Saya tipe orang yang tidak memiliki motifasi membanggakan orang tua. Anda tidak usah bertanya-tanya kenapa demikian. Ataupun, protes karena berbeda dengan anda yang memiliki motifasi membanggakan orang tua.
Saya mulai menyadari hal demikian, ketika menginjak usia dewasa. Diingat-ingat lagi, ternyata itu terjadi sejak anak-anak bahkan berlanjut hingga remaja.
Mungkin anda akan menilai saya sebagai anak "tidak tahu terima kasih" atau lebih parah lagi dianggap sebagai "anak durhaka". Â Menganggap anak yang tidak berniat membanggakan orang tua disebut sebagai anak yang tidak berbakti.
Eits, tunggu dulu.
Membanggakan orang tua berbeda dengan berbakti kepada orang tua.
Hingga kini, saya sendiri sulit menemukan definisi membanggakan orang tua. Apa yang membuat orang tua saya bangga? Kebanggan seperti apa yang diharapkan oleh orang tua?
Jawabannya bisa berbeda pada setiap orang. Sangat personal.
Ada orang yang ingin mendapatkan pujian orang tuanya. Mungkin saja merasa senang ketika disebut-sebut pada acara keluarga ataupun pertemuan bisnis ibu-bapanya. Memajang foto prestasi di media sosial bahkan dipajang di dinding ruang tamu sehingga menjadi buah bibir.
Itu hak setiap orang. Saya menghormati orang-orang yang masih termotivasi dengan hal demikian. Tidak ada yang salah dengan membanggakan orang tua.
Namun, ketahuilah jika tidak semua anak ingin membanggakan orang tuanya. Ada alasan yang seharusnya dimengerti oleh orang banyak.
Saya sendiri menganggap jika membanggakan orang tua masih bersifat abstrak. Tidak ada ukuran jelas bagaimana bentuk kebanggaan yang dimaksud. Apalagi jika kebanggan orang tua berbeda dengan kebanggan anak. Kebanggaan tidak seperti kekayaan yang bisa dihitung dengan angka.
Berbeda budaya maka berbeda pula bentuk kebanggaan itu. Orang tua saya tidak suka jika anaknya menjadi seniman atau olahragawan. Prestasi pada dua bidang itu sepertinya tidak bisa disebut kebanggaan. Orang tua saya selalu ingin anaknya memiliki prestasi di bidang akademik. Sekolah yang tinggi, mengoleksi ijazah sebanyak yang kita bisa.
Namun, bagi keluarga penyuka seni dan olahraga mendorong anaknya di bidang itu akan menjadi kebanggaan. Bahkan, membiayai segala kegiatannya. Bila perlu, belajar pun mengikuti homescholling agar bisa menyesuaikan dengan jadwal pementasan atau perlombaan.
Lantas, jika kebanggan orang tua itu masih sulit didefinisikan maka perlukah untuk diperjuangkan? Andaikan kebanggan orang tua sama dengan kebanggan anda sebagai anak, mungkin tidak akan masalah malah menjadi pendorong. Apabila kebanggaan orang tua berbeda dengan kebanggaan anak, bukankah itu hanya menjadi beban?
***
Mereka yang tidak mengikuti persepsi orang banyak bukan berarti buruk. Hanya ingin meniti jalan berbeda.
Andaikan saya dengan anda berbeda, wajar karena kita berada di belahan dunia berbeda. Bahkan berbeda dengan tetangga pun lumrah saja karena input pengetahuan berbeda. Hal terpenting, tidak melanggar norma karena itu kesepakatan bersama.
Ups, apakah tidak membanggakan orang tua sudah melanggar norma?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H