"Merasa bersalah habis marahi anak tapi tidak tahu harus bagaimana?"
Kerjaan kantor belum kelar. Pulang ke rumah, mainan si bungsu berserakan. Emosi makin melonjak ketika sikap suami acuh dan berkutat pada HP di tangannya. Ingin merajuk tapi tak bisa pulihkan keadaan, yang ada malah makin berantakan. Belum sempat ganti baju, si kecil merengek minta ditimang. Mau marah tapi ingat anak titipan Tuhan. Jika tidak marah, ubun-ubun sudah memanggil tuk ledakkan amarah tak terkendali. Biasanya marah dibarengi  implus memukul, menyubit, omelan, gerutu, bahkan sampai berteriak. Â
Anda pernah merasa di posisi serupa? Pastinya banyak kejadian rumahan mengajak traveling dinamika emosional.Â
Saat luang, sembari scroll media sosial lalu masukkan kata kunci "metode hindari marah ke anak". Deret referensi terkait metode ataupun trik dapat diterapkan orang tua terhindar dari marah. Sebetulnya marah itu puncak kekesalan hati, marah luapan emosi statistik tertinggi apalagi bagi seorang perempuan. Â
Hormon adrenalin bekerja dominan dibandingkan laki-laki. Ketika seseorang marah setelah merespon situasi negatif, tubuh akan melepaskan hormon adrenalin tersebut. Selanjutnya, otot-otot tubuh bakal menegang, detak jantung meningkat, dan tekanan darah melambung. Kondisi ini membuat bagian wajah atau telapak tangan terlihat lebih memerah.
Umumnya bagi seorang ayah, namun tidak luput berlaku juga untuk ibu, salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu praktik metode STOP.Â
Mari kita urai langkah-langkah teknik STOP seperti apa dan dampak yang diperoleh.
Langkah Teknik STOP
S (Stop) artinya berhenti
Seberapa berat masalah anak, diusahakan telisik akar permasalahan dan cari solusi. Marah sebisa mungkin jangan didahulukan. Terkadang anak berbuat salah juga hasil didikan orang tua, kurang kasih sayang, kurang perhatian, dan minimnya ruang bercerita.Â