Setiap siswa diberikan naskah sesuai tingkat kemampuannya, dengan durasi pementasan yang sengaja dibuat singkat, antara 25 hingga 60 menit.Â
Pendekatan ini memudahkan anak-anak untuk menghafal dialog dan memahami karakter setiap tokoh.
Salah satu momen berkesan di sanggar ini adalah ketika Ki Wiji mengajak siswa maju ke depan untuk mempresentasikan apa yang telah mereka pelajari.Â
Dalam suasana hangat dan penuh dukungan, mereka membaca naskah, mempraktikkan intonasi, dan mencoba menjiwai tokoh-tokoh wayang yang dimainkan.
Dengan sabar, Ki Wiji memberikan masukan dan contoh, memastikan setiap siswa merasa percaya diri untuk terus belajar.
Selain seni mendalang, Sanggar Dhemes juga menawarkan pelatihan karawitan. Para siswa diajarkan memainkan berbagai alat musik gamelan, mulai dari kenong, bonang, kendang, gong, hingga siter dan suling Jawa.
Dengan menggunakan laras slendro dan pelog, gamelan ini menjadi pengiring setia dalam pementasan wayang kulit, hingga tari-tarian tradisional.
Latihan karawitan untuk mengiringi temannya yang sedang belajar mendalang ini dibuat untuk membangun rasa kebersamaan dan keselarasan setiap siswa.
Pembelajaran di Sanggar Dhemes tidak terikat kurikulum formal. Ki Wiji menerapkan pendekatan "merdeka belajar," yang memungkinkan siswa belajar dengan tempo mereka sendiri.