Rakyat melimpahkan sebagian haknya kepada negara, agar negara dapat mengatur dan menggunakan hak tersebut untuk demi kesejahteraan bersama. Namun bukannya tanpa resiko, agar hak tersebut tidak disalahgunakan, maka rakyat melimpahkannya ke dalam suatu konstitusi. Dan demi memelihara konstitusionalitas Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi NKRI, maka dibentuklah Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Sebagai anak kandung reformasi, lembaga ini dibentuk setelah dilakukannya amandemen UUD 1945 yang ketiga. Artinya sebelum reformasi, lembaga ini belum didirikan. Sehingga belum ada suatu lembaga yang berwenang untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Walaupun dalam sejarahnya, sempat beberapa kali muncul wacana untuk memberikan kewenangan maupun mendirikan suatu lembaga yang menguji konstitutusional suatu undang-undang, namun wacana tersebut barulah dapat terealisasi ketika amandemen yang ketiga.
Kini, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah berdiri selama 20 tahun. Tentu dalam perjalanannya, mahkamah konstitusi juga tak lepas dari berbagai masalah, terutama integritas para hakimnya. Hanya saja beberapa kasus tersebut tidak lantas membuat marwah lembaga Mahkamah Konstitusi dapat di cap buruk. Karena pada faktanya, peran MK dalam sistem ketatanageraan sangat vital dalam menjaga dan mengawal hak-hak konstitusional warga negara dan keseimbangan antara lembaga-lembaga negara.
Namun apa jadinya?, jika dalam realitas kehidupan ketatanegaraan indonesia, tanpa kehadiran lembaga Mahkamah Konstitusi. Apakah yang terjadi apabila skenario itu terjadi?
Maka tulisan ini mengambil dari perspektif ketika di dalam realitas negara yang menganut supremasi konstitusi ini, eksistensi MK belum ada. Sehingga setelah membaca tulisan ini, penulis berharap pembaca semakin sadar akan peran MK dan kembali menumbuhkan kembali harapan-harapan publik terhadap MK yang tergerus akibat oknum-oknum hakim tidak bertanggungjawab.
Ketidakpastian hukum karena tidak ada lembaga yang menguji konstitusionalitas UU
Ketidakpastian akan hukum tentu menjadi suatu keniscayaan, ketiadaan lembaga yang menguji konstitusionalitas akan mengakibatkan kekacauan, masyarakat dipenuhi akan tanda tanya terhadap keabsahan undang-undang yang dibuat. Ketidakpastian ini akan berimbas ke sektor-sektor lain.
Apabila dibuatkan suatu cerita, anggap saja negara barunesia pada sistem hukumnya yang tidak mempunyai lembaga penguji konstitusionalitas undang-undang. Efeknya dikalangan masyarakat, pengusaha, bahkan pemerintah itu sendiri muncul dilema akibat ketidakpastian yang mendalam.Â
Setiap kali badan legislatif berhasil mengesahkan sebuah UU, pertanyaan tentang keabsahan dan kesesuaian UU tersebut dengan Konstitusi menjadi tanda tanya besar. Banyak kasus hukum yang berakhir dalam kebuntuan dan ketidakjelasan. Hakim-hakim di pengadilan sering kali terpecah pendapat saat harus menginterpretasi UU yang kontroversial, dan putusan-putusan hukum yang diambil bisa berbeda-beda dari satu pengadilan ke pengadilan lainnya.
Di tengah ketidakpastian hukum ini, banyak warga negara yang merasa khawatir dengan hak-hak asasi mereka yang dapat terancam. Beberapa UU yang kontroversial diduga bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi, tetapi karena tidak ada lembaga yang khusus memverifikasi hal tersebut, masyarakat tidak dapat sepenuhnya yakin tentang keberlakuan hukum. Bahkan para pengusaha merasa tertetakan. Investasi dan pengembangan bisnis menjadi risiko karena ketidakpastian tentang apakah regulasi pemerintah akan bertentangan dengan UU yang lebih tinggi. Seiring dengan itu, beberapa proyek besar terpaksa ditunda atau dibatalkan karena ketidakjelasan hukum yang menggantung.
Maka solusi dari permasalahan di atas, tentu dengan membentuk sebuah lembaga yang berwenang menguji undang-undang. Dengan adanya lembaga tersebut, keabsahan suatu undang-undang dapat diuji, sehingga akan tercipta suatu kepastian hukum. Karena sejatinya kepastian merupakan salah satu tujuan dari hukum itu sendiri.
Meningkatnya konflik kepentingan antarlembaga
Konstitusi memberikan setiap lembaga negara kewenangan yang menjadi legitimasi pelaksanaan tugasnya. Namun kewenangan tersebut juga cenderung melahirkan nafsu yang besar akan kekuasaan, sehingga terkadang nafsu tersebut membawa suatu lembaga berkonflik dengan lembaga lain. Meningkatnya konflik kepentingan antarlembaga menjadi suatu fenomena yang perlu dihadapi secara serius dalam konteks sistem pemerintahan yang demokratis. Apalagi negara indonesia menganut prinsip Check and Balances, artinya sederajat dan saling mengendalikan. Akibat dari prinsip tersebut, bisa saja timbul perselisihan dalam menafsir amanat UUD.
Tanpa adanya lembaga yang memutus hasil perkara perselisihan lembaga, bisa saja membuat masalah tersebut berlarut-larut dan menemui jalan buntu dan kemudian berimplikasi ke kehidupan ketatanageraan. Walau masih ada cara lain yang dapat ditempuh sebagai alternatif penyelesaian apabila MK tidak ada. Tetap saja, cara tersebut tidak akan seefektif penyelesaian yang dilakukan di mahkamah konstitusi yang mempunyai kekuatan final dan mengikat.
Keterbatasan akses rakyat untuk menentang kebijakan yang tidak adil
Dalam realitas tanpa eksistensi Mahkamah Konstitusi, ada potensi munculnya keterbatasan akses bagi rakyat untuk menentang kebijakan yang tidak adil. Mahkamah Konstitusi memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan mencegah potensi penyalahgunaan otoritas oleh pihak-pihak penguasa. Tanpa keberadaan lembaga ini, rakyat akan kehilangan mekanisme yang efektif untuk mengajukan gugatan atau peninjauan ulang atas kebijakan-kebijakan yang dianggap merugikan.
Adanya Mahkamah Konstitusi, rakyat memiliki kesempatan untuk menguji undang-undang dan keputusan pemerintah yang dinilai melanggar hak-hak konstitusional mereka. Dengan demikian, eksistensi Mahkamah Konstitusi memainkan peran krusial dalam memastikan perlindungan hukum bagi semua warga negara.Â
Sehingga apabila skenario tanpa adanya MK itu terjadi, maka proses menentang kebijakan yang tidak adil mungkin menjadi lebih sulit dan terbatas.
Potensi penurunan kepercayaan publik pada pemerintah dan sistem hukum
Dalam realitas di mana konstitusi tidak ada, kepercayaan publik pada pemerintah dan sistem hukum dapat tergerus. Rakyat mungkin merasa bahwa tidak ada mekanisme yang efektif untuk melawan ketidakadilan atau penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh penguasa. Hal ini bisa menyebabkan meningkatnya ketidakpuasan dan ketidakstabilan sosial, karena rakyat tidak merasa didengar atau dihormati dalam hal keputusan-keputusan penting yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Penurunan kepercayaan publik ini juga dapat menyebabkan polarisasi masyarakat, di mana kelompok-kelompok dengan kepentingan berbeda berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan keadilan. Ketika keadilan dan perlindungan hak-hak asasi manusia tidak terjamin, rakyat mungkin merasa terpaksa mencari jalan lain, termasuk protes massal atau tindakan-tindakan radikal, untuk menuntut hak-hak mereka.
Oleh karena itu, keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pilar penting dalam menjaga kepercayaan publik pada pemerintah dan sistem hukum. Dengan memastikan keadilan, keterbukaan, dan akuntabilitas, Mahkamah Konstitusi berperan dalam membangun fondasi yang kuat bagi sebuah negara yang demokratis dan berkeadilan, di mana hak-hak warga negara dilindungi dan kebijakan-kebijakan pemerintah dapat diuji secara obyektif sesuai dengan hukum dasar.
Dari beberapa poin yang telah dibahas diatas, dapat kita simpulkan, bahwa peran Mahkamah konstitusi Republik Indonesia dalam mempertahankan sistem ketatanegaraan yang kukuh menjadi semakin penting. Mahkamah Konstitusi memainkan peran vital sebagai penjaga dan pengawal konstitusi, serta memastikan keselarasan antara kebijakan pemerintah dengan nilai-nilai konstitusional. Kehadiran MK memberikan jaminan bahwa tidak ada kebijakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hak-hak asasi manusia.
Dengan segala tantangan yang dihadapi oleh negara, apresiasi terhadap peran MK sebagai garda terdepan dalam mempertahankan sistem ketatanegaraan yang kukuh dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan keadilan adalah suatu keharusan. Dalam mendukung integritas dan kredibilitas MK, peran aktif dari masyarakat dalam memahami dan mematuhi putusan-putusan MK juga menjadi sangat penting. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi dapat terus menjalankan tugasnya dengan baik dan menjadi penjaga keadilan serta harapan bagi seluruh warga negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H