Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manusia yang Disegani, Aparat Hukum pun Tidak Berani

12 Juli 2022   06:17 Diperbarui: 12 Juli 2022   07:15 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia demokratis akan sulit menerima konsep ini. Orang yang berpikir demokratis, menganggap jika manusia adalah sama. Tanpa memandang jabatan, kekayaan apalagi sekedar gelar kesarjanaan.

Namun, warga Indonesia _yang menganut demokrasi_ harus menyadari jika ada sekelompok kecil manusia tidak berpandangan sebagaimana di atas. Masih ada sekelompok orang yang beranggapan jika pada suatu waktu dan daerah tertentu ada sosok yang patut disegani dan tidak boleh seorang pun berani mengusiknya, termasuk aparat penegak hukum sekalipun.

Di media massa, kita melihat sendiri bagaimana seorang polisi bisa "mengalah" pada seorang tokoh masyarakat. Berbanding terbalik dengan warga Sri Lanka yang "terlalu berani" melawan pemimpinnya sendiri.

Disadari atau tidak, manusia akan segan pada orang  yang memberi harapan dan kemapanan. Harapan akan kehidupan masa depan atau kehidupan di alam yang berlainan. Dengan kemampuan mempengaruhi, manusia yang disegani bisa membawa masyarakat menjadi penurut atau sebaliknya, penuntut.

Ketika itu sudah tidak lagi, maka kepentingan masing-masing akan menyeruak dan menguasai kondisi. Harapan hanya menjadi ilusi. Karena sesuap nasi lebih penting daripada kata-kata basi.

***

Bagi kami warga desa, sifat segan seorang aparat negara seperti di atas bisa dimengerti dan dimaklumi. Meskipun negara memberinya wewenang untuk menjalankan tugas, tapi dia sadar ada lingkup sosial yang tidak boleh tersentuh. Manusia dengan label "disegani" memang ada dan kita tidak bisa menutup mata.

Disegani, kata itu tidak datang begitu saja. Sebuah proses panjang dimana melibatkan banyak hal. Kata demikian tidak tersemat begitu saja. Warga bersepakat untuk memberikan predikat seseorang "disegani".

Tidak usah terlalu berharap label itu lahir dengan menempuh pendidikan tinggi bahkan hingga ke luar negeri. Walaupun tidak menutup kemungkinan, tapi jalur formal dan serba cepat sulit membentuk imaji warga. Karena, keseganan itu bukan dalam bentuk sertifikat yang bisa disentuh.

Keseganan itu bersifat imajiner. Hanya bisa datang dari warga yang tahu diri. Mengenal tradisi dan menahan untuk tidak tinggi hati.

Andaikan seorang pemuda dengan akademik tertinggi, lulusan luar negeri, tidak serta merta bisa disegani seperti seorang Kyai. Warga akan bertanya-tanya, "dia sudah berbuat apa buat kami?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun