Tidaklah heran jika petani adalah tipe penyendiri. Dia bekerja di lahan yang luas dan jauh dari sesama petani di lahan tetangga. Kalau bicara pun harus saling berteriak, meninggikan volume suara. Cara bicara kami terkesan keras meskipun sebenarnya petani sangat akrab dengan tatakrama. Bisa membedakan bagaimana bersikap pada sesama manusia, hewan dan tumbuhan.
Adakalanya jam dinding tak berguna. Kalender di meja bukan tempat menentukan jadwal kerja. Karena matahari adalah patokan waktu utama. Bekerja sesuai cuaca, musim dan tanpa perhitungan matematika.
Suasana hati tidak bisa menjadi patokan penentu motifasi. Bekerja karena patokan keharusan. Apabila mengikuti perasaan maka kalah bersaing dengan hama tanaman atau derasnya hujan. Kami tidak berlomba dengan deru kendaraan tapi berlomba dengan tekanan keadaan.
***
Bagi petani, matahari adalah sumber energi utama setelah air dan tanah. Tanpanya, apa yang ditanam hanya akan menjadi benda mati tak berguna.
Dengan sinar matahari, sebuah biji akan tumbuh kemudian berfotosintesis dan menghasilkan sumber pangan. Karena mataharilah hewan-hewan ternak bisa tumbuh sehat dan terhindar dari berbagai penyakit. Teori tentang berjemur untuk ketahanan tubuh sudah kami lakukan sejak manusia mengenal cara bertani.
Ketika sering terpapar sinar matahari, saya merasa bisa "berdialog" dengannya. Hal yang bisa dimengerti kenapa ada beberapa budaya yang menjadikan matahari sebagai sembahan atau simbol kehidupan. Karena, dengan matahari bumi menjadi lebih hidup. Tidak sunyi. Meskipun saya sering sendiri, tanpa ada manusia lain di tengah hamparan sawah yang sedang menghijau.
Jika bangsa Jepang membubuhkan matahari di benderanya, hal yang bisa dipahami. Karenanya, menyambut matahari menjadi pertanda mengawali hari demi berlanjutnya kehidupan.
Dalam budaya kita, mungkin juga budaya anda, matahari tidak menjadi "sosok" dominan untuk menggerakan kehidupan. Pikiran tidak dipenuhi dengan komponen-komponen alami yang sudah tercipta sejak lama. Malahan, materi yang dibuat oleh manusia menjadi sumber penggerak nurani. Hingga lupa jika alam raya ini akan berakhir suatu hari nanti ...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI