Hidup di era sekarang, semuanya bergerak cepat. Informasi datang bertubi-tubi, pekerjaan menuntut tanpa henti, dan media sosial seolah tak pernah tidur. Dalam hiruk-pikuk ini, tak jarang kita lupa berhenti sejenak untuk melihat ke dalam diri sendiri. Di sinilah falsafah Jawa Mulat Sarira Hangrasa Wani menjadi sangat relevan, sebuah ajakan untuk berani bercermin pada diri sendiri.
Mulat sarira berarti introspeksi. Ini adalah proses melihat ke dalam, menilai tindakan, pikiran, dan kata-kata kita. Di tengah kemudahan membandingkan diri dengan orang lain, melalui pencapaian, gaya hidup, bahkan kebahagiaan yang sering tampak palsu di layar kaca.Â
Kita sering lupa bahwa yang paling penting adalah bagaimana kita melihat diri sendiri. Apakah kita sudah menjadi versi terbaik dari diri kita? Apakah langkah-langkah kita selama ini membawa manfaat atau justru melukai orang lain?
Namun, introspeksi saja tidak cukup. Falsafah ini menuntut keberanian melalui kata hangrasa wani berani merasa. Berani mengakui kesalahan, menerima kekurangan, dan menghadapi kenyataan bahwa diri ini jauh dari sempurna.Â
Banyak orang lebih memilih lari dari kesalahan, mencari pembenaran, atau bahkan menyalahkan orang lain. Padahal, keberanian sejati adalah saat kita mampu berkata, "Ya, aku salah, dan aku akan memperbaikinya."
Tahun yang baru ini, mari kita gunakan momen untuk lebih banyak melakukan introspeksi dan mawas diri. Sebuah langkah kecil untuk memperbaiki diri dan menilai perjalanan hidup kita sejauh ini.
Kita bisa memulai dengan bertanya pada diri sendiri: Sudahkah kita lebih baik dari tahun lalu? Apakah kita sudah berbuat baik pada orang lain dan diri kita sendiri? Â refleksi seperti ini bagian dari proses hidup, cara untuk tumbuh dan menemukan makna dalam setiap langkah kehidupan yang membawa kita pada kebijaksanaan.
Selain itu, lanjutan dari falsafah Mulat Sarira Hangrasa Wani ada falsafah Rumangsa Melu Handarbeni, Wajib Melu Hanggondheli mengajarkan kita untuk merasakan dan ikut terlibat dalam kehidupan sosial sekitar kita, namun dengan sikap bijaksana.Â
Rumangsa Mèlu Handarbèni adalah rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap apa yang kita cintai, baik itu keluarga, pekerjaan, atau bahkan tanah air. Artinya, kita merasa bahwa segala hal yang kita jalani bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk memberi manfaat bagi orang lain. Falsafah ini mengajarkan kita untuk peduli dan ikut menjaga apa yang sudah menjadi bagian dari hidup kita.
Sementara itu, Wajib Mèlu Hanggondhèli adalah tindakan nyata untuk mempertahankan dan melindungi apa yang kita rasa penting. Tidak cukup hanya peduli, kita harus berani turun tangan, mengambil peran, dan berjuang demi kebaikan bersama. Dalam konteks kehidupan modern, ini bisa berarti menjaga keharmonisan keluarga, berkontribusi dalam komunitas, atau bahkan berpartisipasi aktif dalam menjaga lingkungan dan budaya.
Falsafah ini relevan sekali dalam kehidupan sekarang. Misalnya, dalam hubungan antar sesama manusia. Ketika terjadi konflik, sering kali lebih sibuk mencari siapa yang salah daripada mencoba memahami apa yang salah. Dengan introspeksi, kita belajar untuk meredam ego, memprioritaskan pemahaman daripada pembenaran. Keberanian untuk meminta maaf atau memulai langkah pertama menuju rekonsiliasi, merupakan cerminan hangrasa wani. Dengan handarbèni, kita merasa memiliki tanggung jawab terhadap orang-orang di sekitar kita. Dan dengan hanggondhèli, kita berani bertindak untuk memperjuangkan kebaikan.
Mari jadikan tahun ini sebagai momen untuk lebih bermanfaat, berani menjadi pribadi yang lebih baik, dan berkontribusi lebih besar untuk kebaikan bersama. Karena sejatinya, kehidupan yang bermakna adalah kehidupan yang tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi juga memberi manfaat bagi dunia di sekitar kita, bagian dalam memperbaiki lingkungan kita. Ketika kita merasakan beban hidup orang lain, kita akan lebih mampu berempati dan memberikan dukungan yang diperlukan.
Di tengah dunia yang terus mendiktekan standar sukses, introspeksi juga membantu kita mendefinisikan apa arti bahagia menurut diri sendiri. Bukan soal memiliki rumah besar atau jabatan tinggi, tetapi soal menjalani hidup yang sesuai dengan nilai-nilai pribadi. Kita belajar untuk tidak hidup hanya untuk menyenangkan orang lain, melainkan menciptakan harmoni antara apa yang kita inginkan dan apa yang benar-benar kita butuhkan.
Akhirnya, Mulat Sarira Hangrasa Wani mengingatkan bahwa introspeksi bukanlah kelemahan, tetapi kekuatan.
 Ini adalah perjalanan mengenali diri sendiri dengan jujur dan berani, sekaligus proses menjadi manusia yang lebih baik. Di tengah dunia yang semakin bising, diam sejenak untuk bercermin pada hati sendiri mungkin adalah langkah paling bijak yang bisa kita ambil. Dan dengan memegang teguh falsafah Rumangsa Melu Handarbni, Wajib Melu Hanggondhli, kita juga mengingatkan diri untuk tidak hanya hidup untuk diri sendiri, tetapi untuk kehidupan yang lebih luas dan lebih bermakna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H