Mohon tunggu...
Muhammad Zulifan
Muhammad Zulifan Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat Timur Tengah Dan Islam

Pengamat Timur Tengah dan Islam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gafatar, Bom Thamrin dan Keislaman Kita

26 Januari 2016   12:48 Diperbarui: 26 Januari 2016   15:19 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Banyak kasus ektremisme dan terorisme muncul akibat kesalahan dalam mengambil sumber rujukan, ditambah ketidakmampuan me-manage kecenderungan benci yang berlebihan. Rasa benci yang berlebihan pada suatu kelompok (Amerika Serikat, misalnya) bisa dimanfaatkan pihak-pihak tertentu menjadi sikap ektremisme melalui sebuah doktrinasi. Selanjutnya, mereka yang terindoktrinasi dimanfatkan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu melalui aksi teror dan bunuh diri. Karenanya, sikap pertengahan dalam beragama sangat diperlukan.

Seimbang dalam Mencintai Jamaah

Pada hakikatnya, setiap orang memiliki kecenderungan yang unik satu sama lain. Kecenderungan itu lahir dari interaksi dengan lingkungan, sahabat, guru, serta pengalaman empiris dalam melintasi track kehidupan. Karenanya, kita akan senantiasa mencari hal-hal yang nyaman dengan kecenderungan tersebut dan menganggap kecenderungan tersebut sebagai hal yang terbaik.

Yang perlu dijaga adalah jangan sampai kecenderungan cinta dan benci itu menjadi sesuatu yang ekstrem sehingga menjadi sikap menyalahkan pilihan orang lain, khususnya dalam perkara ijtihadiyah. Kita boleh menganggap pilihan kita yang paling tepat dan terbaik, tapi sisakan ruang di hati dan pikiran bahwa pilihan orang lain juga baik (dan mungkin) terbaik.

Kecenderungan pada organisasi atau jamaah, misalnya. Yang sulit adalah memelihara kecenderungan tersebut agar tidak berlebihan hingga muncul sifat ekstrim dan mudah menyalahkan pilihan jamaah orang lain, karena ini hanyalah persoalan ijtihadiyah. Tidak ada ijma' bahwa hanya organisasi atau jamaah tertentu yang benar.

Di sisi lain, agar dunia seimbang, kita juga selayaknya tidak terlalu curiga pada jamaah lain bahwa mereka beranggapan negatif pada pilihan kita. Berdasarkan pengalaman di lapangan, misalnya, kaum NU paling tidak suka dituduh banyak lakukan amalan bid'ah karena semua amalan mereka sudah didasarkan pada fikih empat madzhab. Pun demikian, sebaiknya orang NU juga jangan terlalu curiga bahwa jamaah lain sering beranggapan negatif kepada mereka.

Orang Salafi paling tidak suka dibilang wahabi dan suka mem-bid'ah-kan karena yang berperilaku seperti itu hanya sebagian. Pun sebaiknya, mereka hendaknya tidak mudah beranggapan bahwa jamaah selain diri mereka kurang shahih dalam beribadah. Bagaimanapun, setiap jamaah memiliki lembaga ulama dan ribuan doktor syariah masing-masing dan sama-sama diajar oleh ulama Haramain dan Timur Tengah lain.

Orang Muhammadiyah paling khawatir jika aset-aset mereka seperti masjid dan amal usahanya “direbut” organisasi jamaah lain hingga berusaha mem-protect sumberdaya mereka. Meski, warga Muhammadiyah yang menerima dakwah gerakan Islam lain tersebut tidak pernah merasa direbut karena semua terjadi secara sukarela dan mereka tetap menjadi pengurus muhammadiyah. Hanya saja, orientasi politiknya berbeda.

Orang Tarbiyah paling tidak suka dibilang berdakwah karena pamrih dan haus kekuasaan karena aktivitas politik adalah tuntutan syariat itu sendiri serta berstatus fardhu kifayah. Pun mereka hendaknya jangan terlalu curiga bahwa jamaah lain beranggapan demikian, karena yang beranggapan demikian hanyalah segelintir orang yang kurang bergaul secara sosial dan kurang piknik.

Lini media sosial senantiasa ramai oleh debat dan saling menyalahkan antar anggota organisasi jamaah. Kemudian, muncullah tokoh-tokoh tertentu yang intens melakukan perdebatan di medsos beserta para followers mereka. Sayangnya, seringkali aktivitas mereka digeneralisasi menjadi sebuah sikap jamaah. Padahal, mereka yang suka ribut di medsos tersebut hanyalah oknum yang masih perlu banyak belajar.

Memang, manusia pada dasarnya punya sifat ekstrim dan berlebih-lebihan. Karenanya Nabi ingatkan:

"Cintailah yang engkau cintai itu sekedarnya saja, sebab barangkali suatu hari dia akan menjadi orang yang engkau benci, dan bencilah yang tidak engkau sukai itu sekedarnya saja sebab barangkali suatu hari dia akan menjadi orang yang kamu cintai” (HR. Tirmidzi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun