Agar orientasi politik tidak sekadar parsial dan temporal, seperti motif ekonomi maupun eksistensi diri / kelompok, dan lebih visioner (berjangka panjang dan bermanfaat luas). Buah kerja politik bukanlah terpilih atau tidak terpilih, tetapi sejauh mana ia memberi manfaat kepada masyarakat dan peradaban bumi umumnya.
Terkait dengan ide latar tulisan ini, adanya sampah-sampah visual tersebut merupakan fenonema politik kontra ekoteologi. Salah satu produsen sampah visual adalah calon legislatif (caleg) dan 'pekerja'-nya yang secara sepihak menempel gambar diri di pepohonan dan ruang publik lainnya. Sebagian dari produsen sampah visual melakukan aksi politik tersebut secara illegal, tanpa pajak-tanpa hak.
Ruang publik yang kotor dan semrawut, kerusakan pohon hingga janji politik yang berlebihan justru bertolak belakang ajaran agama dan norma lainnya. Penulis khawatir para caleg kontra ekoteologi ini ketika terpilih justru melahirkan pendidikan politik yang tidak sehat, seperti politik transaksional dan politik uang / 'balik modal'. Hal ini jika tidak diwaspadai dapat berujung pada upaya pengeratan sumber daya (koruptif), langsung pun tak langsung, sendiri maupun jama'i.
Pada akhirnya, caleg kontra ekoteologi yang terpilih adalah representasi kaum Qabilian, seperti tersirat pada tulisan penulis di harian ini (20 Februari 2014), yang bekerja dengan setengah hati, sedekah barang buruk / sisa, orientasi materi an sich dan terindikasi sebagai pribadi salah lingkungan. Semoga tidak!
Maka, penulis berpesan pada para pembaca --yang notabene juga termasuk perimba-, di Hari Bakti Rimbawan tahun politik ini, jangan menjadi pemilih kontra ekoteologi. Pilihan kita hendaklah sebuah aksi politik yang akuntabel, dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan makhluk (rakyat semesta), bumi dan langit kita. Selamat Hari Bakti Rimbawan, selamat berkarya di mahataman Indonesia. Bismillah!
* Tulisan ini merupakan opini penulis yang termuat di Malut Post, 17 Maret 2014Â dan terangkum dalam buku penulis berjudul "Ekoteologi Moloku Kie Raha, Gagasan Pengendalian Ekosistem Hutan Maluku Utara", 2015, The Phinisi Press, Jogjakarta. Semoga masih relevan untuk tahun politik kini (2019).
Cantor,D.W. & Bernay, T, 1992. Women in Power, Kiprah Wanita dalam Dunia Politik, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Piliang, Yasraf Amir, 1999. Hiper-Realitas Kebudayaan, Yogyakarta : LKiS.
Awang, San Afri, 2006, Sosiologi Pengetahuan Deforestasi, Konstruksi Sosial dan Perlawanan, Cetakan Pertama, Debut Press, Yogyakarta.
Abdullah, Mudhofir, 2010, Al-Quran & Konservasi Lingkungan, Argumen Konservasi Lingkungan Sebagai Tujuan Tertinggi Syari'ah, Dian Rakyat, Jakarta.