Tahu lah, kalau sikap ini sudah tertanam di dalam pikiran maka mudah sekali dihasut. Isu investasi _terutama asing_ akan terus jadi bahan 'obrolan politik' dan dijadikan bahan masakan disertai bumbu-bumbu penyedap. Mending kalau bumbunya menjadi manis, bagaimana kalau malah menjadi pedas atau pahit?
Kalau sudah pahit, wajar orang-orang menjadi alergi investasi. Selalu dan akan selalu dicurigai.
Saya sih paham kalau negeri ini butuh investasi demi perbaikan ekonomi. Tetapi, saudara kita di desa tidak selalu bisa memahami apa sebetulnya manfaat investasi selain membuat tatanan sosial menjadi lebih rumit.
Pembukaan lapangan kerja baru hanya akan jadi wacana belaka apabila tidak disertai larangan untuk menggunakan teknologi. Manusia tidak banyak dibutuhkan dalam industri saat ini. Tergantikan oleh mesin dan robot.
Di Krakatau Steel, buruh banyak yang terancam PHK karena adanya restrukturisasi. Tentu saja, imbas investasi. Apalagi di kampung kami dimana pendidikan dan keahlian tidak sesuai dengan kebutuhan investasi.
Lapangan Kerja Hanya Ilusi
Kalau sudah begini, saya kadang berpikir untuk sedikit sosialis. Maksudnya, kita tolak investasi kalau tidak bisa 'memberikan' pekerjaan. Ya, pekerjaan diberi oleh negara melalui investasi. Bukannya disuruh mencari sendiri. Apalagi, kalau harus sogok sana sogok sini.
Kalau konstitusi mengharuskan negara menyediakan lapangan kerja, bukan berarti menyediakan terus bilang "silakan pilih sendiri!". Sebaiknya, tunjukan pekerjaan apa yang yang layak terus tempatkan posisinya dimana.
Harus dipahami juga bahwa alam pikiran manusia Indonesia belum se-liberal orang Amerika dimana urusan pribadi harus bisa diusahakan sendiri. Masih banyak diantara kita yang mendambakan uluran Pemerintah termasuk urusan perut.
Jika investasi tidak bisa membuka lebih banyak lapangan kerja terutama tenaga kurang terampil, maka jangan heran alergi akan menjangkiti. Jangan sampai investasi hanya menjanjikan pembukaan lapangan kerja, tetapi itu hanya ilusi ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H