Mohon tunggu...
Muh Asyrofi
Muh Asyrofi Mohon Tunggu... Insinyur - Insinyur

Seorang Insinyur di Perusahaan Bidang Energi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Program Transisi Energi di Indonesia

3 Januari 2024   12:19 Diperbarui: 3 Januari 2024   13:32 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam rangka memenuhi target transisi energi ke depan, beberapa faktor menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan program tersebut, yaitu:

  • Potensi sumber energi terbarukan di Indonesia
  • Potensi sumber daya manusia (SDM) yang akan mengelola transisi energi
  • Teknologi energi, yang meliputi teknologi konversi energi primer menjadi energi siap pakai, infrastruktur penyaluran energi, teknologi penggunaan energi (end user), teknologi efisiensi energi, dan teknologi penangkap emisi karbon (CCUS).

Ketiga faktor di atas harus berjalan secara sinkron untuk mewujudkan transisi energi menuju cita-cita NZE 2060.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, potensi sumber energi terbarukan di Indonesia lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan energi masa depan. Potensi sumber daya manusia (SDM), dengan jumlah penduduk saat ini yang mencapai sekitar 278,8 juta jiwa (BPS, 2023) dan akan terus bertambah, akan menjadi kekuatan sekaligus tantangan yang besar untuk mengelola sumber daya energi yang ada. Begitu pula perkembangan teknologi energi saat ini juga semakin banyak menjangkau pengelolaan energi terbarukan dengan tingkat efisiensi dan nilai ekonomis yang semakin optimal.

Tantangan besar dari sisi SDM saat ini adalah bagaimana mengupayakan SDM yang handal dalam mengelola sumber energi terbarukan. Kualitas dan etos kerja SDM perlu ditingkatkan melalui pendidikan yang intens dan berkelanjutan. Untuk itu, perlu dukungan pemegang kebijakan, yakni dalam hal ini Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan seluruh elemen masyarakat yang berkecimpung di dunia pendidikan. Anggaran Pendidikan di Indonesia yang telah mencapai Rp 612,2 triliun perlu diimplementasikan dengan efektif untuk meningkatkan kualitas SDM.

Sementara itu, tantangan dari sisi teknologi energi juga perlu dituntaskan. Untuk menunjang transisi energi, perlu dibangun fasilitas-fasilitas teknologi energi yang sesuai dengan sebaran sumber daya energi terbarukan di Indonesia (matahari, angin, panas bumi, air, biomassa, dll) dan sesuai pula dengan sebaran penduduk di Indonesia. Untuk itu diperlukan investasi yang masif di sektor energi terbarukan dan juga budaya riset yang handal. United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) telah mencatat bahwa investasi energi terbarukan di Indonesia selama tahun 2015 hingga 2022 baru mencapai USD 36,7 milyar dan masih berada di urutan ke-9 di seluruh dunia. Adapun anggaran riset Indonesia saat ini baru mencapai USD 8,2 milyar / tahun dan berada di urutan ke-34 di seluruh dunia (R&D World, 2022). Hal ini memerlukan perhatian dari semua pihak khususnya pemangku kebijakan, agar nilai investasi dan anggaran riset perlu ditingkatkan untuk menunjang program transisi energi dalam waktu dekat. Pemerintah perlu menerbitkan aneka kebijakan yang menarik bagi para investor untuk menanamkan modalnya di sektor energi terbarukan dan memberikan edukasi yang intens kepada masyarakat sebagai pengguna energi agar memiliki budaya yang sejalan dengan program transisi energi, seperti budaya penghematan energi, budaya ramah lingkungan dalam penggunaan energi, dan yang tak kalah penting adalah kesadaran bahwa energi yang ada saat ini adalah bukan hanya untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang (kesadaran akan energy sustainability).

Mewujudkan Transisi Energi yang Berkeadilan Sosial

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk memenuhi amanat UUD 1945 Pasal 33 tersebut dan seiring dengan kebutuhan adanya transisi energi di Indonesia, maka dalam pelaksanaannya, program transisi energi haruslah berpijak pada azas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Transisi energi tidak boleh hanya memberikan keuntungan / dampak positif pada sebagian kelompok tertentu saja atau menjadikan sebagian kelompok tertentu saja untuk menanggung resiko tanpa mendapatkan ekses positif yang setara. Untuk mewujudkan hal tersebut, peran pembuat kebijakan sektor energi (DPR & DEN) dan pelaksana regulasi sektor energi (Pemerintah) menjadi signifikan. Para pemangku kebijakan tersebut harus menjalankan amanat UUD 1945 dengan sebaik-baiknya demi kemakmuran rakyat.

Dalam rangka mewujudkan amanat UUD 1945, saat ini Indonesia telah memiliki berbagai Undang-Undang (UU) yang berkaitan dengan sektor energi, seperti UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas), UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, dan lain-lain. Di samping itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) bersama dengan pemerintah sampai saat ini masih merumuskan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Untuk menghindari adanya potensi tumpang tindih di antara berbagai UU tersebut dalam rangka menopang jalannya transisi energi, perlu dibuat Omnibus Law yang menjangkau seluruh sektor yang berkaitan dengan energi. Para wakil rakyat perlu segera merealisasikan regulasi tersebut agar segera dapat dijalankan oleh Pemerintah (pusat dan daerah) maupun para investor untuk segera merealisasikan program transisi energi yang berkeadilan sosial.

Agar pelaksanaan program transisi energi berkeadilan sosial dapat terwujud, maka penyusunan Omnibus Law di bidang energi dan yang berkaitan tersebut perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini:

  • Memberikan iklim investasi yang sehat kepada seluruh investor dengan menciptakan perangkat pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang handal serta memberikan keuntungan yang baik bagi investor dengan tetap berpegang pada kemaslahatan yang optimal bagi masyarakat.
  • Mengoptimalkan pemberdayaan sumber energi lokal setempat dengan teknologi yang tepat sasaran untuk dimanfaatkan oleh masyarakat terdekat terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan untuk masyarakat lain yang lebih jauh.
  • Mempertimbangkan tingkat keekonomian masyarakat pengguna energi dalam penetapan tarif energi agar terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
  • Memberikan subsidi bagi masyarakat yang tetap kesulitan mendapatkan akses energi setelah dilakukan optimaliasi pengelolaan energi dengan memperhitungkan keuntungan bagi seluruh stake holder.
  • Mengatur roadmap dan lokasi pembangunan industri dalam kaitannya dengan penggunaan sumber energi primer (sebagai bahan baku maupun sumber energi pemrosesan) agar memberikan kemanfaatan yang optimal bagi masyarakat pengguna produk industri tersebut (konsumen) dengan tetap memperhatikan keuntungan bagi investor.
  • Memfasilitasi BUMN (PLN, Pertamina, dll) untuk bertransformasi sesuai arah program transisi energi agar di masa depan tetap menjadi perusahaan Negara yang unggul dan mampu memberikan keuntungan bagi Negara secara optimal di era energi terbarukan, dengan tetap menjaga azas kemanfaatan bagi masyarakat secara luas di bawah prinsip keadilan sosial.


Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun