Senin, 20 Mei 2024, Badan Standar Kurikulum Asesmen dan Pendidikan (BSKAP)-Kemendikbud RI meresmikan program baru Sastra Masuk Kurikulum. Peresmian itu disiarkan melalui streaming pada kanal youtube Kemendikbud RI. Menteri Nadiem hadir dan meresmikan langsung peluncuran program Sastra Masuk Kurikulum tersebut.
***
Sekitar pukul 10.30 WIB. Siang itu, di ruang kantor guru, di sela-sela istirahat jam kosong mengajar, saya membuka grup MGMP, ada sebuah pesan yang diteruskan. Isinya adalah himbauan untuk mengikuti Peluncuran Progam Kemendikbud Sastra Masuk Kurikulum yang akan berlangsung pukul 14.00 WIB di kanal Youtube Kemendikbud RI.
Program baru Kemendikbud RI, kah? Sebab sebelumnya, Kurikulum Merdeka belum menyinggung secara khusus peran sastra, kecuali secara umum mengenai program literasi dan numerasi. Namun, rasa-rasanya, program sastra masuk sekolah atau sastra masuk kampus dulu juga pernah ada. Apakah ini hal baru? Atau peningkatan dari program yang dulu pernah ada itu?
Menunggu pukul 14.00, entah mengapa, rasanya begitu lama sekali. Saya sudah Zuhur, makan siang, dan menantikan detik-detik peluncuran Sastra Masuk Kurikulum itu rasanya membuat saya mengantuk. Tentu saja, siang hari, jam 1-2 siang adalah waktu yang rentan terkena serangan kantuk.
Saya pun langsung saja membuka kanal Youtube Kemendikbud RI. Saya lihat deskripsi video. Peluncuran program tersebut akan ditayangan secara streaming hanya satu jam. Ah, ternyata hanya satu jam.
Streaming sudah berjalan sebelum pukul 14.00. Intro menampilkan gambar grafis lembaran buku yang terbuka, berpindah-pindah lembar demi lembar halaman. Dari buku yang terbuka itu di atasnya terdapat grafis yang muncul beragam gambaran bidang-bidang keilmuan, yang sepertinya ingin menjelaskan bahwa membuka buku adalah membuka semesta pengetahuan keilmuan yang begitu beragam. Grafis itu berlatar hijau. Di bawah layar streaming hijau itu menampilkan tulisan besar "HARI BUKU NASIONAL 2024: Baca Buku, Temukan Duniamu." Dengan begitu, tentu saja peluncuran program Sastra Masuk Kurikulum berpijak pada Hari Buku Nasional 2024.
***
Acara dimulai ketika Menteri Nadiem memasuki ruang acara, dan tak lama Indonesia Raya berkumandang. Ruang acara begitu keren. Layar besar di tengah panggung, diapit oleh rak-rak buku besar di kanan-kiri layar, yang tentu saja berisi buku-buku. Tapi, entah itu buku asli atau hanya grafis dekorasi. Lagu kabangsaan selesai, pemandu acara memasuki panggung, menyapa hadirin, dan membacakan susunan acara.
Anindito Aditomo, setelah dipersilakan, berdiri di podium. Kepala Badan Standar Kurikulum Asesmen dan Pendidikan itu menyampaikan bahwa program ini bukan program baru. Meskipun demikian, program ini dibuat untuk membantu guru dalam pengimpelentasian Kurikulum Merdeka dalam  menumbuhkan kemampuan literasi dan menumbuhkan cinta membaca anak.
Tujuan tersebut, menenurut Anindito, hanya akan bisa tercapai jika anak-anak terpapar oleh buku-buku yang bagus. Jika tidak pernah mengenal buku bacaan bagus, anak-anak tidak akan pernah suka membaca. Membaca bukan habit alamiah manusia, melainkan harus diupayakan secara sistematis.
Beberapa hal yang telah diupayakan oleh Badan Standar Kurikulum antara lain membuat penjenjangan buku dari tingkat mula hingga lanjut, menyusun daftar buku fiksi maupun non-fiksi untuk setiap jenjang, menerjemahkan cerita dari berbagai bahasa daerah, dan mengirimkan labih 2,7 juta eksemplar buku tersebut ke sekolah seluruh Indonesia. Daftar buku bacaan tersebut telah disusun, panduan penerapannya pun telah ditulis untuk memudahkan guru mengimplementasikan di dalam pembelajaran.
Selain meningkatkan minat baca, karya sastra begitu potensial untuk pendidikan karakter. Tidak akan cukup hanya pada buku pelajaran yang ada. Keterampilan empatik akan tercipta. Â Anak akan mampu melihat masalah secara lebih baik. Tidak gegabah untuk menghakimi orang lain yang berbeda pendapat.
Mendengar pemaparan Anindito, saya merasa yakin, 10-20 tahun mendatang, Indonesia akan memiliki banyak sastrawan yang karyanya mampu bersaing secara global.
Booster yang diberikan oleh Kemendikbud ini tidak-main-main. Rekomendasi buku bacaan dan panduan penerapannya mencapai 700-an halaman. Cek saja menu Sastra Masuk Kurikulum pada website buku.kemendikbud.go.id.
Terdapat  40-an judul buku rekomendasi untuk jenjang SD, jenjang SMP berisi 20-an, SMA berisi 100-an buku. Buku-buku itu dikuratori oleh ahli sastra, sastrawan dan pegiat sastra, sebanyak 17 orang. Eka Kurniawan, sastrawan kita, yang bukunya sudah banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa asing itu, yang namanya diperhitungkan di kancah sastra dunia itu, ikut juga terlibat di dalamnya.
Hadirnya Eka Kurniawan, bagi pandangan saya, cukup melegitimasi, kiranya buku rekomendasi Kemendikbud RI ini adalah buku lokal yang tidak main-main dalam pemilihannya. Saya sendiri pun berharap bisa memiliki masing-masing satu eksemplar buku rekomendasi Kemendikbud ini.
***
Setelah Anindito tampil, video-video kebermanfaatan sastra diputar. Siswa, guru, orang tua, penulis, dan psikolog memberikan testimoni; pendeknya sastra itu luar biasa. Saya pun percaya itu.
Acara berlanjut menyuguhkan tampilan praktik baik dari jenjang SD sampai SMA. Tampilan pertama SDN Banyuripan Bantul menyuguhkan Wayang Bayangan yang diadaptasi dari karya sastra yang berjudul Mata Dan Rahasia Pulau Gapi karya Okky Madasari.
Saya merinding menyaksikan penampilan siswa SD itu. Penampilannya begitu segar, begitu indah dan menyentuh. Tranformasi sastra yang dibawakan sangat berhasil. Sebuah karya tulis menjadi karya pentas yang fantastis.
Selanjutnya musikalisasi puisi oleh SMP Sekolah Alam Bogor, membawakan adaptasi puisi dari Sapardi DJoko Damono yang berjudul Hatiku Selembar Daun. Menyaksikannya membuat kita berkontemplasi tentang kenangan dan kepergian.
Tampilan diakhiri oleh siswa SMA Kolase Gonzaga Jakarta. Siswa itu membawakan monolog yang diadaptasi dari novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Penampilannya sangat berkesan. Ekspresif dan memukau.
Kemudian, acara inti, prosesi peluncuran program Sastra Masuk Kurikulum oleh Nadiem Makarim. Dalam sambutannya, Nadiem Makarim mengapresiasi orang-orang yang terlibat dalam program ini. Ia menyatakan bahwa buku bukan hanya sekedar untuk dibaca, sebab ada pemahaman, ada pertanyaan-pertanyaan baru mengenai hidup, budaya, dan hubungan dengan orang-orang di sekitar kita.
Lebih lanjut, Nadiem menyadari, kehadiran sastra selama pembelajaran saat ini sudah berlangsung di sebagian kelas, tapi terbatas pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Tidak sampai mengkritisi lebih dalam. Tidak ada bedah buku atau diskusi buku yang dalam. Ia pun menekankan bahwa iterasi lebih dari sekedar membaca, mengolah informasi, dan memahami makna yang ada di dalam suatu teks. Dengan adanya sastra masuk kurikulum, sekolah bisa menggunakan karya sastra dalam materi P5. Misalnya, pembacaan karya atau pementasan monolog, seperti yang telah ditampilkan.
***
Melihat adanya program Sastra Masuk Kurikulum, tentu saja kita berharap, ketersediaan buku-buku ini mudah untuk dijangkau oleh sekolah-sekolah. Sayang sekali tidak dijelaskan melalui apa dan di mana buku-buku rekomendasi ini dengan mudah kita dapatkan.
Saya sepakat dengan pandangan Mas Anindito, ke depannya tidak hanya buku sastra lokal yang dipelajari, tapi karya sastra dunia. Tentu ini akan sangat luar biasa. Pergerakan Badan Standar Kurikulum Asesmen dan Pendidikan ini sudah baik. Tinggal kita, sebagai pendidik, mengimplementasikan pembelajaran berbasis sastra yang direkomendasi ini kepada siswa di dalam kelas.
Rekomendasi buku sastra telah diterbitkan. Karpet merah sastra telah digelar di ruang pendidikan. Nyala lampu literasi semoga benderang hingga puluhan tahun generasi ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H