sejauh mana penerapan hukuman mati sesuai dengan Grand Design Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Beberapa berpendapat bahwa ini tidak sejalan dengan pendekatan yang lebih holistik terhadap pencegahan dan penindakan korupsi.
4. Tidak Ada Kasus yang Diterapkan: Penelitian ini mencatat bahwa hukuman mati belum pernah diterapkan dalam kasus korupsi di Indonesia. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah hukuman mati adalah ancaman yang efektif dan jika tidak, apa alternatif yang lebih baik.
Dalam hal ini, penting untuk dicatat bahwa isu hukuman mati dalam kasus korupsi adalah isu yang sangat kompleks dan kontroversial. Penilaian tentang apakah hukuman mati harus diterapkan atau tidak harus mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk pandangan hukum, etika, dan kebijakan kriminal yang berlaku di Indonesia. Selain itu, keputusan mengenai penerapan hukuman mati biasanya menjadi kewenangan pengadilan dan lembaga penegak hukum.
C. Jurnal 3
Reviewer : Muhibbul Kahfi
STB : 4394
No.Absen : 31
Pembimbing : Bapak Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.
Judul : UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PADA KASUS BARANG CACAT MELALUI PENGIRIMAN MARKETPLACE MENURUT PERSPEKTIF HUKUM NORMATIF DAN ISLAM
Penulis : M. Fadio Valentino H. F dan Rizka
Jurnal : Universitas Muhammadiyah Surakarta
Vol & Tahun : Juli 2023
Link Artikel : https://eprints.ums.ac.id/113724/
- Pendahuluan / Latar Belakang
Jurnal yang berjudul “UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PADA KASUS BARANG CACAT MELALUI PENGIRIMAN MARKETPLACE MENURUT PERSPEKTIF HUKUM NORMATIF DAN ISLAM” ini langsung menuju ke topik bahasan yang akan dibahas oleh penulis, sehingga pembaca semakin mudah untuk memahami jurnal ini. Pendahuluan penelitian ini memberikan gambaran yang baik tentang peran lembaga keuangan dalam ekonomi sebuah negara, terutama dalam menghubungkan unit surplus ekonomi dengan unit ekonomi defisit. Penjelasan mengenai lembaga keuangan yang mencakup pemerintah, usaha, dan perorangan dalam menyediakan dana untuk berbagai keperluan ekonomi memberikan konteks yang penting. Selain itu, pendahuluan ini juga menggambarkan perubahan signifikan dalam gaya hidup dan bisnis yang disebabkan oleh kemajuan teknologi dan modernisasi. Poin-poin yang menyoroti dampak marketplace dan transaksi online pada bisnis serta perubahan paradigma dalam komunikasi antara produsen dan konsumen sangat relevan dengan perkembangan zaman saat ini. Selanjutnya, pendahuluan mengarahkan perhatian pada pentingnya perlindungan konsumen dalam era teknologi tinggi dan bisnis elektronik. Konsumen saat ini memiliki hak yang perlu dilindungi, dan hukum konsumen menjadi semakin relevan dalam mengatur hubungan antara konsumen dan produsen. Referensi kepada UU Perlindungan Konsumen Indonesia menunjukkan pentingnya kerangka hukum yang ada dalam konteks ini. Terakhir, penyebutan masalah produk cacat yang dapat berdampak negatif pada masyarakat adalah poin yang sangat relevan dalam konteks keamanan dan perlindungan konsumen. Kurangnya pengujian produk dan pengawasan yang memadai oleh badan yang bertugas mengawasi produk saat dipasarkan dapat membahayakan konsumen, dan hal ini membutuhkan perhatian lebih lanjut dalam penelitian ini. Secara keseluruhan, pendahuluan penelitian ini memberikan latar belakang yang kuat dan relevan untuk topik yang akan dibahas, yaitu peran lembaga keuangan dalam konteks bisnis online dan perlindungan konsumen. Selain itu, penggunaan referensi yang mendukung dan kutipan dari pakar hukum konsumen memberikan dasar yang baik untuk mengembangkan argumen dalam penelitian ini.
- Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian
Konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori hukum konsumen dalam hukum islam Dalam Hukum Islam, teori tentang Hukum Konsumen memiliki dasar yang kuat dalam prinsipprinsip etika dan keadilan. Prinsip pertama yang mendasari hukum konsumen dalam Islam adalah "adl" atau keadilan. Hukum Islam menekankan perlunya perlakuan adil terhadap semua pihak dalam transaksi konsumen, baik dari sisi penjual maupun pembeli. Ini berarti tidak boleh ada penipuan, penindasan, atau eksploitasi dalam transaksi ekonomi. Selain itu, konsep "amanah" juga sangat penting dalam hukum konsumen Islam. Para penjual dianggap sebagai pengelola amanah atas barang dan jasa yang mereka tawarkan kepada konsumen. Mereka harus menjaga kualitas, keamanan, dan ketepatan barang atau jasa yang mereka jual. Penipuan atau manipulasi informasi yang dapat merugikan konsumen dianggap pelanggaran serius terhadap amanah.
- Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hukum dengan fokus pada peraturan-peraturan, teks hukum, dan prinsip-prinsip hukum yang ada. Metode ini biasanya digunakan dalam penelitian hukum untuk mengidentifikasi, memahami, dan mengevaluasi norma-norma hukum yang berlaku dalam suatu sistem hukum. Penelitian ilmu hukum normatif meliputi pengkajian asas-asas hukum; sistematika hukum; taraf sinkronisasi hukum perbandingan hukum dan sejarah hukum3. Secara teoritis, tujuan penelitian merupakan usaha yang dilakukan untuk mengetahui satu hal. Pengetahuan yang diperoleh dari jenis penelitian seperti ini tidak dapat dimanfaatkan secara langsung atau secara praktis. Sehingga nama lain dari penelitian seperti ini disebut sebagai basic research. Sedangkan secara praktis, tujuan penelitian ini ialah mencari serta menemukan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan langsung di dalam kehidupan.
- Obyek Penelitian
Objek penelitian ini yaitu upaya perlindungan hukum terhadap konsumen dalam kasus barang cacat yang dibeli melalui pengiriman marketplace. Penelitian ini akan melihat aspek perlindungan hukum dari dua perspektif, yaitu hukum normatif (hukum positif atau hukum yang berlaku secara umum) dan perspektif hukum Islam.
- Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu pendekatan kasus hukum. Pendekatan kasus hukum merujuk pada cara analisis dan penyelesaian masalah hukum dengan mempertimbangkan fakta-fakta dan detail spesifik dari suatu kasus hukum tertentu. Ini adalah salah satu metode yang umum digunakan oleh praktisi hukum, seperti pengacara, hakim, dan penasihat hukum, untuk memahami, mengevaluasi, dan menyelesaikan masalah hukum yang kompleks.
- Jenis dan Sumber Data Penelitiannya
Penelitian memanfaatkan data sekunder berupa bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan.
- Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data
Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka yakni pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan telah dipublikasikan secara luas, selanjutnya data diolah secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif dengan melakukan penafsiran sehingga diperoleh kejelasan dan hubungannya antara satu dengan yang lainnya.
- Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil penelitian ini menggambarkan pentingnya pemahaman dan perlindungan terhadap hak-hak konsumen dalam hukum, khususnya di bawah Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU PK) di Indonesia, serta mempertimbangkan aspek hukum syariah dalam konteks transaksi e-commerce. Berikut adalah beberapa poin penting dalam tinjauan ini:
1. Pelanggaran Hak Konsumen dalam UU PK: Penelitian ini mengidentifikasi beberapa contoh pelanggaran hak konsumen yang diatur dalam UU PK, seperti larangan pelaku usaha memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan jaminan yang diberikan pada kemasan atau label. Hal ini menunjukkan bahwa UU PK memiliki ketentuan yang kuat untuk melindungi hak-hak konsumen.
2. Pelanggaran Pasal 4 UU PK: Penelitian ini juga mencatat bahwa pelaku usaha yang melanggar Pasal 4 UU PK melarang nasabah memilih barang sesuai dengan jaminan yang diberikan. Ini adalah contoh pelanggaran serius terhadap hak konsumen, dan tindakan hukum harus diambil terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran semacam ini.
3. Transaksi E-commerce dan Hukum Syariah: Salah satu hal yang menarik dalam penelitian ini adalah penggabungan aspek hukum syariah dalam konteks transaksi e-commerce. Hukum syariah menuntut tanggung jawab penjual atas kecacatan barang yang dijual, dan solusi seperti asuransi syariah atau takaful dapat digunakan untuk melindungi penjual dan pembeli dalam transaksi marketplace. Hal ini mencerminkan pentingnya mempertimbangkan aspek-etika dan moral dalam bisnis sesuai dengan hukum syariah.
4. Perlindungan Hak Konsumen dalam Hukum Ekonomi Syariah: Penelitian ini menekankan perlindungan hak-hak konsumen dalam konteks hukum ekonomi syariah. Konsumen memiliki hak untuk mengembalikan barang cacat dan meminta kompensasi sesuai dengan prinsip keadilan syariah. Ini adalah pendekatan yang lebih luas dan memperhatikan aspek moral dalam bisnis.
5. Perlindungan Konsumen dan Regulasi Marketplace: Penelitian ini juga menyarankan adanya regulasi yang lebih khusus untuk mengatur transaksi jual beli dalam marketplace. Hal ini penting untuk memastikan bahwa hak-hak konsumen di dunia digital tetap dilindungi dengan baik. Dalam keseluruhan, hasil penelitian ini menggarisbawahi pentingnya memahami dan menjalankan hukum yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, baik dalam konteks UU PK maupun hukum syariah. Dalam era transaksi online yang semakin berkembang, perlindungan konsumen harus menjadi perhatian utama, dan regulasi yang tepat harus ada untuk mengaturnya.
- Kelebihan dan Kekurangan serta Saran
Kelebihan Penelitian:
1. Pemberian Perlindungan Konsumen: Penelitian ini menyoroti pentingnya perlindungan konsumen di Indonesia, terutama dalam konteks transaksi e-commerce. Ini mengingatkan pelaku usaha tentang kewajiban mereka untuk melindungi hak konsumen dan mematuhi undang-undang yang ada.
2. Penggabungan Hukum Konvensional dan Syariah Penelitian ini mencatat bahwa transaksi e-commerce di Indonesia dilindungi oleh hukum konvensional dan hukum syariah. Ini dapat menjadi pendekatan yang inklusif dan mencakup sebagian besar masyarakat, terlepas dari latar belakang agama atau keyakinan.
3. Fokus pada Etika Bisnis Penelitian menyoroti pentingnya etika bisnis dalam transaksi. Ini menekankan bahwa tidak hanya kewajiban hukum yang harus diikuti oleh pelaku usaha, tetapi juga kewajiban moral dalam menjalankan bisnis.
4. Solusi Praktis Penelitian ini mengusulkan solusi praktis seperti penggunaan asuransi syariah atau takaful untuk melindungi penjual dan pembeli dalam transaksi marketplace. Ini dapat membantu mengurangi risiko dalam transaksi online.
Kekurangan Penelitian:
1. Tidak Spesifik Meskipun penelitian ini memberikan pandangan umum tentang perlindungan konsumen di Indonesia, beberapa informasi lebih rinci atau contoh konkret tentang kasus pelanggaran hak konsumen atau regulasi yang diusulkan pada marketplace akan meningkatkan kegunaannya.
2. Tidak Memperhitungkan Perkembangan Terbaru Penelitian ini mungkin tidak mencakup perkembangan terbaru dalam undang-undang atau praktik e-commerce di Indonesia setelah tanggal pengetahuan terakhir saya pada September 2021. Oleh karena itu, beberapa informasi terbaru mungkin tidak disertakan.
3. Keterbatasan Perspektif Penelitian ini tampaknya berfokus pada perspektif pelaku usaha dan konsumen, tetapi tidak mencakup perspektif pemerintah atau badan pengawas yang memiliki peran penting dalam menjalankan undangundang perlindungan konsumen. Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan wawasan penting tentang perlindungan konsumen di Indonesia, tetapi mungkin memerlukan pembaruan untuk mencakup perkembangan terbaru dan informasi lebih rinci tentang pelanggaran hak konsumen serta regulasi yang diusulkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H