Mohon tunggu...
Muharningsih
Muharningsih Mohon Tunggu... Guru - Pengurus IGI Kab. Gresik-Pengurus KOMNASDIK KAB. Gresik-Editor Jurnal Pendidikan WAHIDIN

Linguistik-Penelitian-Sastra-Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Nilai Masih Menjadi Barometer Pertanyaan Wali Murid Saat Ambil Rapor, Kelirukah?

12 Desember 2023   22:11 Diperbarui: 13 Desember 2023   14:21 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ambil rapor (KOMPAS.id)

Bagaimana nilai anak saya? Tuh, bener kan jelek, gak pernah mau belajar kalau di rumah. HP terus yang dipegang!

Menjadi siswa mulai tingkat dasar hingga SMA, tentu kenangan masa di bangku sekolah tak bisa tenggelam begitu saja. Masa liburan telah tiba, riang gembira hati para pelajar. 

Seperti kepompong berubah menjadi kupu-kupu, terbang bebas ditemani sayap cantiknya. Itulah gambaran siswa saat dapat informasi bahwa liburan di isi studi literasi ke Pulau Dewata Bali misalnya. Atau sederet planning berkunjung ke destinasi wisata lainnya hingga sambangi nenek di desa. Rata-rata bagi anak SD, liburan dimanfaatkan tuk gelar sunatan. 

Dibalik titian para pelajar tuk sambut liburan ada ritual khusus yakni pembagian rapor. Meski riilnya, cara penyampaian hasil belajar murid tersebut dapat diakses kapan dan dimana saja. Setiap sekolah punyai kebijakan tentang penerimaan rapor, apakah secara online maupun luring. Sejak covid melanda, sisi positif terkait IT di dunia pendidikan terbilang cukup berfaedah.

Contohnya, sebelum pandemi orangtua atau wali murid wajib tatap muka bersama wali kelas dalam pengambilan rapor. Namun, berjalannya waktu serta tuntutan melek teknologi, lampiran rapor sudah terbiasa berbentuk file PDF, lantas dikirimkan ke wali murid. Selain format PDF, orangtua bisa mengunjungi aplikasi maupun web sekolah pilih menu rapor, akses, dan selesai. Tidak menguras energi dan praktis. 

Bagi guru, program e-rapor kurikulum merdeka saat ini cukup membuat lega, pasalnya entry nilai sudah tak ribet. Cukup satu nilai akumulatif dari sejumlah hasil kompetensi materi yang diajarkan, kemudian input dan pilih capaian yang sudah dikuasai maupun yang perlu ditingkatkan oleh siswa, klik, simpan, dan usai. Semudah itu. 

Pengambilan rapor dibarengi konsultasi belajar. Tentu para orangtua pernah mengalami antrean panjang, terburu-buru, dan karena saking asyiknya konsultasi, maka terkadang lupa kalau barisan di belakang sudah pasang wajah tak bersahabat. Kira-kira apa saja hal-hal yang sering diutarakan wali murid kepada guru saat pengambilan rapor? Lalu, kelirukah andai ada pertanyaan besaran nilai dijadikan barometer kelayakan akademik bagi siswa? 

Perihal yang sering dilakukan wali murid saat pengambilan rapor

1. Bersalaman sambil tersenyum

Budaya orang timur melekat di warga Indonesia, punyai ciri khas ramah dan senantiasa dipraktikkan sekalipun di ruang kelas. Terhormatnya guru seolah terletak pada posisi ini. 

Siapapun wali murid miliki latar belakang sosial, ekonomi, dan pendidikan beragam, akan penuhi undangan pengambilan rapor sang buah hati. Jenderal berbintang, polisi berpangkat, dosen, Bupati, bahkan sampai orang-orang penting lainnya akan berikan senyum ramah sembari mengucap salam, lalu berjabat tangan dengan guru. 

Sudah menjadi kewajiban seorang guru sebagai fasilitator manis dalam menyambut wali murid. Orangtua dianggap partner guna saling mengisi kekurangan dan kelebihan masing-masing antara dia dan guru. Bagi tugas mendidik anak, jika di sekolah menjadi tanggung jawab guru. Ketika di rumah, orangtualah yang perperan aktif.

2. Duduk dan lontarkan "Bagaimana nilai anak saya?"

Sangat lazim terjadi di kebanyakan sekolah, perihal kalimat tanya tersebut. Bayangkan jika satu kelas terdiri dari 32 siswa, maka kalimat serupa terngiang di telinga guru berulang sampai detik akhir proses pengambilan rapor. 

Menanyakan nilai anak merupakan hal wajar. Sebagian besar orangtua masih miliki anggapan bahwa deret angka di rapor sebagai gambaran kualitas belajar si anak. Jika di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dianggap 'petaka', tetapi sebaliknya nilai di atas KKM masih juga dirasa kurang. Impian orangtua, nilai anak mencapai sempurna.

Jika kita telisik, olahan nilai yang tertera di rapor adalah perjalanan progres si anak mengikuti pelajaran. Kurikulum merdeka prioritaskan proses untuk menuju hasil. Jadi, diusahakan guru menstimulus secara edukasi terhadap orangtua bahwa nilai rapor tidak semata-mata barometer baik dan buruk si anak. 

Guru bisa mengarahkan pembicaraan bahwa nilai akademik anak bisa jadi turun, tapi tercatat untuk hal perilaku sudah tidak tidur di kelas, ada perkembangan mampu kuasai diri tidak merundung teman, mulai menghormati perbedaan pendapat, sudah berani presentasi tanpa lihat catatan, terampil kelola kelas saat kegiatan akhir tahun, dan sebagainya. 

Hal tersebut membuka serta mendorong wawasan orangtua supaya tidak hanya fokus pada hal akademik saja. Nilai akademik, nonakademik, dan sikap sama pentingnya serta diusahakan bisa berjalan secara balance. 

3. Sampaikan keluh kesah anak ketika di rumah

Bukan wali murid andai tidak menceritakan keluh kesah anaknya ketika di rumah. Ibarat mengadu kepada orangtua kedua, guru seolah dibebani cerita panjang lebar. 

Tanpa disadari, lingkungan dan pembiasaan di lingkup keluarga tentukan sikap anak. Siswa religius misalnya, di rumah sudah menanamkan budaya disiplin waktu tuk ibadah. Hal tersebut relevan dengan keterlambatan siswa. Siswa terlambat masuk sekolah karena di rumah tidak dibangunkan untuk salat subuh, setidaknya menunaikan ibadah salat, anak terbiasa bangun pagi dan dapat melanjutkan aktivitas seperti mandi, makan, lalu berangkat sekolah.

Sikap guru menanggapi cerita atau laporan objektif wali murid, dapat berikan saran dan trik terhadap permasalahan yang terjadi. Contohnya, siswa SMP mengonsumsi rokok, guru dapat sampaikan bagi anggota keluarga terutama ayah atau kakak dari siswa bersangkutan menjadi role model dilarang merokok di rumah. Jangan sampai mengenalkan rokok kepada anak. Jauhkan pergaulan anak terhadap teman atau tetangga 'perokok berat'. 

Berikan uang saku sewajarnya, bertujuan supaya tidak dibelanjakan untuk rokok. Cek tas anak secara berkala, jika ditemui bau rokok, maka bertanyalah dengan lembut. Beri pemahaman kalau rokok selain merusak organ tubuh, menguras uang, butuh terapi dan waktu lama agar sembuh dari rokok, dan yang paling mengerikan yaitu awal mula masuk gerbang narkoba. Sekolah pun dapat menanggulanginya dengan cek kesehatan khusus identifikasi konsumsi rokok dengan mendatangkan pihak puskesmas.

4. Berikan buah tangan

Jika di bidang non-pendidikan buah tangan ini sering disebut gratifikasi atau suapan. Serupa namun tak sama, ketika rapor dibagikan tak jarang orangtua membawa bingkisan, "Buat Bapak/Ibu guru, mohon diterima". Kiranya kalimat-kalimat penggugah semangat tersebut terselip diantara kenyataan. 

Bagi guru, apakah pemberian itu diterima atau diabaikan? Bergantung dari individu guru maupun kebijakan sekolah. Asalkan buah tangan yang disampaikan bukan sebagai 'uang tutup mulut' terhadap suatu kasus siswa. Masih diperbolehkan. Tetapi sebagian guru mengambil langkah dengan sopan dan tidak bermaksud menghina atau menolak rejeki membuat informasi tertulis di grup WA paguyuban bahwa wali murid tidak diperkenankan membawa buah tangan dalam bentuk apapun untuk guru. Dapat dialihkan ke pembangunan atau kelengkapan sarana dan prasarana sekolah.

5. Menyimpulkan sendiri kondisi anak

 Di penghujung pertemuan antara wali murid dan guru, sebelum berpamitan, biasanya orangtua dengan sendirinya akan klaim anaknya sebagai anak yang sudah mandiri, harus tingkatkan belajarnya, bersyukur anaknya sudah berubah, menyesali perbuatannya sebagai orangtua yang tidak dapat berikan kasih sayang penuh, meminta tolong guru untuk selalu berikan laporan aktual ketika anak mengalami depresi.

Auto penyimpulan yang dilakukan orangtua terdiri dari tiga tahapan: hasil temuan data dari guru dan disandingkan temuannya sendiri, membangun argumentasi, lalu memutusakan dengan berikan saran dan simpulan. Keberadaan guru pada posisi ini ganda. Satu sisi dapat mengantarkan wali murid menyadari atas kesimpulan yang telah dibuat. Sisi lainnya guru akan cermati dan teliti dalam pengambilan keputusan serta pembelokan kesimpulan orangtua seandainya terjadi kesalahpahaman.

Komunikasi wali murid dan guru saat pengambilan rapor terjadi begitu harmonis. Jangan sia-siakan waktu berjumpa guru/wali kelas saat konsultasi belajar, ungkapkan, diskusikan, dan cari solusi bersama. Andai waktu terkesan cepat, buat janji ke guru tuk bahas kasus anak secara bersama. Tidak semua aktivitas belajar mengajar ditakar dan disimbolkan dengan nilai rapor. 

Ulasan ini, secuil pengalaman mengajar selama 19 tahun. Sepintas cerita dari banyaknya kejadian kala penerimaan rapor.

_Gresik, 12 Desember 2023 _

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun