Di tengah ganasnya gelombang samudra yang tak berujung, berdiri gagah sebuah kapal dengan layar besar yang berkibar megah. Kapal itu adalah Jung, atau Jong/Djong menjadi simbol kejayaan maritim Nusantara. Sebuah wujud nyata dari keberanian dan kecerdikan nenek moyang kita dalam menaklukkan laut.
Kapal Jung bukan sekadar alat transportasi; ia adalah mahakarya teknologi maritim pada masanya. Dibangun dengan teknik yang rumit, menggunakan kayu pilihan dari hutan tropis Nusantara, Jung mencerminkan harmoni antara manusia dan alam.
Layar-layar besar yang terbuat dari serat alami melambangkan semangat para pelaut yang tak pernah menyerah pada badai. Dengan desain lambung yang lebar dan kokoh, Jung mampu menempuh perjalanan panjang, menghubungkan pelabuhan-pelabuhan penting di Asia Tenggara hingga India dan Tiongkok.
Pada abad ke-8, teknologi perkapalan Nusantara mencapai puncaknya dengan lahirnya kapal terbesar dalam sejarah dunia, yang dikenal sebagai “jung.” Dalam bahasa Jawa Kuno, “jung” berarti perahu. Kapal ini memiliki desain unik, di mana kerangkanya tidak menggunakan paku atau besi, melainkan pasak kayu untuk merekatkan setiap bagiannya.
Sambungan ini membuat kapal lebih fleksibel saat menghadapi gelombang besar, sebuah inovasi yang menunjukkan betapa cerdasnya para pembuat kapal Nusantara.
Struktur kapal terdiri dari empat tiang layar serta dinding yang terbuat dari empat lapis kayu jati. Kapal ini dilengkapi dua hingga empat layar besar dan sebuah busur untuk mengarahkan angin. Selain itu, Jung juga dikenal mampu membawa beban hingga ratusan ton, menjadikannya kapal kargo yang sangat efisien.
Bayangkan, pada abad ke-14, ketika pelabuhan-pelabuhan seperti Malaka, Tuban, dan Gresik menjadi pusat perdagangan dunia, Jung-Jung Nusantara berlayar membawa rempah-rempah, kain, dan kerajinan tangan.
Kapal-kapal ini tidak hanya menjadi saksi bisu perdagangan, tetapi juga diplomasi, penyebaran budaya, dan ilmu pengetahuan. Dalam sejarah, tercatat bahwa armada laut Majapahit terdiri dari ratusan Jung yang menjadi tulang punggung kekuatan maritim kerajaan tersebut.
Jejak kejayaan perkapalan Nusantara bermula sejak abad ke-16, ketika orang Jawa dikenal mendominasi kawasan Asia Tenggara dengan menguasai jalur rempah antara Maluku, Jawa, dan Malaka.
Keberadaan pelabuhan-pelabuhan strategis seperti Malaka sebagai pusat perdagangan turut mendorong pengembangan kapal-kapal besar oleh masyarakat Jawa demi memperluas wilayah dagangnya.