Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Ormas di "Ketiak" Capres-Cawapres

2 Juli 2019   08:40 Diperbarui: 2 Juli 2019   08:50 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: tribunnews.com

Saya tidak terlalu heran jika ada ormas Islam yang terang-terangan meminta jatah menteri pada Jokowi-Ma'ruf. Tapi, juga tidak heran apabila ada ormas Islam yang habis-habisan 'membela' Prabowo-Shandi. Sekarang, bagaimana nasib mereka?

***

Sebagai muslim, saya agak 'risih' juga kalau ada ormas Islam yang masuk ke dalam dunia politik dengan begitu 'getol'. Pembelaan mereka sudah pada taraf 'seperti partai politik'. Secara legal formal mereka bukan parpol, tetapi secara operasional serasa parpol.

Salahkah? Tidak. Hanya saja, cara mereka untuk punya tempat dalam kekuasaan terlalu mengandalkan cara-cara 'tidak etis'.

Ormas Islam, sebaiknya menahan diri untuk tidak memperlihatkan kebepihakannya selama ini. Sekarang mari kita lihat, setelah ada Capres-Cawapres terpilih apakah mereka yang berseberangan masih akan tetap begitu.

Permainan ormas Islam di belakang layar ini terlalu kental terasa dalam pemilu kali ini. Setidaknya, saya mengamati sejak pemilu 2004 (karena waktu itu saya baru mengerti politik). Mobilisasi massa bukan lagi atas nama parpol, tetapi jelas menggunakan baju ormas Islam demi mendapat simpati.

Apakah Agenda Mereka Untuk Ummat?

Saya tidak tahu. Para petinggi ormas itu begitu 'dekat' dengan Capres-Cawapres bahkan terlalu dekat. Saking dekatnya, terlihat mendominasi dan mengintimidasi.

Saya hanya melihat ini dari media massa semata. Apa yang terlihat secara kasat mata.

Namun, saya pun mulai mempertanyakan keikhlasan dan tujuan akhir mereka ketika begitu getol masuk ke dalam lingkaran para politisi. Daya 'magis' para tokohnya seperti aktris di panggung teater. Mereka paling dikenal penonton meskipun sebenarnya perannya sedikit dalam proses panjang produksi.

Maaf bila saya menganalogikan seperti aktris/aktor di panggung. Karena di media massa, para petinggi partai seakan mundur ke belakang untuk sementara. "Biarlah mereka yang bermain, toh keuntungan pertunjukan kita yang menikmati."

Saya menunggun proses Pemilu selesai untuk menyampaikan unek-unek ini. Karena ingin melihat pola pergerakannya. Apakah ormas Islam yang mendukung oposisi masih kuat dengan sikapnya? Apakah ormas pendukung petahana masih nyaman dengan posisinya?

Apabila dalam banyak kesempatan mereka selalu mengatakan ini perjuangan ummat, maka saat ini akan kelihatan apa yang sebetulnya diperjuangkan? Eksistensi golongan atau kepentingan demi kemaslahatan?

Di laman petisi online change.org ada desakan untuk membubarkan atau mempertahankan sebuah ormas pendukung oposisi. Ketika, oposisi kalah di pertarungan kali ini apakah sikap mereka akan melunak?

Melunak untuk apa? Saya suka melihat jika sikap melunak ini untuk kemaslahatan ummat, kenapa tidak. Tapi, sikap ngotot demi mempertahankan kepentingan segelintir petinggi ormas, lalu untuk siapa mereka berjuang?

Dalil-dalil syar'i atau pun dalil pribadi, tidak bisa lagi menjadi patokan. Justru, sikap legowo semua pihak untuk saling mengedepankan kepentingan ummat itulah yang diharapkan.

Ormas-ormas pendukung petahana pun jangan jumawa. Apabila anda berjuang untuk ummat maka kami tunggu kiprahnya di negeri ini.

***

Segitu sajalah dari saya. Semoga menjadi perhatian kita semua yang merasa bahwa agama bukan hanya alat semata tetapi ruh bagi berbangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun