Kesusahan kami, hanya menjadi konsumsi warga negara yang duduk di strata sosial tertinggi. Paling banter, bisa curhat pada juru warta yang kebetulan berkunjung ke desa. Kami pun tidak tahu, apakah mereka benar-benar akan memberi solusi atau sekedar memprovokasi. Ya, setidaknya ada dokumentasi jika bulan Agustus kekeringan memang senantiasa terjadi.
Jika sudah ada dokumentasi, setidaknya bisa menjadi pelajaran bagi penerus generasi. Bahwa, orang tuanya "kalah" oleh "malapetaka bumi" yang sering digembor-gemborkan pegiat lingkungan.
Bukan karena tidak memiliki pengetahuan. Tetapi, terlena dengan kemudahan.
Kita terlena apabila musim hujan diberkahi air berlimpah. Kemudian abai jika akan ada masa kemarau yang susah.
Tidak ada upaya untuk menginvestasikan waktu, tenaga dan dana untuk persiapan menghadapi kemarau yang panjang. Memang, kita lebih senang mengalokasikan uang untuk kemeriahan atau kemewahan. Enggan berinvestasi untuk menghadapi masa dimana hampir semua ummat manusia dilanda kesulitan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H