Tertanggal 20 oktober 2022, setelah hakim zulkifli membaca putusannya. Tiba-tiba saja sebuah kursi melayang dari tangan terdakwa Sunandiono dan terhempas mengenai pipi kiri bagian bawah mata hakim zulkifli hingga menimbulkan luka sobek sekitar 4 sentimeter dan berujung dibawa ke rumah sakit akibat luka yang didapatkannya.
Kasus di atas adalah salah satu dari sekian kasus perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim atau disingkat dengan PMKH. Tercatat semenjak Komisi Yudisial atau KY diberikan kewenangan dalam mengadvokasi hakim pada 2013 hingga 2022, terdapat kurang lebih 85 kasus yang ditangani KY sebagai lembaga penegak kehormatan hakim.
Data tersebut menjadi sebuah ironi. Hakim sebagai pejabat peradilan negara dalam mengadili, sudah seharusnya diberikan perlindungan dari serangan-serangan yang dapat mengganggu hakim dalam menjalankan tugasnya dengan independen.
PMKH atau perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim dapat kita artikan sebagai perbuatan oleh seseorang maupun kelompok yang mengganggu proses persidangan atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, yang mengancam hakim di dalam maupun di luar persidangan, dikatakan sebagai penghinaan terhadap hakim dan pengadilan.
Namun persoalan kemudian timbul, karena pada realitanya, PMKH kerap kali disamakan dengan Contempt of Court atau penghinaan terhadap pengadilan. Beragam spekulasi muncul, ada yang mengatakan keduanya berbeda dan ada pula yang mengatakan keduanya merupakan satu kesatuan yang sama.
Hanya saja, apabila keduanya merupakan satu kesatuan yang sama, fungsi dari perbedaan terminologinya apa?, sehingga adanya perbedaan terminologi mengindikasikan ada perbedaan diantara keduanya walau keduanya saling berkaitan.
Tidak adanya demarkasi yang jelas antara contempt of course dan PMKH menimbulkan sebuah dilema. Mengapa tidak?, merujuk pada bunyi pasal 24B Ayat (1) sebagai dasar berdirinya KY yaitu:
 "Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim."Â
Dapat kita lihat, pasal tersebut hanya menyebutkan KY bertugas dalam mengawasi para hakim, bukan pada pengadilan secara keseluruhan. Artinya, apa yang menjadi kewenangan pada KY, hanya berada dalam tataran yang berkaitan dengan hakim.
Sementara menilik definisi Contempt of Court yaitu setiap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan. Maka pada hakikatnya, KY hanya memiliki kewenangan yang terbatas pada Contempt of Court, yang dalam hal ini hanya yang berkaitan dengan hakim.
Persoalan demarkasi antara keduanya menjadi penting, , hal ini berkaitan dengan asas kepastian hukum terkait kewenangan KY. Apakah KY dapat menangani salah satu atau keduanya. Hal ini bertujuan agar KY tidak melakukan sesuatu di luar kewenangannya.
Pun anggapan yang mengatakan bahwa keduanya merupakan satu kesatuan, hal ini dapat benar dan dapat juga salah. Karena pada dasarnya, keduanya terkadang merujuk pada kasus yang sama.
Memakai analogi kekuasaan kehakiman dengan KY, apabila kita menyebut KY juga akan mengacu pada kekuasaan kehakiman. Apabila analogi tersebut diterapkan pada Contempt of Court dan PMKH, maka Contempt of Court diibaratkan sebagai kekuasaan kehakiman dan PMKH sebagai KY. Namun yang perlu digarisbawahi antara Contempt of Court dan PMKH sampai saat ini tidak terdapat definisi yang jelas dalam membedakan keduanya, terkadang dalam suatu kasus yang secara definisi dapat digolongkan sebagai PMKH ternyata KY tidak menganggap hal tersebut sebagai PMKH melainkan Contempt of Court.
Penulis sendiri memiliki anggapan yang berbeda dari anggapan di atas. Menurut penulis, Contempt of Court dengan PMKH terdapat demarkasi yang jelas antara keduanya. Contempt of Court mengacu pada berjalannya proses peradilan, sementara PMKH fokus kepada hakimnya, baik di dalam maupun di luar persidangan. Dengan demikian, keduanya merupakan dua entitas yang berbeda namun terkadang bersinggungan atau bergabung pada suatu kasus.
Karena tidak semua PMKH itu dapat dikategorikan sebagai Contempt of Court, karena PMKH bukan saja terjadi dalam pengadilan, namun juga di luar pengadilan. Maka yang menjadi catatan penulis, perbedaan istilah Contempt of Court dan PMKH terletak pada siapa yang berwenang untuk menindaklanjuti. Dalam hal ini KY hanya berwenang dalam perkara Contempt of Court yang berada dalam lingkup yang berkaitan dengan hakim, di luar daripada itu KY tidak berwenang untuk menindaklanjutinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H