Inflasi:Lonjakan harga komoditas, terutama energi dan pangan, telah mendorong inflasi di banyak negara. Kekurangan pasokan dan peningkatan permintaan pasca-penguncian menyebabkan harga bahan bakar, listrik, dan bahan makanan naik tajam.Â
Biaya energi yang tinggi berdampak langsung pada biaya produksi dan transportasi, yang pada gilirannya meningkatkan harga barang dan jasa secara keseluruhan. Inflasi yang tinggi mengurangi daya beli konsumen, menyebabkan penurunan konsumsi dan menambah tekanan pada ekonomi yang sudah rapuh.
Ketegangan Geopolitik:Konflik geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina dan ketegangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah menambah ketidakpastian global. Perang Rusia-Ukraina, misalnya, telah mengganggu pasokan energi dan pangan global, mengingat Rusia adalah salah satu produsen energi terbesar dunia dan Ukraina adalah salah satu produsen biji-bijian utama. Sanksi ekonomi terhadap Rusia juga berkontribusi pada gangguan pasar energi dan memperburuk inflasi global. Ketegangan antara AS dan Tiongkok, termasuk dalam hal perdagangan dan teknologi, juga menciptakan lingkungan bisnis yang tidak pasti dan mempengaruhi aliran investasi global.
Kebijakan Moneter Ketat:Untuk mengendalikan inflasi yang meningkat, banyak bank sentral di seluruh dunia, termasuk Federal Reserve AS dan Bank Sentral Eropa, telah menaikkan suku bunga.Â
Kebijakan moneter yang ketat ini bertujuan untuk mengurangi permintaan agregat dengan membuat pinjaman lebih mahal, sehingga mengurangi tekanan inflasi. Namun, kenaikan suku bunga juga bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi investasi dan konsumsi. Bisnis menghadapi biaya pinjaman yang lebih tinggi, dan konsumen mungkin menunda pembelian besar seperti rumah dan mobil, yang semuanya dapat memperlambat pemulihan ekonomi.
Dampak Depresi Besar
Pengangguran Massal:Selama Depresi Besar, tingkat pengangguran di Amerika Serikat mencapai sekitar 25%. Jutaan orang kehilangan pekerjaan karena banyak bisnis tutup atau mengurangi skala operasi mereka. Tingkat pengangguran yang sangat tinggi ini menyebabkan penderitaan yang meluas, karena banyak keluarga tidak memiliki sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Deflasi Parah:Penurunan harga barang dan jasa terjadi selama Depresi Besar, yang dikenal sebagai deflasi. Meskipun harga barang menjadi lebih murah, daya beli masyarakat tetap rendah karena pendapatan mereka berkurang atau hilang sama sekali. Deflasi memperburuk beban utang, karena nilai uang yang dipinjam tetap sama sementara pendapatan untuk membayarnya menurun.
Kegagalan Bank dan Bisnis:Ribuan bank dan bisnis gagal selama Depresi Besar. Tanpa adanya asuransi deposito, tabungan masyarakat hilang ketika bank-bank bangkrut. Kegagalan bisnis juga meluas, menyebabkan kehilangan pekerjaan dan pendapatan lebih lanjut. Kepercayaan terhadap sistem perbankan dan bisnis menurun drastis, memperburuk krisis ekonomi.
Kemiskinan dan Tunawisma:Kemiskinan dan tunawisma meningkat tajam selama Depresi Besar. Banyak orang kehilangan rumah mereka karena tidak mampu membayar hipotek atau sewa. "Hoovervilles," yaitu perkampungan tunawisma yang dinamai dari Presiden Herbert Hoover, bermunculan di berbagai kota besar di Amerika Serikat. Kondisi hidup di Hoovervilles sangat buruk, mencerminkan kesulitan yang dihadapi oleh banyak orang.
Perubahan Politik:Ketidakstabilan ekonomi selama Depresi Besar berkontribusi pada kenaikan rezim totaliter di beberapa negara. Misalnya, di Jerman, krisis ekonomi memperburuk situasi politik yang akhirnya mengarah pada naiknya Nazi ke tampuk kekuasaan. Ketidakpuasan dan keputusasaan yang meluas membuat masyarakat lebih rentan terhadap propaganda politik ekstrem dan solusi radikal.