Ide  tulisan ini muncul di tengah perjalanan penulis pekan lalu, yang sebenarnya telah terlintas lama tapi baru membuncah pada suatu dhuha. Pemantik ide ini adalah adanya sampah-sampah visual berupa poster, baliho dan spanduk politik yang mengokupasi sebagian keindahan ruang publik Kota Ternate seperti pagar -- tembok, kendaraan, gedung, tepi jalan, hingga di pepohonan.
Sebagai seorang perimba --atau rimbawan- melihat pohon-pohon terluka oleh perilaku destruksi tersebut, penulis merasa perlu pula menyampaikan 'kampanye' Hari Bakti Rimbawan yang jatuh pada tanggal 16 Maret di 'tahun politik' ini.
MENGAPA POLITIK: PERSPEKTIF POSITIF
Selama ini politik kerap dikaitkan dengan 'kekuasaan', perebutan tahta sehingga muncul idiom negatif seperti 'politik itu kejam'. Kekuasaan dalam kajian post-modernisme diartikan sebagai relasi yang dibentuk dan disebarluaskan melalui banyak saluran, dalam cara yang kadang-kadang bersifat kontradiktif dan penuh persaingan, serta pada umumnya tumpang tindih (Piliang : 1999).
Dalam kajian feminisme, politik dan perilaku politik dipandang sebagai aktivitas maskulin (Cantor-Bernay : 1992). Perilaku politik mencakup kemandirian, kebebasan berpendapat, dan tindakan agresif. Satu adagium politik yang sangat terkenal adalah bahwa 'dalam politik tidak ada kawan dan lawan yang abadi, karena yang abadi adalah kepentingan'.
Sebenarnya kita dapat memaknai term politik tersebut lebih positif. Secara sederhana, salah satu makna kata 'politik' tercantum di Kamus Besar Bahasa Indoensia (KBBI) sebagai 'cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah); kebijaksanaan. Berarti politik adalah seni bertindak arif untuk melakukan perubahan keadaan. Politik adalah syiar, dakwah, misi transformatif.
Maka dalam politik tersebut tentu tidak ada kompetisi anarkhi, konflik destruksi tetapi lebih pada persaudaraan, persahabatan dan koalisi kebaikan di tengah keanekaragaman (multikulturalisme).
Kalaupun ada kompetisi maka -merujuk bahasa kitab suci (Al-Qur'an)- hal tersebut direproduksi menjadi sebuah perlombaan kebaikan / fastabiqul khairat (QS.2/Al-Baqarah:286; QS.5/Al-Maidah:120). Kompetisi politik sekadar dinamika dan sarana pencapaian 'kepentingan' sama, satu tujuan lain cara dan tidak menafikan adanya komunikasi, integrasi, sinergi dan sosialisasi ...eh sinkronisasi ding!(KISS).
Idiom politik lain yang lebih komprehensif adalah Vox populi vox Dei, suara rakyat suara Tuhan. Bahwasanya kepentingan sebuah perilaku politik seharusnya disandarkan pada kepentingan masyarakat banyak (baca:rakyat), di atas kepentingan pribadi dan golongan / primordial.
Dalam dimensi vertikal, rakyat adalah representasi wajah dan kepentingan Tuhan. Secara sederhana, dalam pandangan agama ada ungkapan 'ridha Allah ridha orang tua', berarti murka Tuhan murka rakyat (termasuk orang tua kita).
Jika pelaku politik sudah mengedepankan kepentingan khalayak atau kemaslahatan umum bisa jadi tindakan politiknya pun diridhai Tuhan: ditunjuki jika alpa, diampuni jika salah dan tentunya diganjari jika berprestasi.
SIAPA RIMBAWAN : PARA PERAYA
Hari Bakti Rimbawan dirayakan setiap tanggal 16 Maret oleh Kementerian Kehutanan sebagai penanda kelahiran institusi pada tahun 1983. Hari Bakti Rimbawan bagi jajaran Kementerian Kehutanan dijadikan sebagai tonggak konsolidasi para rimbawan untuk me-recharge komitmen dan kesadaran dalam berkarya dan membangun hutan dan kehutanan Indonesia.