Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Money

Alergi Investasi

18 Juli 2019   10:30 Diperbarui: 18 Juli 2019   10:33 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pasagikreatif.blogspot.co.id

Dari kacamata orang desa, investasi berarti "pembangunan" yang belum tentu memihak warga lokal. Pendirian pabrik atau infrastruktur belum tentu bisa memberikan peluang yang menguntungkan. Malahan, bisa jadi sebaliknya.

***
Saya agak tersindir ketika Pak Jokowi mengatakan kalau bangsa Indonesia ini jangan alergi investasi. Di sela pidatonya bertajuk Visi Indonesia, beberapa waktu lalu masalah investasi dibahas termasuk bagaimana semestinya rakyat memandang investasi.

Kalau bicara investasi, apalagi di daerah, maka yang saya bayangkan adalah suatu invasi modal entah darimana asalnya. Kami, orang daerah, bisa jadi akan syok ketika melihat investasi berkembang tanpa diduga sebelumnya. Selain karena belum siap secara mental, juga banyak yang belum siap secara kultural.

Investasi, bagaimanapun akan mengubah tatanan yang sudah ada. Tanah yang tadinya penuh dengan tanaman liar atau pepohonan bisa berubah menjadi beton bertingkat dalam waktu singkat.

Apakah warga tidak diajak bicara? Biasanya sudah. Di kampung saya ada investor Korea yang membangun perusahaan peternakan ayam. Sebelum dibangun, warga memang diajak bicara bahkan lahannya banyak yang dibebaskan.

Masalahnya, setelah itu apa? Apakah investasi sebatas membangun fisik semata tanpa ada keuntungan optimal bagi kelangsungan kehidupan warga? Lapangan kerja terbuka lebar? Tidak juga, karena usaha peternakan ayam tidak memerlukan banyak tenaga kerja.

Nah, bentuk investasi seperti itu yang suka bikin alergi. Kalau investasi sekedar memindahkan usaha dari kota ke desa atau dari luar negeri ke dalam negeri, buat apa ada investasi? Apalagi investasi asing.

Kata 'asing' sendiri belum bisa sepenuhnya diterima dalam tatanan sosial masyarakat kita. Faktanya, bangsa ini masih malu-malu untuk membuka pintu investasi. Satu sisi, investasi dibutuhkan untuk menggenjot ekonomi tapi di sisi lain, kami di daerah belum tentu mencicipi kue ekonomi itu.

Apalagi, investasi tanpa imbas ekonomi hanya akan dipandang sebagai bentuk penjajahan baru. Warga sekitar tempat adanya investasi hanya bisa gigit jari.

***

Saya sendiri sangat menginginkan percepatan roda perekonomian berlangsung di daerah. Hanya saja, investasi malah membuat gerah. Sikap iri pada bangsa lain justru menjadi sikap antipati.

Tahu lah, kalau sikap ini sudah tertanam di dalam pikiran maka mudah sekali dihasut. Isu investasi _terutama asing_ akan terus jadi bahan 'obrolan politik' dan dijadikan bahan masakan disertai bumbu-bumbu penyedap. Mending kalau bumbunya menjadi manis, bagaimana kalau malah menjadi pedas atau pahit?

Kalau sudah pahit, wajar orang-orang menjadi alergi investasi. Selalu dan akan selalu dicurigai.

Saya sih paham kalau negeri ini butuh investasi demi perbaikan ekonomi. Tetapi, saudara kita di desa tidak selalu bisa memahami apa sebetulnya manfaat investasi selain membuat tatanan sosial menjadi lebih rumit.

Pembukaan lapangan kerja baru hanya akan jadi wacana belaka apabila tidak disertai larangan untuk menggunakan teknologi. Manusia tidak banyak dibutuhkan dalam industri saat ini. Tergantikan oleh mesin dan robot.

Di Krakatau Steel, buruh banyak yang terancam PHK karena adanya restrukturisasi. Tentu saja, imbas investasi. Apalagi di kampung kami dimana pendidikan dan keahlian tidak sesuai dengan kebutuhan investasi.

Lapangan Kerja Hanya Ilusi
Kalau sudah begini, saya kadang berpikir untuk sedikit sosialis. Maksudnya, kita tolak investasi kalau tidak bisa 'memberikan' pekerjaan. Ya, pekerjaan diberi oleh negara melalui investasi. Bukannya disuruh mencari sendiri. Apalagi, kalau harus sogok sana sogok sini.

Kalau konstitusi mengharuskan negara menyediakan lapangan kerja, bukan berarti menyediakan terus bilang "silakan pilih sendiri!". Sebaiknya, tunjukan pekerjaan apa yang yang layak terus tempatkan posisinya dimana.

Harus dipahami juga bahwa alam pikiran manusia Indonesia belum se-liberal orang Amerika dimana urusan pribadi harus bisa diusahakan sendiri. Masih banyak diantara kita yang mendambakan uluran Pemerintah termasuk urusan perut.

Jika investasi tidak bisa membuka lebih banyak lapangan kerja terutama tenaga kurang terampil, maka jangan heran alergi akan menjangkiti. Jangan sampai investasi hanya menjanjikan pembukaan lapangan kerja, tetapi itu hanya ilusi ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun