Mohon tunggu...
Muhammad Zulifan
Muhammad Zulifan Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat Timur Tengah Dan Islam

Pengamat Timur Tengah dan Islam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gafatar, Bom Thamrin dan Keislaman Kita

26 Januari 2016   12:48 Diperbarui: 26 Januari 2016   15:19 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perlu diingat bahwa tidak sembarang orang bisa menfatwa sesat sebuah organisasi/aliran. Pada 2007 silam, MUI telah mengeluarkan 10 kriteria aliran sesat. Suatu paham atau aliran keagamaan dapat dinyatakan sesat apabila memenuhi salah satu dari sepuluh kriteria tersebut. Kesepuluh kriteria itu adalah:

  1. mengingkari Rukun Iman dan Rukun Islam;
  2. meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai Dalil Syar`i (al-Qur`an dan As-Sunah);
  3. menyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur`an;
  4. mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al-Qur`an;
  5. melakukan penafsiran Al-Qur`an yang tidak berdasarkan kaidah tafsir;
  6. mengingkari kedudukan Hadist Nabi sebagai sumber ajaran Islam;
  7. melecehkan dan atau merendahkan para Nabi dan Rasul;
  8. mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir;
  9. mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah; dan
  10. mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar`i. \

Namun, perlu ditekankan bahwa penetapan kriteria tersebut tidaklah dapat digunakan oleh sembarang orang dalam menetapkan kesesatan atas suatu aliran. Ada mekanisme dan prosedur yang harus dilalui dan dikaji terlebih dahulu.

Kemunculan aliran sesat serta pengulangan kasus serupa membawa sebuah pertanyaan. Sudah seriuskah pemerintah dalam menangani aliran-aliran menyimpang tersebut?

Berkaca dari daftar aliran dan organisasi sesat yang telah sekian lama dikeluarkan MUI (NII KW IX misalnya), hingga kini, jaringan mereka masih berkembang pesat. Sementara itu, banyak korban terus berjatuhan. Padahal, data dan siapa orang-orangnya mudah dilacak oleh polisi karena banyak mantan pemimpin dan anggotanya yang telah bertaubat.

 

Sikap Pertengahan

Pada suatu titik, kita perlu merenung untuk mereduksi kecintaan dan kecenderungan kita pada sebuah organisasi atau komunitas. Pun sebaliknya, kita perlu mereduksi rasa benci pada komunitas lain yang kita anggap sebagai rival. Sebab keduanya adalah sumber konflik dan kegaduhan di negara ini. Intensitas kita berada dalam sebuah organisasi mengakibatkan kadang tersilap untuk melihat kebenaran lain di luar sana.

"Pada suatu titik, kita perlu merenung untuk mereduksi kecintaan dan kecenderungan kita pada sebuah organisasi atau komunitas. Pun sebaliknya, kita perlu mereduksi rasa benci pada komunitas lain yang kita anggap sebagai rival."

Kecintaan yang berlebih pada komunitas sering menjadikan diri dan komunitas merasa paling benar. Tak jarang, kita sangat sensitif ketika orang lain mengkritik komunitas kita dan mengambil sikap perlawanan kepada mereka yang memberi masukan. Lebih lanjut, kadang satu komunitas kita bawa untuk membenci mereka yang kita anggap sebagai lawan ideologis. Akhirnya, terjadilah saling benci secara berjamaah yang menghasilkan aura negatif di setiap ruang medsos kita seperti saat ini.

Saya membayangkan, betapa indahnya ketika orang seperti Jonru, misalnya, tiba-tiba berhenti dari perdebatannya di medsos dan memilih untuk mengajak rivalnya seperti Ulil atau tokoh liberal lainnya untuk duduk ngopi bersama di sebuah kafe. Atau, tokoh Salafi seperti ustadz Firanda tiba-tiba mengajak makan bersama tokoh kyai NU di warteg.

Terkait ekstremisme, kesalahan mengambil sumber rujukan ditambah rasa cinta atau benci berlebihan pada suatu kelompok memegang faktor penting dalam kemunculan sikap ekstrem. Ibnu Qoyyim al-Jauziyah pernah mengingatkan bahwa penyebab utama kerusakan adalah karena kerusakan ilmu (Fasad al-Ilmi) dan kerusakan itikad baik (Fasad al-Qoshdi ). Kerusakan ilmu itulah yang menyebabkan kesesatan (adh-dhalal).


Itulah alasannya, mengapa logika kita akan sulit menerima mengapa orang-orang yang berpendidikan tinggi tetapi justru terjebak mengikuti aliran sesat. Logika kita juga sulit mencerna mengapa para pemuda rela direkrut menjadi pengantin bom bunuh diri untuk melakukan perbuatan konyol seperti ledakan di Thamrin baru-baru ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun