Mohon tunggu...
Muharningsih
Muharningsih Mohon Tunggu... Guru - Pengurus IGI Kab. Gresik-Pengurus KOMNASDIK KAB. Gresik-Editor Jurnal Pendidikan WAHIDIN

Linguistik-Penelitian-Sastra-Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Seberapa Penting Peringati Hari Ayah: Kisah Anak Disabilitas

12 November 2023   11:05 Diperbarui: 5 Desember 2023   18:44 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desain canva (Dokpri)

Memiliki anak disabilitas, Pak Di yang tidak pernah merasakan bangku sekolah mampu mematangkan emosi. Menurut Chaplin (2009) mendefinisikan kematangan emosi sebagai satu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional. Pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak. Hal tersebut dikarenakan Pak Di miliki bekal ajaran agama ketika masa kecil. Setidaknya pola hidup agamis membantu Pak Di dapat ikhlas dan bisa bertahan hidup meskipun cobaan dari Allah sungguh luar biasa. Pak Di jarang sekali marah atau kecewa baik terhadap Tuhan maupun ke Marti, kenapa hidupnya seperti 'neraka'. Kendali emosi dikelola dengan matang oleh Pak Di. Pak Di dapat menjadi sosok ibu dan ayah bagi Marti. Masyarakat sekitar juga sepakat jika Pak Di merupakan insan penyabar dan ringan tangan. Setiap Kamis sore Pak Di akan membersihkan area makam keluarga besarnya. Tanpa pamrih. 

"Daripada dibersihkan orang lain, lebih baik saya yang bersih-bersih, nyapu dan cabut rumput, saya tidak bisa bantu banyak untuk sanak saudara, hanya urun tenaga seperti ini sajalah". 

Kira-kira begitulah pernyataan beliau ketika saya tanya sewaktu jumpa di makam.

Kedua, berikan nafkah keluarga

Walau hanya sebagai kuli panggul dengan penghasilan Rp50.000 sampai Rp100.000 per-hari, Pak Di berkewajiban berikan nafkah kepada Marti. Mencukupi segala kebutuhan  keluarga. Pak Di mengindahkan firman Allah Surat An Nisa ayat 34, 

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka."

Pak Di menyakini bahwa Allah telah menjanjikan kelebihan harta untuk setiap sosok ayah. Huznudhon kepada Allah senantiasa tidak terputuskan. Kita berusaha dan meminta maka Allah akan mengabulkan, Allah Maha Pengasih dan Penyayang.

Ketiga, menjadi pelindung bagi anaknya
Pak Di rela merawat dan melindungi anaknya seorang diri, terbukti bahwa Pak Di menolak menikah. Bukan sebab khawatir terhadap perlakukan seseorang ke Marti, namun lebih kepada rasa tanggungjawab seorang ayah kepada anaknya untuk melindungi. Secara fisik, sosok ayah diberikan badan dan otot kuat, jika terjadi serangan terhadap Marti maka Pak Di lah orang pertama sebagai tameng gencatan tersebut. Tidak hanya serangan fisik, perundungan verbal sering dialami. Pernah suatu hari, hal tak terduga dilakukan Pak Di, di tengah musyawarah RT, ayah satu anak tersebut memohon kepada para bapak-bapak lainnya untuk menasihati anggota keluarganya supaya tidak merundung Marti. 

"Ora usah podho ngenyek Marti, nek arep ngece, iki ono bapake, ece aku"! (Tidak perlu merundung Marti, kalau mau menghina, ini ada ayahnya, hinalah aku)  

Kemudian melalui rapat tersebut disepakati bahwa Pak RT akan mengedukasi warga terutama anak-anak dilarang keras ada bullying di lingkungan Desa Sukorini. Begitu gigihnya Pak Di memperjuangkan hak Murti agar dapat diterima layaknya anak normal lainnya.

Keempat, bermain bersama anak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun