Dari grafik di atas, terlihat bahwa bauran energi terbarukan di Indonesia hingga tahun 2022 masih sekitar 10%, yang masih jauh dari target dalam RUEN yaitu 23% pada tahun 2025. Untuk mewujudkan kembali cita-cita NZE, KEN dan RUEN maka perlu dilakukan terobosan tertentu untuk mempercepat laju pemanfaatan energi terbarukan dan mengurangi energi fosil.
Saat ini, kebutuhan energi di Indonesia telah mencapai sekitar 200 Mtoe/tahun dan diperkirakan akan terus tumbuh hingga mencapai 556,5 Mtoe/tahun (juta ton setara minyak / tahun) yang setara 23,3 x 10^9 GJ/tahun pada tahun 2060 [4], atau sebanding dengan daya listrik total sebesar 738,82 GW pada tahun 2060. Berikut ini grafik permintaan energi di Indonesia per sektor:
Gambar 2: Permintaan Energi di Indonesia per Sektor [4]
Selama ini, kebutuhan energi di Indonesia masih didominasi oleh sektor transportasi, listrik, dan industri sebagaimana pada grafik berikut:
Gambar 3: Pembagian Kebutuhan Energi di Indonesia tahun 2020 per Sektor [4]
Proyeksi kebutuhan energi di atas adalah dengan skenario dasar, di mana pertumbuhan penduduk dan GDP diproyeksikan mengikuti data masa lalu. Dalam hal ini, belum dimasukkan variabel-variabel efisiensi energi dengan berbagai pendekatan agar intensitas energi dapat ditekan serendah mungkin. Dengan melihat data potensi energi terbarukan di atas beserta proyeksi kebutuhan energi di Indonesia, maka potensi energi terbarukan di Indonesia lebih dari cukup untuk digunakan menutupi kebutuhan energi di masa depan hingga tahun 2060 dengan tanpa memerlukan import energi. Namun demikian, efisiensi energi tetap dibutuhkan agar intensitas energi dapat ditekan.
Perlu dilakukan langkah-langkah strategis agar kebutuhan energi di Indonesia ke depan dapat terpenuhi dan tetap sejalan dengan cita-cita NZE 2060. Di samping itu, faktor energi berkelanjutan (sustainable energy) juga merupakan hal penting yang perlu dijaga, agar generasi masa depan tidak mengalami krisis energi. Untuk mencapai hal tersebut, bauran energi dengan memaksimalkan energi terbarukan menjadi kunci utama suksesnya program transisi energi menuju NZE 2060 dan energi berkelanjutan, sebagaimana telah dituangkan di dalam prioritas pertama KEN 2050.
C. Greig dalam “Getting to net-zero emissions” telah merumuskan lima pilar utama untuk mendukung program dekarbonisasi agar selaras dengan nett-zero pathway, yaitu: [5]
- Mengoptimalkan produktifitas energi (konsumsi energi per unit GDP) melalui: peningkatan efisiensi energi, pembangunan industri/proses yang hemat energi, dan membudayakan perilaku hemat energi.
- Dekarbonisasi sektor pembangkit listrik dengan mengganti energi fosil dengan energi terbarukan (matahari, angin, air, biomassa, panas bumi, nuklir, dll).
- Elektrifikasi di sisi end-user, meliputi sektor transportasi dan alat pemanas (rumah tangga dan industri)
- Dekarbonisasi sektor bahan bakar dan carrier energi dengan hidrogen, biofuel dan biomassa.
- Implementasi Carbon Capture Utilization & Storage (CCUS).
Kelima pilar tersebut di atas dapat diterapkan untuk program transisi energi di Indonesia dengan penyesuaian seperlunya, dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber energi yang ada di Indonesia dan tetap berpegang pada prioritas yang telah ditetapkan dalam KEN dan RUEN.
Transisi Energi di Indonesia Menuju NZE 2060: Peluang dan Tantangan