Meski alutsista membutuhkan waktu untuk tiba dan dioperasionalkan, kebutuhan ini tidak bisa diabaikan. Di tengah prioritas pada ketahanan pangan dan program-program sosial lainnya, pemerintah tetap perlu menjaga keseimbangan antara pembangunan nasional dan pertahanan negara.Â
Dengan demikian, investasi pada alutsista tidak hanya melindungi kedaulatan negara, tetapi juga memberikan rasa aman bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kita dapat berharap bahwa di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran, modernisasi alutsista akan berjalan seiring dengan pembangunan di bidang lain. Dengan perencanaan yang baik, Indonesia dapat mencapai keseimbangan antara menjaga ketahanan nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, dua elemen yang saling melengkapi dalam menciptakan bangsa yang kuat dan mandiri.
Salah satu proyek strategis yang menjadi sorotan adalah pengembangan jet tempur KF-21 Boramae, hasil kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan. Meskipun uji coba terbang perdana telah dilakukan pada 19 Juli 2022 dan produksi dijadwalkan dimulai pada 2026, kontribusi pendanaan Indonesia sempat mengalami kendala.Â
Ditambah memborong Pesawat tempur Rafale buatan Dassault Avitation Prancis, rencana pembelian kapal selam Scorpene, Kapal Fregat dan masih banyak lainnya untuk memenuhi standar minimum pertahanan negara. Ini belum termasuk memperbaiki dan maintenance kondisi alutsista yang sudah ada, tentunya membutuhkan dana yang besar.
Pengembangan teknologi drone dapat menjadi alternatif yang efektif dan efisien. Selain biaya yang lebih rendah, drone memiliki kemampuan pengintaian tanpa risiko terhadap personel militer. Namun, diversifikasi alutsista tetap penting untuk memastikan kesiapan TNI dalam menghadapi berbagai ancaman.
Sejarah mencatat bahwa pada era Presiden Soekarno, Indonesia memiliki kekuatan militer yang disegani setelah bekerja sama dengan Uni Soviet. Kekuatan tersebut bahkan mampu mempengaruhi dinamika regional, bahkan mendinginkan konflik antara India dan Pakistan dengan mengirimkan kapal selamnya.
Oleh karena itu, memastikan kelanjutan dan eksekusi kontrak pengadaan alutsista menjadi krusial bagi Indonesia, baik untuk meningkatkan kapabilitas TNI maupun mendukung pertumbuhan industri pertahanan domestik. Dengan manajemen yang tepat, modernisasi alutsista dapat menjadi pilar penting dalam menjaga kedaulatan negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Menyeimbangkan kebutuhan pertahanan dan kesejahteraan masyarakat adalah tantangan yang harus dihadapi dengan bijak. Belajar dari sejarah, pada era Presiden Soekarno, ambisi proyek-proyek besar dan pencetakan uang yang berlebihan menyebabkan hiperinflasi yang mencapai lebih dari 100% pada tahun 1962-1965. Hal ini mengakibatkan defisit anggaran dan penurunan kesejahteraan rakyat.
Dalam konteks saat ini, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa alokasi anggaran, termasuk untuk pertahanan, tidak menyebabkan inflasi yang tidak terkendali. Selain itu, pengawasan ketat terhadap penggunaan anggaran diperlukan untuk mencegah korupsi. Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas terhadap para koruptor menjadi keharusan. Utang luar negeri yang seharusnya digunakan untuk pembangunan tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, karena beban pembayarannya akan ditanggung oleh generasi mendatang.Â