Sebaliknya, Kurawa sering digambarkan sebagai kelompok yang malas, tidak taat, dan berencana licik untuk menggagalkan Pandawa.
Pada ujian akhir, Kurawa gagal karena sifat buruk mereka, sementara Pandawa lulus berkat ketaatan dan perjuangan mereka. Cerita ini mengajarkan murid bahwa keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh kecukupan materi, tetapi juga oleh integritas dan sikap moral.
Pembelajaran di Sanggar Dhemes juga mengajarkan bahwa belajar mendalang bukan semata-mata untuk menjadi seorang dalang profesional, tetapi sebagai bekal hidup.
Setiap sesi pertemuan dirancang untuk memberikan wawasan baru, baik dalam hal pengetahuan wayang, iringan gamelan, maupun kreativitas dalam mengolah cerita (sanggit).
Dengan pendekatan ini, murid tidak hanya belajar seni pertunjukan, tetapi juga nilai-nilai kehidupan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Sanggar Dhemes secara rutin menyelenggarakan pagelaran wayang kulit tahunan setiap tanggal 25 Agustus, yang bertepatan dengan hari lahir sanggar.Â
Selain itu, pagelaran juga diadakan pada momen-momen penting, seperti Hari Wayang Nasional dan Hari Kemerdekaan Indonesia.
Kegiatan ini melibatkan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo, PEPADI Sukoharjo, serta dosen seni pedalangan dari ISI Surakarta.
Pagelaran tersebut juga menjadi kesempatan untuk mengadakan ujian praktik bagi dalang cilik dalam memainkan wayang kulit.
Kegiatan yang dilakukan oleh Sanggar Dhemes tidak hanya berorientasi pada hiburan semata, tetapi juga pada pengembangan potensi seni tradisi.