Pada masa Mataram Kuno (Medang) hingga Mataram Islam, gajah dipelihara oleh kerajaan-kerajaan besar. Bahkan, Keraton Yogyakarta hingga kini masih memelihara gajah meskipun sekarang gajahnya sudah tidak ada lagi di alun-alun kidul Yogyakarta. Gajah masih sebagai simbol keagungan, meskipun bukan gajah jawa lagi.
Relief-relief pada Candi Borobudur juga menggambarkan gajah, menunjukkan bahwa makhluk besar ini pernah menjadi bagian dari kehidupan di tanah Jawa.
Apakah Gajah Membantu Pembangunan Candi Borobudur?
Candi Borobudur, mahakarya arsitektur dunia, dibangun pada masa Dinasti Syailendra sekitar abad ke-8 hingga ke-9. Meski tidak ada bukti langsung bahwa gajah digunakan dalam pembangunan candi ini, keberadaan mereka di Jawa pada masa itu membuka kemungkinan bahwa gajah membantu mengangkut batu-batu besar.Â
Mengingat kekuatan dan ketahanan gajah, mereka mungkin memainkan peran penting dalam proyek monumental seperti Borobudur, meskipun rincian pastinya belum terungkap.
Pesan dari Jejak Gajah Jawa
Hilangnya gajah dari Pulau Jawa mengajarkan kita pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan manusia dan kelestarian alam. Gajah adalah simbol keharmonisan, kekuatan, dan kebijaksanaan. Ketidakhadiran mereka di tanah Jawa mengingatkan kita akan tanggung jawab besar terhadap spesies lain dan lingkungan.
Hari ini, Gajah sumatra terus menghadapi ancaman yang sama: kehilangan habitat, konflik dengan manusia, dan perburuan. Jangan sampai nasib mereka mengikuti jejak gajah jawa yang kini hanya menjadi cerita masa lalu. Konservasi bukan sekadar menyelamatkan spesies, tetapi juga menjaga warisan budaya dan ekosistem.