Dan sejak waktu bermula, kau diperintahkan untuk memakmurkan alam. Kau pun hidup berdampingan dengan alam, tapi pikiranmu membawa eksistensi dirimu jauh dari alam. Kau ciptakan sendiri tabir yang mutlak membatasi dirimu dari alam...” ceramah Bima Sakti.
“…pertanyaanku belum kau jawab.”
“Dengarkan dulu nak! Aku belum tuntas. Pikiran adalah benang merah antara kau dan rusaknya sistem keseimbangan alam. Jangan anggap semua baik-baik saja ketika kau berpikir negatif! Ada frekuensi yang terpancar ke ruang hampa jagad raya, biarlah hal ini dijelaskan oleh saudara Orion nanti. Yang jelas pikiranmu haruslah selaras dengan hati sebagai pusat emosi dan biarlah keduanya saling mengendalikan.
Namun sebaliknya, ketika fungsi sinergis akal kau pisah dari fungsi hati, maka sistematika manusia sebagai belalang mikrokosmos akan cenderung destruktif dengan mengalirkan energi-energi negatif yang terpancar ke alam semesta. Ketika sebuah subsistem memisahkan perannya dari sistem, tahukah kau apa yang terjadi?”
“Sistem tidak lagi memiliki substansi totalitas dalam konteks keseimbangan karena meski subsistem yang lain masih berfungsi sempurna tetap saja hilangnya peran salah satu subsistem menyebabkan kinerja sistem menjadi kacau dan tidak seimbang” kujawab sekenanya.
"Dan untung saja masih ada manusia yang melakukan harmonisasi subsistemik dengan kosmos di tengah masyarakat yang semakin apatis psikopat. Namun demikian tetap saja dibutuhkan sebuah totalitas demi sempurnanya kinerja sistem kosmos.”
“Hey saudara Bima Sakti, aku punya pertanyaan. Makhluk itu diciptakan serba terbatas. Namun kenapa ada istilah totalitas? bukankah keterbatasan dan totalitas adalah dua hal yang kontras berbeda? Di tengah-tengah keterbatasan ini kenapa kita malah diharuskan bersikap totalitas?”
“Anak muda. Totalitas berarti kau menggunakan segenap daya dan upaya yang kau miliki. Bagaimana kau bisa belajar caranya bersyukur bila totalitas itu tidak ada? Dengan keseluruhan kemampuanmu yang terbatas, jika kau hanya menggunakan setengahnya berarti ada sisa kemampuan yang kau sia-siakan. Maka, bila demikian, kau sebenarnya lebih berhak mendapatkan kemampuan hanya sebesar yang kau gunakan itu dan kau dianggap tidak mensyukuri nikmat Allah.”
Orion, salah satu gugus bintang tiba-tiba hadir dalam pembicaraan dan langsung melanjutkan substansi dialog.
“Jadi, terdapat gelombang elektromagnetik yang memadati semesta dan mengelilingi dirimu. Segala yang kaupikirkan akan terpancar keluar menjadi frekuensi yang kemudian ditangkap oleh alam semesta. Lalu, frekuensi itu akan berubah menjadi energi dan alam semesta kemudian mengembalikan energi ini kepadamu, kau secara natural akan menangkapnya. Maka kau adalah apa yang kau pikirkan. Perilakumu adalah pengejawantahan dari apa yang kau pikirkan.”
“Oh iya, aku teringat teori tentang medan morfogenetika dalam istilah biologi.”