Mohon tunggu...
Muh Arbain Mahmud
Muh Arbain Mahmud Mohon Tunggu... Penulis - Perimba Autis - Altruis, Pejalan Ekoteologi Nusantara : mendaras Ayat-Ayat Semesta

Perimba Autis - Altruis Pejalan Ekoteologi Nusantara : mendaras Ayat-Ayat Semesta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Refleksi Perayaan Pohon, "Uto Ena Sado Yahu"

25 Januari 2018   07:44 Diperbarui: 30 Januari 2018   10:55 1268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahukah pembaca bulan November-Desember merupakan bulan apresiasi terhadap pohon? Tanggal 21 November merupakan Hari Pohon Sedunia, 28 November adalah Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) dan bulan Desember adalah Bulan Menanam Nasional (BMN).

Beberapa intansi pemerintah pusat dan daerah, termasuk BPDASHL Ake Malamo (UPT KLHK di Maluku Utara), meraya HMPI dengan kegiatan penanaman pohon di Ternate, Tidore Kepulauan dan kabupaten lainnya (MP, 29-11-2017).

Pohon Kasih Sayang

Penulis baru sepekan mengenal frasa 'uto ena sado yahu(bahasa Tidore) atau 'uto ena sigado ahu'(bahasa Ternate), dari obrolan bersama imam masjid dan seorang jemaah tua di kampung. Menurut mereka, kalimah tersebut berarti 'menanam sampai hidup'. Dalam makna lebih luas, untuk mendapat hasil terbaik maka kita harus tekun berusaha baik, dan jika ingin diterima sesama maka kita harus mampu bertanam budi / amal.

Konsep 'Pohon Kasih Sayang' pernah penulis ulas di media ini (MP, 06-03-2017). Pohon Kasih Sayang merupakan ikhtiar penulis untuk merevitalisasi makna menanam pohon sebagai inisiasi ekoteologi. Pohon sebagai pralambang kasih sayang sesama manusia. Menanam pohon bisa menjadi media komitmen sebuah persahabatan antar anak muda, akad agung sepasang pengantin pun penjalin persaudaraan antar umat beragama sehingga mewujud idealita 'toleransi sebumi', toleransi berbasis ekologi

Menanam pohon adalah perayaan kehidupan, sebuah kemuliaan sekaligus amal jariyah lintas ruang-waktu (MP,17-11-2016). Sebuah inisiasi ekoteologi sekaligus pralambang cinta kepada Tuhan, sesama dan semesta. Bagi seorang hamba, menanam pohon ibarat menyerat sekaligus membaca kalam Tuhan, media devosi / kebaktian kepada Sang Ilahi. Pohon yang ditanam sejatinya adalah media tasbih dan ibadah kepada Tuhan Yang Mahaesa dan Realitas Agung lainnya- oleh para 'stakeholder semesta', bagi manusia penanam-pemelihara, bagi margasatwa di bawah naungan, hingga tanah-udara-angin yang menjadi media hidup.

Berdasar filosofi 'uto ena sado yahu'di atas, menanam Pohon Kasih Sayang bukan pekerjaan satu waktu / masa pun bukan perilaku asal-asalan, sekadar penggugur kewajiban. Dalam tradisi anak-anak Adam, menanam pohon kasih sayang ibarat meneladani spirit Habil dalam berkurban, yakni persembahan terindah dengan sumber daya termulia dan potensi terbaik.

Pohon Cita-Cita

Pekan lalu, 2 Desember 2017, sekelompok kaum muda berkunjung ke Pulau Hiri untuk menghelat kegiatan 'Kelas Inspirasi (KI)' Ternate. Kegiatan KI tersebut merupakan program pemberian motivasi dan pengenalan profesi bagi anak-anak di empat sekolah dasar (SD) di Kecamatan Pulau Hiri. Penulis menjadi salah satu relawan di dalamnya dan berkesempatan mengajar di SDN 81 Ternate, di Kelurahan Dorari Isa, Kecamatan Pulau Hiri.

Melalui proses rekruitmen terbuka selama hampir tujuh bulan, KI Ternate menjaring sekitar lima puluh Relawan Inspirator dari berbagai profesi, antara lain: redaktur, arsitek, dosen, fotografer, videografer, apoteker / paramedis, insinyur dan profesi lainnya, termasuk perimba, profesi penulis. Sebagai KI Perdana di Ternate, kegiatan ini pun menarik minat para relawan berbagai daerah, antara lain: Jakarta, Kaimana (Papua Barat), Rote (NTT), Bali, Makassar, dan beberapa kota di Jawa.

Pada program tersebut, para Relawan Inspirator mengenalkan profesi mereka kepada anak-anak, termasuk membangun kepercayaan diri di tengah keterbatasan untuk tetap memiliki cita-cita. Tujuan pengenalan adalah untuk mengenalkan hal-hal baru, informasi dan pengetahuan lain terkait profesi relawan, karena selama ini anak-anak hanya mengenal profesi tentara, polisi, dokter dan guru. 

Semisal, sebagai perimba. Penulis mengenalkan hutan dan segala keanekaragaman hayati, seperti tumbuhan dan binatang hutan, hingga manfaat pohon. Profesi sebagai perimba pun beragam dari Polisi Kehutanan (Polhut), Penyuluh hingga Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). 

Penulis mengenalkan kesadaran mencinta dan melestarikan alam sejak dini kepada anak-anak SD Dorari Isa, termasuk bahaya menebang pohon, membunuh binatang ataupun sekadar 'mengetapel' burung. Syukurlah, anak-anak cerdas tersebut antusias dan senang bermain Tepuk Harmoni (diri, sesama, alam), Tepuk (siklus) Air hingga berani menggubah lagu 'Naik-Naik Ke Puncak Gunung' dengan merubah 'pohon cemara' menjadi 'pohon kelapa', sesuai kondisi kampung mereka.        

Dengan beragam cara dan permainan, Relawan Inspirator berusaha membangun mimpi anak-anak Hiri, generasi suci Indonesia agar menjadi generasi kreatif dan optimis menggapai cita-cita. Selain motivasi belajar, pengetahuan seputar profesi relawan, siswa dikenalkan pendidikan karakter dalam meraih cita-cita, seperti kejujuran, kerja keras, bhakti kepada orang tua dan guru, rajin ibadah, dan sebagainya.

Satu keunikan dan potensi terpendam anak-anak SD Dorari Isa adalah sikap autopilot, kesadaran menata diri tanpa perintah orang lain. Terbukti, sembari menunggu guru yang terlambat untuk upacara Hari Inspirasi -karena umumnya para guru tinggal di Pulau Ternate-, para anak-anak rajin tersebut telah berkumpul dan berlatih upacara sendiri di halaman sekolah. Subhanallah,bak oase di tengah padang pasir, potensi cemerlang anak negeri di tengah keterbatasan sumber daya.

Pada akhir kegiatan, anak-anak menuliskan cita-cita di sepotong daun kertas dan ditempel pada banner 'Pohon Cita-Cita'. Ya! Tanggal 2 Desember tersebut adalah Hari Menanam Pohon Cita-Cita bagi anak-anak Pulau Hiri. Pohon tersebut dipajang di kantor sekolah sehingga menjadi monumen pengingat dan penyemangat anak-anak Hiri, bahwa mereka masih mempunyai mimpi. Diharapkan para orang tua dan guru siswa tersebut tetap mendorong anak didik rajin belajar, bersemangat menuntut ilmu dan meneladani spirit para 'Guru Inspirator'. Kebetulan, 25 November lalu adalah Hari Guru Nasional (HGN).

Tanam Sampai Hidup : Etika Perimba

Menurut penulis, spirit Uto Ena Sado Yahu/ Uto Ena Sigado Ahumerupakan irisan filosofi dari konsep Pohon Kasih Sayang dan Pohon Cita-Cita tersebut. 'Tanam sampai hidup' sebagai filosofi 'perayaan pohon' merupakan spirit menanam pohon --dan beramal salih- sebaik mungkin, tidak sekadar asal tanam : tanpa memperhatikan kaidah pun tanpa perlakuan pendukung tanaman tumbuh sehat.

Pohon Kasih Sayang, sebagai simbol pohon perdamaian -- pohon persahabatan antar anak manusia perlu ditanam dengan sepenuh kasih. Adabnya seorang perimba kala bertanam, maka menanam pohon pun perlu media tanah subur, nutrisi pupuk-kompos cukup pun pemeliharaan baik. Bagi para peraya HMPI dan BMN, menanam bukan sekadar penghabisan anggaran ataupun ritual formal tahunan. Perlu dukungan dan kepedulian semua pihak, lembaga maupun individu, guna mewujudkan Gerakan Menanam 25 Pohon Selama Hidup, dari SD sampai menikah, sebagai monumen 'Perayaan Kehidupan' anak manusia (MP, 17-11-2016).

Pohon Cita-cita, sebagai simbol mimpi dan harapan anak negeri perlu ditanamkan pada generasi muda, sejak usia dini. Begitu pula untuk Relawan Inspirator dan para orang tua-guru, agar dapat membimbing anak dalam meraih cita-cita perlu tindakan berkesinambungan pun koordinasi multipihak. Kelas Inspirasi bukanlah 'selebrasi sehari', begitu ditegaskan Novi Safitri, relawan berprofesi Redaktur. Pohon Cita-cita yang disemai pada Hari Inspirasi di Pulau Hiri (2 Desember / 212) layak dijaga, dilestarikan, dan dikembangkan agar menebar ke wilayah Ternate ataupun bumi Moloku Kie Raha lainnya. 'Gerakan 212 di Ternate' seharusnya pun tak kalah dahsyat dengan 'Gerakan 212 di Jakarta', gerakan ekoteologi anak bangsa untuk membangun mimpi Indonesia.

Sekali lagi, penulis menegaskan bahwa Uto Ena Sado Yahuadalah adab / etika para Perimba, semua manusia penghuni muka bumi (MP, 17-03-2014) termasuk para relawan, guru, orang tua dan anak Indonesia. Tanam sampai hidup, beramal dengan optimal, bersedekah dengan harta terindah. Karena, seperti sabda Nabi Muhammad SAW, yang mulia di antara manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama (dan semesta). Selamat Meraya Pohon! Uto ena sigado ahu, syukur dofu-dofu, terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

 

Malut Post, 17/3/2014

Malut Post, 17/11/2016

Malut Post, 06/3/2017 (https://issuu.com/malutpost/docs/malut_post__06_maret_2017)

Malut Post, 29/11/2017

dokpri
dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun