Mohon tunggu...
Fili ZuriZulki Muharman
Fili ZuriZulki Muharman Mohon Tunggu... Freelancer - Fili ZuriZulki Muharman

Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berpacu Dengan Waktu

23 November 2018   23:49 Diperbarui: 24 November 2018   00:00 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkenalkan namaku Lee. Aku baru saja selesai memandu rombongan pertamaku hiking dihutan konservasi, jarak tempat penginapan dengan hutan kira-kira 35 kilometer. Kami berangkat menggunakan minibus tua yang disupiri pak Her yang sekaligus pemiliknya.

Namun saat kembali, tiba-tiba mobil kami mendadak mogok dikilometer keempat. "Sepertinya air radiatornya bocor" ujar pak Her. Padahal jarak dengan tempat penginapan masih jauh, kira-kira 31 meter lagi. Semua penumpang yang tadinya mulai terlelap karena kelelahan kaget dan mulai panik. Kulirik jam tanganku, "Ya Tuhan, sudah jam 17.30" ujarku sambil mengernyitkan dahi. "Kita harus secepatnya keluar dari sini" ucapku tegas

Tanpa berpikir panjang lagi, langsung saja kuambil handphone yang kutaruh disaku celana sebelah kiri. Kulihat baterainya hanya tinggal 27 % dan sinyal yang tidak stabil. Kucoba menghubungi teman-temanku yang berada dikota. Dari beberapa teman yang kuhubungi hanya satu yang menyanggupi menjemput kami dengan mobil sedan yang hanya dapat menampung empat orang. "Berapa lama kami harus menunggu" tanyaku

"Paling cepat 2 jam 15 menitlah, kondisi jalan kesana sangat tidak memungkinkan datang lebih cepat dari itu" ujar temanku

Kemudian aku juga menghubungi penjaga hutan yang rumahnya terletak dipintu hutan konservasi. Dia mengatakan bisa menjemput kami dengan satu motor yang dia punya. Artinya dia harus bolak balik menjemput kami. Waktu tempuhnya 30 menit untuk sekali jemputan. Hari sudah mulai gelap. Kulihat Kanaya mulai panik, wajahnya sedikit pucat. Untuk mengusir kepanikan, dia terus menyalakan senter handphonenya yang sudah kritis.

 "Tenanglah Kanaya, semua akan baik-baik saja" Lukman mencoba menenangkan Kanaya dan anggota rombongan lainnya. Kemudian Kanaya meminta Lukman menyalakan senter handphonenya, karena baterainya masih banyak Lukman menyanggupinya. Anggi yang handphonenya sudah kehabisan baterai mulai merekam kejadian ini dengan kamera mirrorlessnya. Meskipun kakinya terkilir saat hiking karena terlalu antusias melihat kuskus disarangnya. Namun tak menyurutkan semangatnya untuk merekam, "setiap momen dalam hidup harus diabadikan" ujarnya sambil tersenyum

Sementara Prita,istri Lukman, sibuk menenangkan Kevin, anaknya, yang mulai beresiko sesak nafas. Besok pukul 07.00 pagi dia harus terbang bersama suami dan anaknya ke Jakarta untuk mengikuti acara Kompasianival 2018. Pak Her sibuk membongkar muatan dibagasi mobil, terlihat sekali raut penyesalannya diwajahnya.

Tuan Fred yang sedari sibuk dengan tongkatnya meminta izin BAB kedalam hutan yang lebih rimbun. Lima belas menit berlalu, namun pria tua itu belum juga muncul. Kami semua menjadi khawatir. Jam ditanganku kini sudah menunjukan pukul 17.45, hari semakin gelap. Disaat menunggu jemputan kami datang, kami mendengar suara peluit disisi hutan yang gelap. Kami semua mulai menerka-nerka. "Mungkinkah itu Tuan Fred" gumamku dalam hati. Karena penasaran namun juga sedikit takut, akhirnya Aku dan Lukman mencari sumber suara peluit tersebut. Sementara Prita, Anggi, Kanaya dan Kevin Aku titipkan pada Pak Her dalam mobil.

Aku dan Lukman masih terus mencari sumber suara tersebut, namun anehnya kami tak menemukan siapa-siapa. "Aneh" ujar Lukman. Bulu kudukku langsung merinding dibuatnya. "Kita cari sebelah sana" ujarku pada Lukman. Saat akan mengalihkan tempat pencarian, tiba-tiba saja kami mendengar suara peluit lagi. Namun kali sangat dekat sekali, setelah kami cari lagi. Kami terkejut melihat Tuan Fred yang bersembunyi dalam semak-semak belukar, jaraknya hanya sekitar 5 langkah dari kami. Wajahnya pucat sekali. "Anda baik-baik saja Tuan Fred" tanyaku, dia hanya menggeleng. Tanpa pikir panjang lagi, kami langsung membawanya kemobil.

Tepat pukul 18.00 penjaga hutan yang akan menjemput akhirnya datang juga, "Siapa yang pertama saya bawa" tanyanya kepadaku. Setelah sempat berdiskusi, akhirnya diputuskan Anggi dan Kanaya yang pertama dibawa . Kami takut jika sewaktu-waktu ada serangan binatang buas, Anggi tak bisa lari karena kondisi kakinya yang tak memungkinkan. Sementara Kanaya sangat tidak terbiasa dengan gelap. "Dibonceng tiga saja ya pak" ujarku kepada bapak penjaga hutan, dia hanya tersenyum. Setelah itu disusul Prita dan Kevin dibawa sekaligus, mengingat Badan Kevin yang masih kecil. Dengan telah berangkatnya mereka, aku menjadi sedikit lega karena yang tinggal sekarang hanya Aku, Pak Her, Lukman dan Tuan Fred.

Waktu terus berputar, jam tanganku menunjukan 18.45. Saat bapak penjaga hutan datang menjemput untuk yang ketiga kalinya, Aku meminjam motornya untuk meminta bantuan kekampung terdekat. Meskipun harus melewati jalan yang diapit oleh jurang yang bisa saja membahayakan keselamatanku, Aku memutuskan untuk tetap berangkat. Setelah beberapa kali mengalami penolakan, akhirnya aku mendapatkan dua motor tambahan untuk memudahkan jalan kami untuk pulang. Pukul 19.00 Aku sudah kembali kelokasi dengan membawa dua motor tambahan yang dikemudikan oleh Hijri dan Aan. Setelah dihitung-hitung, ada satu motor yang dibonceng tiga. Lukman menaiki motor Lahm sedangkan pak Her dibonceng Contento. Sedangkan Aku terpaksa naik motor bertiga dengan bapak penjaga hutan sebagai supirnya, Tuan Fred ditengah, sementara Aku terpaksa duduk dibelakang. Kami bersiap meninggalkan lokasi.

"Apa yang sebenarnya terjadi Tuan Fred, mengapa tadi anda terlihat sangat pucat sekali" tanyaku membuka pembicaraan

"Tadi saya melihat segerombolan singa yang sedang mencari mangsa" ujarnya dengan nada sedikit pelan

"Lalu mengapa anda membunyikan peluit?" tanyaku semakin penasaran

"Anda tahu bagaimana paniknya saya, bahkan untuk bersuara saja saya tidak bisa. Saya seperti orang bisu, hanya itu yang bisa saya lakukan" ujarnya lagi. Kudengar nafasnya sedikit sesak.

Akhirnya sampailah kami dirumah penjaga hutan pukul 19.15 . langsung saja kucas handphoneku yang dari sedari tadi mati. Tak berapa lama kemudian, aku mendapat telepon dari temanku.

"Aku sudah hampir sampai" ujarnya. "Kami sekarang berada tepat dipintu hutan konservasi" jawabku lagi

Tepat pukul 19.45 temanku sampai dilokasi kami. Prita, Anggi,Kanaya dan Kevin pulang dengan mobil. Sedangkan Lukman dengan Hijri, Pak Her dengan Aan. Sedangkan Aku kembali bertiga lagi.

Sepanjang perjalanan pulang, Tuan Fred tidak banyak bicara. Mungkin karena ketakutan itu masih menghantui pikirannya dan juga karena kelelahan yang luar biasa. Namun ada satu pernyataannya yang akan selalu kuingat. "Terimakasih Tuan Lee, anda memang generasi solutif" ucapnya lembut.

Pukul 22.00 kami sudah sampai dipenginapan. Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Penjaga Hutan, juga kepada Hijri dan Aan. Kamipun beristirahat setelah perjalanan panjang yang melelahkan. Perjalanan yang penuh dengan hikmah dan ujian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun