Seputar kesehatan mental masih mengakar kuat pada pandangan menilai kepribadian orang lain. Semakin tajam pengamatan semakin kejam tanggapan. Tidak semata penilaian tapi lebih dari penanaman serta implikasi kesehatan mental tidak dapat dipandang sebelah mata saat disandingkan dengan kesehatan raga. Berjuang melawan sakit mental jauh lebih sengsara. Luka batin menganga itu terus mengalir tiap langkah kaki melaju.Â
Ikhtiar dini menangani problematika kesehatan mental, salah satunya melalui dunia pendidikan. Harapannya para pelajar dan mahasiswa benahi saku untuk terus menabung hal penting terkait kesehatan mental. Diselipkan pada mata pelajaran maupun simulasi belajar.Â
Teori yang dibarengi praktik akan membuahkan hasil lebih mengena bagi murid. Contohnya dalam tayangan video motivasi sebelum memulai interaksi pembelajaran di kelas maupun outing class. Tampilan video bertema 'Sehatkah mental seseorang yang sering menyendiri? Salahkah mereka melakukannya?
Berkecamuk spekulasi kita yang belum memahami apa penyebab orang suka menyendiri. Tidak se-frekuensikah dengan teman-temannya? Atau sombong, kuper, hingga kita berasumsi bahwa tipikal orang yang suka menyendiri itu tidak wajar. Tidak mampu membaur dan bersosialisasi. Jangan anggap remeh seseorang, begitu pula terhadap orang yang suka menyendiri. Karena di balik pengambilan sikapnya itu mereka punya alasan. Supaya tidak terjadi salah kaprah, mari kita ulik kenapa orang memilih menyendiri.
Kehidupan sudah riuh, jangan diperkeruh!
Si penyendiri menghindari obrolan tidak berbobot yang selalu munculkan hal kecil atau sepele sebagai bahan pembicaraan dan dibesar-besarkan. Bukannya tidak mau bergabung, tapi karena hidup sudah terlalu berisik jadi memutuskan berdamai dengan menyendiri. Karakter ini selektif memutuskan mana yang bisa diikuti, ditunda atau menunda, dan wajib dihadiri. Sayang terhadap dirinya sendiri lebih dominan ketimbang membuat gaduh.Â
Lantas bisakah disebut egois? Tentu tidak. Basic egois adalah kecenderungan memprioritaskan keinginan dan kebutuhan sendiri di atas kebutuhan orang lain. Seseorang dengan sifat ini kerap bertindak berlebihan dengan caranya, semata-mata untuk menguntungkan diri sendiri, meski harus merugikan orang lain.Â
Orang egois justru akan tampil di banyak momentum, sebab ada capaian khusus yang hendak diraih. Berbeda halnya dengan orang yang suka menyendiri lebih kepada menghargai dirinya untuk tidak terpengaruh atau bahkan sudah lelah memercingkan mata terhadap kehidupan yang membuatnya engap.Â
Langkah tepat tanggapi orang pada tipe ini, jangan paksa dia masuk circle 'umbar' kehidupan berbelit-belit. Ketika menyendiri, dekatilah perlahan-lahan. Komunikasikan bahwa teman-teman lainnya juga membutuhkan sosok penyendiri sebagai controling saat mereka melampaui batas pembicaraan hiperbola dan tong kosang nyaring bunyinya.
Butuh waktu untuk menariknya ke dalam circle kalian. Sabar dan kenalilah si penyendiri dengan seksama, maka dirimu akan jauh lebih tenang ketimbang awal mengenalnya. Intinya jangan dipaksa dan berikanlah waktu sebentar supaya orang yang suka menyendiri menyadari bahwa hidup tidak selamanya sendiri, hidup perlu bersinggungan antar mahluk ciptaan Tuhan.
Bukan kuper, hanya ingin menjauh dari 'rekayasa' manusia
Drama atau rekayasa tingkah polah manusia merupakan hal yang paling tidak disukai oleh si penyendiri. Keberuntungannya adalah tidak bersua dengan orang penuh tipu muslihat. Justru menyendiri membantu berikan charger positif mengilustrasikan apa yang dialami dan yang terjadi terhadap lingkungan sekitar. Boleh jadi pengetahuannya jauh lebih banyak dibanding orang kuper (kurang pergaulan). Orang yang dikatakan kuper adalah orang yang selalu di rumah dan tidak pernah bergaul dengan orang lain. Meskipun sebenarnya tidak semua orang yang hanya tinggal di rumah terbatas pergaulannya.
Kamu tidak perlu menyindir orang yang suka menyendiri. Sindiran level tinggi pun tidak akan pengaruhi belokan sikapnya. Karena orang semacam ini, Â mudah beradaptasi dengan lingkungan. Namun, sisi lain cepat pula siap tinggalkan lingkungan yang dianggap hanya memanfaatkan saja. "Buang-buang waktu!" Itulah kiranya kalimat yang terucap.
Bukan individual, tapi dengan menyendiri membuat mereka lebih konsentrasi
Individual merujuk pada kata sifat. Karakteristik individu adalah minat, sikap terhadap diri sendiri, pekerjaan, dan situasi pekerjaan, kebutuhan individual, kemampuan atau kompetensi, pengetahuan tentang pekerjaan dan emosi, suasana hati, perasaan keyakinan dan nilai-nilai. Karakter ini mengedepankan dirinya mampu melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Mindset individual dikibarkan dalam banyak situasi.Â
Dianggap bisa bertahan terhadap kualitas dan kuantitasnya, individual ditepis persamaannya dengan orang yang suka menyendiri. Karena saat menyendiri tingkat konsentrasi semakin meningkat, itulah mengapa mereka cenderung nyaman di tempat sepi.Â
Sepi bukan berarti menarik diri dari kantor lalu mengerjakannya di rumah atau tempat lain. Masih terbilang satu atap, si penyendiri dapat tuntaskan segala pekerjaannya. Dan mereka akan sangat terganggu oleh kebisingan yang membuat konsentrasinya buyar. Bahkan jika ada suara musik mengalun lirih, dapat dipastikan tipe orang penyendiri akan segera pindah ruangan. Atau meminta untuk mematikan musik.
Sebagai rekan yang peduli kesehatan mental si penyendiri, lakukan tiga hal. Pertama, ajak seseorang yang membuatnya segan untuk berbincang. Taburkan suplai-suplai positif jika orang yang suka menyendiri tidak selamanya baik. Sudah menjadi amanah supaya ilmunya berkah, apabila pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya tidak untuk dipergunakan sendiri, melainkan perlu pengimbasan terhadap orang lain.Â
Kedua, kuatkan mentalmu saat menghadapinya. Kemungkinan besar penolakan terjadi. Balaslah dengan senyuman dan jangan sesekali sakit hati atau balas dendam. Jika si penyendiri sudah mampu taklukkan hatinya, jangan ragu berjabat tangan dan jalin komunikasi.Â
Ketiga, Sumpek melihat kesendiriannya mengakibatkan hati kita kesal. Tidak dianjurkan kekesalanmu dilampiaskan pada amarah kepadanya. Yakinlah, marah bukan satu-satu jalan keluar hadapi orang yang suka menyendiri.
Mereka lagi tersibukkan suatu urusan
Percayalah, tidak ada yang tahu kesibukan masing-masing orang. Menyendiri bukan berarti tidak produktif. Bisa jadi mereka sedang memiliki proyek yang hanya diketahui olehnya. Alasannya dengan menyendiri pekerjaan cepat terselesaikan. Banyaknya orang di sekeliling bisa menjadi penunda pekerjaan. Bagi mereka, menyendiri adalah trik jauhi 'musuh'. Apa dan siapa sajakah musuh tersebut?Â
- Teman yang suka ajak ngobrol
- Kondisi rumah berantakan
- Pasangan yang tidak mendukung proyekmu
- Tekanan pekerjaan
- Suasana hati yang sedang kalut
Mereka enggan orang lain ikut campur urusan pribadi
Setiap manusia punya masalah pribadi, termasuk mereka yang suka menyendiri. Umumnya kalau sedang berinteraksi dengan orang-orang dan kemudian banyak menyinggung hal-hal pribadi membuatnya terganggu. Apalagi berulang dan diungkit-ungkit. Maka dari itu si penyendiri memilih untuk membatasi komunikasi.
Tidak mau mencampuri dan dicampuri urusan pribadi. Ciri khas karakter orang penyendiri. Rata-rata orang menyendiri itu akan menyaring apa dan bagaimana dia bertindak serta diterapkan kepada orang lain. Kehati-hatian tipe ini bukan bermaksud tidak menghargai orang lain care kepadanya. Bagi mereka etika berteman jauh lebih diunggalkan ketimbang kasak-kusuk ghibah.Â
Menyikapi orang tipe ini, tidak dianjurkan bagi kita membelakkan mata terhadap privasi kehidapannya. Stop dan sudahi pengintaian hal-hal yang terkait dengannya. Sebab, baginya "Urusanku adalah hakku dalam setiap penyelesaian dan perlu dicamkan aku tidak minat ikut nimbrung urusan orang lain." Impas!
Menyendiri tidak selamanya buruk, bahkan setiap orang memang perlu laungkan waktu merawat kesehatan mentalnya. Seperti dengan me-time atau mengambil jeda untuk mengelola emosi saat dikendalikan oleh amarah. Emosi miliki magnet dengan dua sisi tarik menarik, bisa hasilkan negatif maupun positif.Â
Menyendiri dalam jangka panjang terlebih dilengkapi kemurungan dan turunnya semangat hidup, bukanlah tindakan bijak. Sayangilah dirimu, cari bantuan jika memerlukannya, karena kamu layak kembali bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H