Satu, andai perselisihan antara mertua dan menantu atau menantu dan menantu lainnya tak kunjung bermuara damai, maka bisa memilih untuk mendatangi mertua.  Bangun suasana damai dan tanggalkan emosional diri, meski menantu merasa terus disalahkan. Jangan ragu untuk saling memaafkan.  Tanamkan pengertian untuk tidak mengulangi hal yang sama.  Perlu adanya pelukan antara menantu dan mertua sebagai simbol bahwa keduanya kembali harmonis guna bangkitkan ikatan batin. Sebelum berjumpa mertua, pastikan  masalah tersebut sudah tersampaikan kepada pasangan kita. Cari solusi terbaik yang hendak dibicarakan ke mertua.Â
Pilihan dua, untuk tipe menantu yang tidak bisa menunggu terlalu lama. Langsung berikan klarifikasi melalui telepon maupun chat kepada mertua terkait kritikan yang dilontarkan. Katakan sebenarnya yang terjadi. Jujur jauh lebih penting ketimbang menumpuk kebohongan. Tetap biasakan hormati mertua melalui bahasa opening dan closing 'cantik'.Â
Jangan paksakan anak dan menantu tinggal bersama mertua
Bentuk sayangnya mertua terhadap pasangan kita, tidak menutup kemungkinan dalam hal tempat tinggal. Â Geografis pembuatan rumah seolah dilegalkan oleh orang tua. Mertua hendaknya berikan keleluasaan kepada anak dan menantunya untuk memilih mau berdomisili dimana. Takut andai anaknya tidak bisa mandiri setelah menikah dan khawatir anaknya kekurangan secara materi, sepertinya menjadi salah satu alasan bagi orang tua yang masih saja memanjakan anak untuk tinggal satu atap dengannya. Disadari atau tidak, leluasa tinggal sendiri dan jauh dari mertua bisa meminimalisir masalah terhadap mertua. Jarangnya kontak fisik setiap hari mampu menghindari 'petaka' rumah tangga.
Andai menantu dan pasangan belum miliki rumah, sebisa mungkin menabunglah untuk menata keuangan sewa maupun cicil rumah. Hidup tanpa bayangan mertua ibarat air mengalir hingga persinggahan terakhir. Bebas hidup sendiri, demikian orang menyebutnya. Tidak ada rasa sungkan andai bangun kesiangan, bisa leluasa ungkapkan kegelisahan ketika sedang berseteru dengan pasangan, dan tak kalah penting mampu ciptakan vibes positif terhadap mertua secara berkelanjutan.
Jangan minta diprioritaskan oleh anak
Masih merasa punyai hak prerogatif terhadap anaknya, mertua kadang ambil langkah salah. Hegemoni mertua begitu kental. Tidak dibenarkan bahwa mertua selalu menjadikkan dirinya senantiasa diprioritaskan. Sang anak sudah beralih memikul tanggungjawab terhadap menantu dan cucunya. Dari urusan makan, antar ke rumah sakit, selalu ingin ditemani anaknya. Contoh konkret di kehidupan sehari-hari, mertua menuntut anaknya hadir dalam acara keluarga besar, namun secara kebetulan  menantu tidak bisa hadir dan sudah minta izin berhalangan datang, tapi mertua tidak legowo menerimanya. Tak anyal, terkadang ketidakmampuan anak dan menantu prioritaskan orang tua  sebabkan keretakan hubungan keluarga.
Banyaklah menimba pengalaman hidup baik melalui orang lain maupun keluarga sendiri, bahkan bisa mengikuti kelas pengajian guna cadangan aksi nyata untuk masa depan. Jadilah mertua dan menantu dengan kapasitas masing-masing. Saling memahami dengan cara sering bangun  komunikasi terbuka namun tetap pada koridor etika keagamaan dan adat yang berlaku. Karena ibadah terpanjang ini akan membawa kita menjadi 'murid maupun guru' saat menjalani kehidupan. Sekarang peran kita menjadi anak, lalu menantu, kemudian berubah pada posisi mertua. Maka kendalikan kesehatan mental sebagai amunisi berprasangka baik terhadap orang lain. Buanglah aura negatif, apalagi terhadap mertua atau menantu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H