Mohon tunggu...
Muhibbuddin Abdulmuid Yassin Marthabi
Muhibbuddin Abdulmuid Yassin Marthabi Mohon Tunggu... lainnya -

Saya manusia biasa yang makan dan minum...bisa lapar dan haus..yang bisa senyum dan sakit...bisa gembira dan luka hati...bisa tertawa dan meneteskan air mata...seperti teman-teman semua...saya manusia...\r\nTapi hamba ini berdo'a..jika hamba mati..darah hamba mengalir di bumi dan menulis kalimat الله\r\n\r\nwww.suaramuhibbuddin.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dunia Memasuki Era Tanpa Perang

10 Desember 2010   09:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:51 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignright" width="343" caption="Hanya satu cara mencapai perdamaian yang langgeng, perundingan!"][/caption]

Dunia sedang memasuki era di mana tidak ada negara kuat dan tidak ada negara yang lemah. Semua negara memiliki standard angkatan perang, baik fisik maupun mental, serta strategi untuk survive dan mempertahankan negaranya dari tindakan serangan pihak manapun. Seiring dengan itu, maka tercapainya sebuah “masyarakat tanpa perang besar” akan mungkin terwujud, tanpa menafikan adanya percik-percik peperangan kecil menghiasi perjalanan sejarah ini.

Seorang pendekar Perang dari China menyebutkan dalam sebuah ungkapannya yang terkenal, “Dia yang mengenal musuh maupun dirinya sendiri takkan pernah beresiko dalam seratus pertempuran; Dia yang tidak mengenal musuh tetapi mengenal dirinya sendiri akan sesekali menang dan sesekali kalah; Dia yang tidak mengenal musuh ataupun dirinya sendiri akan beresiko dalam setiap pertempuran.” Sun Tzu mengabadikan semua pemikirannya dalam The Art of War, yang merupakan ilmu atau seni perang dari daratan China, yang menginspirasikan begitu beranekanya metode taktis dalam sebuah peperangan.

Dalam ungkapan di atas, ada satu unsur urgen yang menjadi “sumber” melahirkan sebuah perang yang memiliki nilai seni tinggi, di mana tidak hanya mendambakan sebuah kemenangan, tetapi sebuah nilai peradaban yang luhur, dan menjaga kemanusiaan manusia itu sendiri dari kebiadaban hewahiyah. Unsur tersebut adalah “pengenalan musuh”

Unsur “pengenalan musuh” tidak berbeda dengan kumpulan pengetahuan ataupun informasi tentang sebuah kondisi kemampuan ataupun kekuatan angkatan perang musuh, dan “calon musuh”, sehingga bisa memberi peluang penyusunan strategi untuk mengalahkannya.

Satu informasi yang tidak dimiliki angkatan perang Jepang adalah fakta kepemilikan senjata bom nuklir yang dimiliki oleh pihak lawan, dalam hal ini Amerika Serikat. Jepang, ternyata “buta informasi” tentang perbendaharaan peralatan perang musuh, yang inilah sebenarnya sebab pertama pemerintah Jepang begitu “gugup” dan tidak memiliki kesiapan mental dan fisik menghadapi Amerika Serikat. .

Lebih jauh, tindakan menyerah tanpa syarat, merupakan tindakan “orang buta melawan orang melihat”, yang tentu saja dimenangkan oleh orang yang melihat. Pengertian melihat di sini, maksudnya “melihat informasi tentang kondisi sasaran”. Pada saat PD II, kemenangan besar yang diraih tentara sekutu, adalah buah dari penguasaan bagaimana mendapatkan informasi tentang stability musuh.

Di dunia saat ini, keadaan menyebarnya media informasi yang menjadi tidak terkendali dan tidak ada yang mampu menghalangnya, terutama dengan banyaknya negara-negara yang menguasai teknologi informasi dan Satelit, membawa dunia ke dalam kancah “pertempuran dingin”, di mana berbagai siasat dan strategi sedang diproses, agar survive dan mampu terus eksis.

Dalam dunia yang serba terbuka ini, maka yang lahir adalah keberanian hampir semua negara untuk “melawan” segala tindakan provokatif dan represif sebuah negara, siapapun negara tersebut, entah negara kuat ataupun negara lemah, yang konsep negara kuat dan negara lemah itu sendiri secara automatis tereduksi oleh media informasi itu sendiri. Maka yang lahir sekarang ini, dimulai abad Milenium ini, tidak ada negara kuat, dan tidak ada negara lemah. Semua negara memiliki kemampuan yang setara dan sama, memikili jangkauan serangan yang seimbang dan sama-sama menang serta sama-sama kalah. Terlebih dengan teknologi Satelit yang sudah hampir bisa dimiliki oleh semua negara di dunia ini, baik dengan cara memproduksi sendiri maupun membeli dari negara sahabatnya.

Efek dari keadaan dunia yang serba terbuka ini, sebuah negara akan berhati-hati dan tidak sembrono melakukan serangan ke pihak musuh. Serangan yang dilakukan oleh Korea Utara tidak lebih dari balasan yang setimpal yang mencuat sebagai akibat dari sebuah skenario dunia yang mengarah kepada pengucilan terhadap eksistensi Korea Utara di tengah masyarakat dunia. Maka jalan keluar yang tepat adalah memberi kesempatan Korea Utara untuk duduk dan hidup berdampingan dengan semua negara di dunia ini, tanpa embargo dan blokade dalam bidang apapun.

Kasus lain adalah Afghanistan, di mana tentara NATO sendiri harus terpaksa sesegera mungkin mengakhiri pendudukannya di tanah Afghanistan. Diperkirakan, seandainya senjata bom atom dijatuhkan melawan Taliban, belum ada kepastian Taliban akan menyerah. Pengetahuan pihak Taliban tentang kemampuan angkatan perang NATO, menjadi bahan pemutusan strategi mereka melawan NATO, yang sehingga sampai hari ini, Taliban tidak dapat dikalahkan oleh angkatan perang dengan peralatan secanggih NATO.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun